Mohon tunggu...
Farida Dewi Maharani
Farida Dewi Maharani Mohon Tunggu... Lainnya - Hidup sederhana berkecukupan

Bekerja untuk yang terbaik

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Sikap Presidensi G20 Indonesia di Tengah Konflik Rusia-Ukraina

9 April 2022   06:13 Diperbarui: 10 April 2022   01:41 2088
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Peserta delegasi negara G20 mengikuti rapat pertemuan "Trade, Industry, and Investment Working Group (TIIWG) G20. ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha/YU

Tantangan berat dan peluang emas Presidensi G20

Keberhasilan Presidensi G20 selain mengukur dari tujuan substansi juga mengukur aspek penyelenggaraannya, terutama kemampuan tuan rumah untuk dapat menghadirkan seluruh kepala negara dan kepala pemerintahan negara anggota G20.

Dengan kondisi konflik Ukraina Rusia saat ini, pekerjaan terberat Presidensi G20 ada dua yaitu; (1) menjaga keutuhan anggota G20 yang nyata-nyata memiliki kepentingan politik luar negeri yang berbeda dan adanya unsur keterikatan pada keanggotan negara blok dan non blok, (2) menjaga fokus tujuan utama G20 yang terancam gagal akibat perubahan fokus kepentingan politik setiap anggota G20.

Tumpuan terberat kini berada di pundak Kementerian Luar Negeri RI untuk menghadirkan kepala negara dan kepala pemerintahan anggota G20, tentu ini menjadi pekerjaan yang luar biasa. 

Kesulitan terbesar adalah karena secara eksplisit aktivitas dukung mendukung antar negara sangat terasa dan telah meluas menjadi konflik Amerika Serikat beserta sekutunya dengan Rusia.

Dalam kondisi tersebut kelincahan diplomasi Indonesia bermanover sangat menentukan posisi politik luar negeri Indonesia. Hal yang tidak kalah penting adalah bagaimana pemerintah mengelola isu konflik ini di dalam negeri agar masyarakat tidak terbawa dalam narasi konflik Rusia Ukraina.

Seperti diketahui terkait kehadiran Vladimir Putin dalam agenda puncak G20 saja sudah menimbulkan polemik di masyarakat, semisal Himpunan Mahasiswa Indonesia (HMI) yang menolak kehadiran Presiden Rusia dalam agenda G20, sedangkan Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) mendukung kehadiran orang nomor satu Rusia tersebut. Gejolak masyarakat yang terlalu menonjol tentu akan memberikan sinyal perspektif yang merusak posisi netral Indonesia.

Untuk menjaga kemaslahatan dunia, silent movement diplomatik Indonesia keseluruh anggota G20 menjadi penting. Pemerintah tidak perlu menanggapi detail desakan media asing dan domestik yang mencari informasi terkait upaya diplomasi Indonesia, media dan publik cukup memahami bahwa Indonesia tetap pada posisi netral untuk mencapai tujuan G20.

Masa-masa penting dan genting ini akan menjadi momen sejarah yang akan dikenang dunia, maka melakukan dan mempertimbangkan yang terbaik adalah hal yang masuk akal untuk dilakukan karena saat ini seluruh mata dunia tertuju pada Indonesia. (FDM)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun