Dalam kehidupan orang jawa, segala sesuatunya berdasarkan tatanan yang ada. Mengikuti jejak leluhurnya dalam segala hal kehidupannya. Di antaranya adalah tentang hari-hari yang baik dan buruk untuk menentukan hari di saat akan ada hajat, terlebih dalam hal pernikahan.
Tak hanya pemikiran jawa saja yang menggunakan prinsip penghitungan hari untuk menentukan hari dalam peringatan tertentu. Di dalam agama islam juga dianjurkan untuk mengikuti tatanan yang telah ada demi kebaikan dan kelancaran berlangsungnya acara tersebut.
Dengan adanya kelancaran acara tersebut, diharapkan pula ke depannya juga tetap lancar saja, sehingga dapat tercapai kehidupan yang baik.
Adapun yang lebih spesifik dalam hal ini yakni kesamaan antara penentuan hari baik dan buruk dalam sosial masyarakat jawa dengan islam. Dalam hal ini memberikan gambaran kapan-kapan saja waktu yang sebaiknya dihindari untuk melangsungkan pernikahan menurut pemikiran jawa dan islam.
Mengapa jawa dan islam, dikarenakan kedua kubu ini memiliki banyak kesamaan dalam hal pemikiran-pemikiran dan hakikatnya. Sehingga tidak jauh berbeda dalam hal perhitungan kapan-kapan saja waktu yang baik dan buruk itu, khususnya di sini dalam hal menentukan hari baik buruk dalam pernikahan.
Dengan ini mengharapkan dapat diambilnya pengetahuan tentang relevansi antara budaya islam dan jawa dalam menentukan hari baik ataupun buruk untuk menentukan hari pernikahan. Keduanya sama baik karena mengharapkan adanya kebaikan dari jalan yang diambil.
Perkawinan dengan pernikahan merupakan salah satu fase kehidupan manusia dari masa remaja ke dalam masa berkeluarga. Peristiwa ini sangatlah penting dalam proses hidup manusia di dunia ini. Sehingga perkawinan tersebut juga disebut sebagai taraf kehidupan baru bagi manusia.
Dalam pandangan hidup orang jawa dan islam, pernikahan adalah sesuatu hal yang sakral, sehingga tidak sembarangan dalam pelaksanaannya. Selain itu juga diharapkan pelaksanaannya hanya sekali seumur hidupnya.
Kesakralannya tersebut dalam jawa dan islam dalam pemikirannya menjadi sangat selektif sekali dalam penentuan harinya, dengan harapan jika pelaksanaanya pada hari baik, maka akan baik untuk seterusnya.
Di dalam kitab Betaljemur Adammkana karya R.Soemodidjojo juga disebutkan bagaimana dan kapan saja untuk menentukan hari baik dalam pernikahan. Hal ini juga tak bedanya dengan islam. Di dalam kitab Qurratul ‘Uyun karya Asy-Syekh Al-Imam Abu Muhammad juga dipaparkan beberapa hari dan bulan di mana baik dan kurang baik untuk menentukan hari pernikahan.
Kalau di dalam pemikiran jawa berasal dari ilmu titen, namun dalam islam ada yang memang hal tersebut disebutkan dalam hadits, sehingga umat islam menaati hal tersebut. Hal tersebut karena mereka yakin bahwa apa yang telah menjadi ucapan Rasulullah adalah benar.