Jika dibandingkan dengan budaya barat, tentu saja sangat berbeda. Di dunia barat tidak mengenal adanya ewuh pekewuh. Yang berlaku disana adalah keterbukaan, bersikap apa adanya, dan mengatakan sesuai apa yang dirasakan. Sikap individualisme sangat kuat. Orang akan lebih mementingkan kepentingannya sendiri baik dalam urusan keluarga atau pekerjaan. Dengan sifat individual tersebut, maka persaingan antar individu menjadi kuat. siapa yang berani dia yang menang. Walaupun harus mengalahkan teman sendiri. Di barat hal tersebut adalah sikap yang dinilai fair.
Seorang atasan yang melihat bawahannya terlambat maka akan mendapatkan peringatan langsung tanpa ada unsur mempertimbangkan dia adalah teman sendiri, tetangga atau bahkan saudara. Hal ini menjadi prinsip profesionalisme. Dan orang yang ditegurpun tidak akan merasa ‘kok tidak mempertimbangkan perasannku sebagai saudaranya sendiri’. Ia akan bersikap profesional dan menerima teguran itu dengan baik.
Di negara barat juga terdapat budaya komunikasi secara langsung dan terbuka. Apa yang dilihat itulah yang dikatakan. Apa yang dirasakan itulah yang dikatakan. Pada sisi ini orang mengabaikan perasaan oranglain dan apa yang akan menjadi dampak dari perkataannya. Jika di Jawa , teguran itu membuat perasaan tidak nyaman, merasa malu dan merasa diperlakukan tidak baik . tapi di negara barat, hal ini hal biasa sehingga tidak menimbulkan dampak perasaan bagi yang ditegur. Misalnya ketika seorang rekan kerja mendapati baju rekan kerjanya tidak rapi, atau sepatu temannya kotor, maka jika dia ditegur ia akan merasa justru ini baik baginya. Karena dia bisa mengetahui apa yang luput dari perhatiannya dan ternyata hal tersebut tidak baik bagi dirinya dan juga tempat kerjanya.
Dalam dunia kerja yang mengedepankan sikap profesionalisme, budaya dunia barat menjadi baik. Orang akan berkompetisi secara fair. Persaingan meraka berdasarkan kemampuan yang ssebenarnya. Dengan sistem seperti ini, siapapun yang menang akan dihormati dan diakui. Yang kalahpun akan bisa menerima bahwa dirinya memang tidak sekuat temannya yang menang.
Karena budayanya berbeda, dalam psikologi indegenous memang salah satu budaya tidak bisa menjadi ukuran bagi budaya lainnya. Masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan. Dalam budaya jawa, ewuh pekewuh ini akan menjadi baik karena sangat menghargai perasaan oranglain. Namun secara profesionalitas ini menjadi tidak baik. Berbeda dengan dunia barat, yang tidak mengenal budaya ewuh pekewuh ini. Semua berdasarkan relalita dan fakta. Maka dunia kerja akan lebih profesional. Â
Sehubungan dengan fenomena di atas, dengan melihat tantangan global seperti saat sekarang dimana dunia digital semakin kuat, yang akhirnya mempengaruhi  perubahan sosial. Dari generasi ke generasi mulai terbangun budaya baru yang terpengaruhi oleh budaya barat. Anak-anak milineal yang sekarang sudah memasuki dunia kerja, mulai meninggalkan budaya ewuh pekewuh. Mereka berpikir lebih logis daripada generasi sebelumnya. Mereka faham jika bekerja masih menerapkan budaya ewuh pekewuh, mereka tidak akan bisa bekerja secara profesional. Dunia kerja semakin menuntut adanya percepatan di semua bidang pekerjaan. Budaya pekwuh ini bisa menjadi hambatan dalam dunia kerja. Terlbih untuk saat ini, pekerjaan tidak hanya lintas global antar wilayah sebuah negara. Tapi dalam sebuah kantor atau pekerjaan, para pekerjanya sudah lintas negara. Sehingga semua pekerja dituntut untuk saling menyesuaikan diri, bersaing dengan pekerja dari luar negri dan berusaha memberikan kontribusi terbaik di pekerjaannya.
Jikapun masih ada budaya ewuh pekewuh dalam pergaulan dan juga dalam pekerjaan, media sosial sangat membantu untuk menjembatani hal ini. Misalnya jika seorang rekan kerja akan menegur rekan kerjanya yang berpakaian tidak rapi, atau sering terlambat. Jika disampaikan secara langsung sangat mungkin masih ada perasaan tidak nyaman. Namun dengan disampaikan elwat media sosial hal tersebut akan menjadi lebih nyaman, baik yang menegur ataupun juga yang ditegur. Untuk yang menegur, tinggal mencari kata-kata yang dianggap sopa, kemudian disertai minta maaf jika menyinggung perasaan. Setelah itu dikirm kepada yang ebrsangkutan, maka selesailah urusannya. Ia telah menyampaikan tegurannya melaui media sosial, mislanya whatshapp. Dan sebaliknya, bai yang ditegur hal tersebut membuatnya lebih nyaman karena tidak ditegur secara langsung bertatap muka. Jika ditegur secara langsung sangat mungkin ia akan malu sekali. Apalagi ada orang lain yang mengetahuinya. Â Dengan ditegur melalui media sosial, walaupun ia merasa malu tapi ia lebih nyaman karena tidak ada oranglain yang mengetahuinya. Karena hal ini sudah terjadi pada saat sekarang, maka sangat mungkin terjadi proses perubadaha budaya di Jawa akan ini akan diturunkan ke generasi berikutnya, yang bisa jadi prosesnya lebih masif daripada saat ini.
Apakah kita hanya bisa pasrah saja dengan proses ini sehingga budaya ewuh pekewuh akan semakin pudar dan lama kelamaan akan hooang dari budaya kerja Jawa?  Tentu saja tidak. Budaya ewuh pekewuh adalah hal yang baik. Tidak hanya dilingkungan kerja, tapi lebih kepada pergaulan sehari-hari. Budaya ini harus tetap dijaga dan dilestarikan sebagai sebuah warisan budaya yang baik dan menjadi ciri khas  karakter orang Jawa. Dalam ini peran orangtua dan guru sangat penting karena keduanya menjadi aktor langsung yang mendidik para generasi. Sehingga walaupun dunia digital semakin marak, namun anak-anak muda tetap menjaga adab, sopan santun, menghargai oranglain, mengaja perasaan oranglian dan juga menjaga kata-katanya agar tidak menyakiti oranglain. Dalam ini sebagai seorang muslim ini tidak hanya masalah budaya, tapi lebih jaub lagi ini adalah masalah adab kepada oranglain. Dengan bersikap baik, menjaga adab akan menjadikan perlikau kita terkontrol. Mampu menahan lisan, mampu menahan emosi. Dan situlah yang akan menjadikan adab ini menjaid nilai pahala. Masyaallah.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI