Mohon tunggu...
Farida Eka Putri
Farida Eka Putri Mohon Tunggu... Psikolog - Cerita dari ruang praktik psikolog klinis.

Clinical Psychologist, Graphologist, and Learners. Menulis saja dulu, suatu saat pasti berguna. Email: faridaekap@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Parenting Artikel Utama

Mengenal Gangguan Kurang Kasih Sayang Orang Tua

11 Februari 2023   11:26 Diperbarui: 12 Februari 2023   00:15 1188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi anak kekurangan kasih sayang (Sumber: thinkstockphotos)

Saya yakin setiap orang tua berdoa agar anak-anak mereka tumbuh menjadi anak yang sholeh/sholehah, sehat, cerdas, bermanfaat bagi dirinya sendiri, keluarga, masyarakat, nusa dan bangsa. Namun, dalam perjalanannya menjadi orang tua tidaklah mudah. Tidak mudah bukan berarti tidak bisa apalagi di zaman yang kaya akan informasi ini, semua bisa dicari dengan mudah hanya lewat satu genggaman, yak terima kasih untuk kecanggihan smartphone dan google.

Dengan kecanggihan smartphone dan google tersebut diharapkan orang tua modern belajar pola asuh yang tepat dan tidak lagi menerapkan ajaran orang tua masa lampau yang dirasa sulit memberdayakan anak di masa dewasanya. 

Orang tua perlu menyadari pola asuh sejatinya bertujuan untuk membentuk karakter anak menjadi mandiri dan mampu beradaptasi serta membina relasi yang sehat minim konflik dengan orang lain serta masyarakat luas sehingga mampu berkontribusi positif bagi sekitar. Bukankah sebaik-baiknya manusia adalah manusia yang bermanfaat?

Tulisan saya hari ini bukan mengajak untuk merenungi nasib Anda karena tidak mendapat pola asuh yang tepat dari kedua orangtua, namun tulisan ini bisa menjadi acuan ketika Anda diberikan kesempatan untuk menjadi orang tua maka jadilah sosok orang tua yang dahulu Anda pernah harapkan. Lalu bagaimana menjadi orang tua yang tepat? 

Saya juga tidak tahu dengan pasti teorinya untuk menjadi sosok orang tua yang tepat itu seperti apa. Sependek pengetahuan saya orang tua dituntut untuk terus belajar bukan merasa paling benar karena terlahir dan hidup lebih lama dibandingkan anak mereka.

Di ruang praktik, tak jarang saya mendengar tangisan seorang ibu sambil berkata, "Saya kurang apasih mbak? Saya sudah banyak berkorban untuk anak, tapi anak saya susah dibilangin, ngelawan terus." 

Atau celoteh seorang ayah, "Saya harus gimana lagi mbak? Habis anak saya kalau enggak dihukum gak mau ikutin perintah saya, padahal kan semua demi kebaikan dia juga? Betul kan mbak?"

Sayangnya bukan tugas saya untuk, "Nah betul pak", atau juga bukan kapasitas saya harus berkomentar, "Ibu bisa lebih sabar tidak mendidik anak? Bagaimana anak ibu mau nurut kalau ibunya saja emosian."   

Akan tetapi saya lebih senang memberikan pemahaman bahwa ada satu teori yang saya ketahui bernama Attachment Theory digagas pertama kali oleh Psikolog dari Inggris bernama John Bowlby menjelaskan bahwa attachment atau kelekatan merupakan hal yang penting dimana dapat mempererat hubungan emosional antara dua orang yang kuat dan abadi. 

Ikatan emosional ini menumbuhkan rasa nyaman dan aman dan bertahan cukup lama meskipun figur lekat tidak sedang berada di dekat anak. 

Diharapkan figur lekat ini adalah orang tuanya ayah dan ibu sehingga apabila anak telah memasuki masa remaja berlanjut masa dewasa ia tetap akan dapat membina relasi yang hangat dengan orang tuanya. 

Jadi saat ada keluhan anak saya melawan terus, saya akan kembali bertanya, "Selama ini Anda sosok figur lekat seperti apa untuk anak Anda?"

Kelekatan merupakan suatu hubungan yang didukung oleh tingkah laku lekat yang hangat serta responsif. Kelekatan anak dan orang tua tidak muncul secara tiba-tiba. 

Menurut Bowlby (1989) dan Cenceng (2015) menyatakan bahwa terdapat tiga pola/gaya attachment (kelekatan), yaitu:

Secure attachment (pola aman)

Anak percaya bahwa orang tua sebagai dasar yang aman selalu siap mendampingi anak. Dengan ini anak akan memiliki keberanian dalam mengeksplor lingkungan. 

Orang tua digambarkan sebagai sosok yang peka dan responsif, penuh cinta dan kasih sayang ketika anak membutuhkan perlindungan, dan selalu siap memberi bantuan ketika anak berada di situasi mengancam dan membahayakan.

Resistant attachment (pola melawan)

Anak menganggap orang tua tidak selalu ada dan responsif ketika anak membutuhkan bantuannya. Hingga anak mudah merasa cemas untuk berpisah dengan orang tua, cenderung bergantung, menuntut perhatian, dan merasa takut untuk mengeksplorasi lingkungan.

Avoidant attachment (pola menghindar)

Anak melakukan penolakan terhadap kehadiran figur lekat. Hal ini terjadi karena orang tua atau figur lekat selalu menghindar dari anak. 

Dan biasanya hanya hadir untuk intervensi anak secara satu arah minim diskusi. Sehingga menjadikan anak tidak percaya diri sebab tidak adanya respons saat anak mencari kasih sayang dari orang tua. Dengan ini anak akan menunjukkan ketidakamanan dengan menghindari orang tua.

Sebagai orang tua Anda perlu mengingat akan adanya hukum tabur tuai dalam kehidupan. Anda perlu berhati-hati dalam memberikan pengasuhan, karena setiap perbuatan yang dilakukan di masa kecil anak akan berdampak pada perkembangan psikologisnya di masa yang akan datang. 

Seperti misalnya sebagaiamana yang dijelaskan oleh Ainsworth (dalam Santrock, 2011) bahwa secure attachment pada tahun pertama akan memberikan pondasi dasar untuk membuat anak tumbuh menjadi individu dewasa yang berharga, memiliki tanggung jawab, percaya diri, dan ramah. 

Sebaliknya, orang tua dengan pola melawan (resistant attachment) sangat merugikan anak. Anak akan menjadi mudah frustrasi dan setelah dewasa mereka tidak memiliki rasa tanggung jawab dan mudah merasa takut untuk mengeksplor lingkungan. 

Adapun orangtua dengan pola mengabaikan (avoidance attachment) cenderung memiliki anak yang kurang bertanggung jawab, hal ini dikarenakan anak merasa bahwa pengawasan yang ketat dari orang tua sehingga timbul keinginan untuk melawan terus menerus demi mencoba hal yang dikekang tersebut. 

Pola asuh anak yang tepat akan tercapai apabila ayah dan ibu memberikan kesempatan kepada anak untuk mencoba berbagai hal untuk menunjang keterampilan hidupnya di masa kelak, memberikan perhatian dan kasih sayang yang aman, tetap mengontrol tindakan anak, dan memberikan teladan yang positif sesuai dengan norma agama dan norma sosial bermasyarakat. Dengan seperti itu doa-doa kesuksesan dunia-akhirat Anda akan mudah tercapai untuk anak. 

Happy parenting, never ending learning.

Daftar Referensi:

  • Bowlby, J. (1989). The role of attachment in personality development and psychopathology. In S. I. Greenspan & G. H. Pollock (Eds.), The course of life, Vol. 1. Infancy (pp. 229-- 270). International Universities Press, Inc. (Reprinted from American Journal of Psychiatry, 1987, Vol. 144; and from American Journal of Orthopsychiatry, 1982, Vol. 52).
  • Cenceng. (2015). Perilaku Kelekatan pada Anak Usia Dini (Perspektif John Bowlby). Jurnal Lentera. 70:141-153.
  • Santrock, John W. (2011). Life span development 13 th ed. McGraw-Hill, New York.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun