Mohon tunggu...
Farida Priatmaja
Farida Priatmaja Mohon Tunggu... Guru - Penulis

Nulis, baca, traveling

Selanjutnya

Tutup

Politik

Menyoal Kenaikan HET Minyak Kita

31 Juli 2024   09:15 Diperbarui: 31 Juli 2024   09:15 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Menyoal Kenaikan HET Minyak Kita
Oleh: Nanik Farida Priatmaja, S. Pd

Kementerian Perdagangan (Kemendag) memastikan Harga Eceran Tertinggi (HET) minyak goreng rakyat atau Minyakita akan naik menjadi Rp 15.700 per liter. Sebelumnya HET minyak goreng merek pemerintah itu dijual Rp 14.000/liter.

"Terkait progres usulan kenaikan HET. Jadi pada saat ini dapat kami laporkan, memang beberapa kali Pak Menteri Perdagangan (Zulkifli Hasan) statement terkait dengan kenaikan HET. Jadi memang sudah fix akan dinaikkan," kata Direktur Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting Kemendag, Bambang Wisnubroto dalam rapat koordinasi pengendali inflasi daerah 2024 yang disiarkan YouTube Kemendagri RI, Senin (8/7/2024).

Bambang mengatakan keputusan dinaikkannya HET Minyakita sudah melalui delapan kajian dengan kementerian dan lembaga (K/L) terkait serta melibatkan asosiasi pengusaha (8/7).

Beragam argumen terkait kebijakan kenaikan Minyak Kita, hal ini jelas sangat menzalimi rakyat. Padahal, saat ini Indonesia masih menjadi produsen utama CPO dunia. Kebutuhan minyak goreng di dalam negeri dengan harga yang terjangkau seharusnya bisa dilakukan. Apalagi saat ini harga CPO sedang turun, namun pemerintah justru menaikkan HET MinyaKita. Sungguh aneh! 

Adanya kebijakan HET yang dinilai sebagai strategi dalam menstabilkan harga minyak goreng. Hal itu jelas kebijakan yang tidak efektif.
Faktanya malah tidak terjadi stabilisasi harga, tetapi peningkatan harga acuan sehingga malah terjadi kelangkaan di tengah masyarakat. Apalagi di tengah daya beli masyarakat yang menurun akibat dapat penerapan sistem ekonomi kapitalisme secara makro. Kebijakan menaikkan HET makin menambah keuntungan bagi para kapitalis dan distributor. Nasib rakyat makin terbebani. 

Kegagalan negara kapitalis dalam memenuhi kebutuhan rakyat, salah satunya minyak goreng dengan harga terjangkau dan berkualitas adalah bukti nyata gagalnya tata kelola kapitalisme neoliberal.

Sistem kapitalisme liberal menjadikan fungsi negara tak berfungsi sebagai pengurus dan penanggung jawab rakyat. Negara hanya hadir sebagai regulator dan fasilitator, namun tidak mampu mengambil tanggung jawab secara menyeluruh. Sistem kapitalisme justru mendukung penuh para kapitalis untuk menguasai produsen minyak goreng dari hulu hingga ke hilir.

Meski saat ini masih Indonesia menjadi produsen terbesar CPO, namun mayoritas dikuasai segelintir korporasi sehingga pasokan CPO dengan jumlah yang sangat besar sama sekali tidak bisa dinikmati oleh rakyat.
Kapitalisasi produsen minyak goreng menyebabkan kebijakan penetapan harga oleh negara tidak pernah berjalan efektif. Berapapun harga yang ditetapkan, fluktuasi harga tidak akan bisa dihindari karena mayoritas pasokan berada dalam kendali korporasi. Akibatnya distorsi distribusi yang memicu kenaikan harga tidak bisa dihindari. Inilah bukti bahwa kebijakan HET tidak pernah mampu menstabilkan harga pasar.

Penerapan sistem Islam secara menyeluruh melalui negara akan memberlakukan pula sistem politik yang mengharuskan kehadiran negara secara penuh sebagai pelayan dan pelindung rakyat. Negara tak sekedar regulator dan fasilitator semata. Namun, negara juga bertanggung jawab penuh baik tingkat produksi hingga konsumsi. 

Dalam menjamin penyediaan pasokan,  khalifah harus memastikan aktivitas produksi berjalan optimal, baik yang dilakukan oleh individu maupun negara. Produksi yang diperoleh akan diutamakan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, baik untuk konsumsi harian maupun untuk cadangan. Kelebihannya baru dimungkinkan ekspor. Dalam hal ini, Khilafah juga punya independensi untuk melakukan ekspor dan impor tanpa terikat kepada aturan-aturan internasional yang melanggar syariat dan merugikan. 

Untuk menjaga stabilisasi harga, negara akan menjamin proses distribusi jauh dari berbagai praktik distorsi seperti penimbunan, kartel, penipuan, dan sebagainya. Melalui kadi hisbah akan melakukan pengawasan ketat sehingga tidak terjadi praktik yang bisa merugikan siapa pun. Jika terjadi kenaikan harga, maka akan dilakukan intervensi pasar dengan menyelesaikan distorsi pada seluruh tata niaga dan menyuplai barang yang mengalami kelangkaan ke pasar sehingga terwujud stabilisasi harga secara alami. 

Negara tidak akan mengambil kebijakan pematokan harga karena hal ini diharamkan oleh Rasulullah saw. berdasarkan hadis riwayat Ahmad, Hakim, dan Baihaqi,
"Siapa saja yang melakukan intervensi pada sesuatu dari harga-harga kaum muslim untuk menaikkan harga atas mereka, maka adalah hak bagi Allah untuk mendudukkannya dengan tempat duduk dari api pada hari kiamat kelak".

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun