Mohon tunggu...
Farida Dewi Maharani
Farida Dewi Maharani Mohon Tunggu... Lainnya - Hidup sederhana berkecukupan

Bekerja untuk yang terbaik

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Pangkas Birokrasi: Profesionalitas ASN Sebatas di Atas Kertas

18 Februari 2022   17:30 Diperbarui: 21 Februari 2022   07:20 1687
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi ASN. Foto: Firman Taufiqurrahmah/Kompas.com

Salah satu program prioritas Presiden Joko Widodo pada periode kedua pemerintahannya adalah melakukan efisiensi birokrasi dengan cara memangkas proses birokrasi yang berjenjang. Hal ini disampaikan saat pidato pertamanya sebagai Presiden RI periode 2019-2024 di Sidang Paripurna MPR, pada tanggal 20 Oktober 2019. 

Jokowi menilai salah satu penghambat investasi dalam negeri adalah proses birokrasi yang terlalu panjang dan berbelit, sehingga kala itu diharapkan eselonisasi pada instansi pemerintahan yang melakukan pelayanan ke publik hanya cukup sampai eselon 2 dan eselon 1.

Hal ini bisa dipahami agar pelayanan cepat maka birokrasi dipangkas, sehingga proses cross check dilakukan di tataran teknis fungsional dan persetujuan langsung kepada tingkatan eselon 2. 

Sejalan dengan itu,  secara bertahap kementerian lembaga didorong segera untuk mengimplementasikan program prioritas “efisiensi birokrasi” ini, tentu saja ini tidak semudah yang dibayangkan karena diawal sosialisasi gejolak di internal ASN juga terjadi.

Namun sejalan dengan waktu gejolak yang muncul di internal ASN dengan sendirinya meredup karena sudah tidak ada yang bisa dilakukan ketika aturan sudah ketok palu.

Kini, semua ASN adalah seseorang dengan jabatan fungsional tertentu. Setiap ASN mengemban tugas sesuai “kekhususan yang dipilih atau terpaksa di pilih”. 

Di periode transisi, ASN yang menjabat suatu kedudukan struktural eselon 3 dan 4 secara otomatis berpindah sebagai jabatan tertentu sesuai dengan jabatan struktural yang diemban terakhir. Setuju tidak setuju, ASN harus menerimanya jika tetap ingin mendapatkan keistimewaan “penyetaraan angka kredit”.

Bermula dari sinilah permasalahan profesionalitas ASN menjadi dipertanyakan. ketidak sinkronan antara kepentingan tujuan organisasai dan kepentingan individu terjadi. Jika sebelum menjadi Jabatan Fungsional Tertentu (JFT) mereka dapat fokus kepada tujuan organisasi, saat ini ketika ASN adalah seorang JFT maka ada kepentingan pribadi yang harus dipertahankan. 

Courtesy: koleksi pribadi
Courtesy: koleksi pribadi

Hal ini dipicu kewajiban ASN untuk dapat mengumpulkan angka kredit agar dapat memperoleh hak naik pangkat dan mempertahankan tunjangan kinerja. Logikanya, sampai tahap ini  seharusnya sudah sesuai dunk dimana profesionalitas PNS diukur berbasis pada kinerjanya. 

Yes, setuju, idealnya ASN menerima takehome pay mereka sesuai kinerja, bukan bagi rata tunjangan tapi beban tidak merata. Sama seperti buruh konveksi yang diberikan upah sesuai produk yang bisa diselesaikannya, misal menyelesaikan 4 potong baju maka dibayarkan seharga empat potong baju, bukan menerima sama dengan buruh yang bisa menyelesaikan 10 potong baju.

Namun kenyataan dilapangan, profesionalitas PNS diukur dengan kecukupan nilai dupak yang terkumpul. Dupak sendiri adalah Daftar Usulan Penetapan Angka Kredit berupa formulir usulan yang memuat data rincian kegiatan yang dilakukan oleh seorang pejabat fungsional. 

Dalam dupak sendiri tidak hanya mencantumkan daftar rincian saja, tapi wajib untuk menyertai bukti fisik bahwa memang butir kegiatan tersebut benar-benar dikerjakan oleh seorang ASN. 

Artinya melalui Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 17 Tahun 2021 tentang Penyetaraan Jabatan Administrasi Ke Dalam Jabatan Fungsional mewajibkan mayoritas ASN sebagai jabatan fungsional tertentu untuk rutin berjibaku dengan Dupak dan bukti fisik yang sifatnya sangat administratif.

Indeks Profesional ASN

Kita coba tilik kembali dengan aturan lain yang mengatur terkait profesionalitas ASN. Mengacu kepada peraturan Badan Kepegawaian Negara Nomor 8 Tahun 2019 tentang Pedoman Tata Cara dan Pelaksanaan Pengukuran Indeks Profesionalitas Aparatur Sipil Negara disebutkan bahwa standar profesionalitas ASN adalah kriteria yang digunakan untuk mengukur tingkat profesionalitas ASN yang mencakup dimensi kualifikasi, kompetensi, kinerja, dan disiplin.

Selanjutnya dalam pasal 6 ayat 2 diperjelas bahwa setiap dimensi dalam standar profesionalitas ASN  harus memiliki bobot, deskripsi, dan indikator sebagai satu kesatuan dari standar profesionalitas ASN.

Kemudian kita coba lihat bagaimana syarat administratif Dupak yang diwajibkan bagi pegawai JFT apakah sinkron dengan dimensi kinerja yang tertuang dalam peraturan BKN No 8 tahun 2019.

Dalam peraturan BKN tersebut, Pasal 9 ayat 1 disebutkan bahwa dimensi kinerja digunakan untuk mengukur data/ informasi mengenai penilaian kinerja yang dilakukan berdasarkan perencanaan kinerja pada tingkat individu dan tingkat unit atau organisasi dengan memperhatikan target, capaian, hasil, dan manfaat yang dicapai serta perilaku PNS.

Dalam Dupak sendiri mencoba menterjemahkan definisi ini dengan sangat administratif sekali yang hanya seolah menggambarkan "hasil" perorangan belum secara matang mempertimbangkan target, capaian dan manfaat pada instansi. Kenapa? Karena untuk dapat mengklaim angka kredit dan membuktikan "hasil" tersebut ASN JFT harus berjibaku dengan berkas-berkas disposisi, surat tugas dan format standar buku pedoman JFT. 

Ketika ditengok lebih dalam angka kredit dari setiap point pekerjaan utama pun sangat sangat kecil sekali, kisaran 0.01-0.08 atau paling tinggi ditingkat madya 0.15. Bisa dibayangkan berapa banyak bukti yang dikumpulkan ketika seorang JFT ditargetkan dalam 1 tahun mengumpulkan angka kredit minimal 35. Dan berapa lama waktu yang harus diluangkan untuk mengunpulkan bukti-bukti angka kredit tersebut.

Profesionalitas Yang Tersandra

Amanah Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 17 Tahun 2021 tentang Penyetaraan Jabatan Administrasi Ke Dalam Jabatan Fungsional sebenarnya sangat mulia, inovatif, dan sesuai tuntutan jaman yang membutuhkan kecepatan pelayanan pemerintah, hanya saja dalam implementasi pengukuran JFT perlu ditinjau kembali.

Tinjauan implementasi ini menjadi penting, minimal dengan mempertimbangkan hal yang sangat mendasar: (1) ASN adalah mahluk sosial yang membutuhkan waktu untuk kehidupan sosialnya, rasa-rasanya menjadi tidak sepadan ketika waktunya habis hanya untuk mengumpulkan bukti fisik yang terlalu menjelimet sesuai pedoman. (2) Produktivitas ASN apakah akan maksimal ketika harus mengejar target organisasi dan target pribadi dalam waktu bersamaan. Disaat mengejar tujuan perusahaan yang membutuhkan konsentrasi tenaga dan pikiran, disaat bersamaan juga  JFT harus menguras konsentrasi dan pikiran untuk membuat pelaporan bukti fisik.

Belum lagi ritme bekerja di pemerintahan saat ini terus didorong untuk lebih cepat dalam melayani publik, setiap pribadi ASN JFT harus wajib mengikuti ritme tersebut tapi sayang harus tersandra dengan pelaporan bukti fisik yang administratif. Ibarat orang yang hendak berlari cepat namum ada beban dikaki yang membuat orang tidak bisa berlari.

Hal yang sangat manusiawi, ketika setiap ASN JFT berpikir "selamatkan diri masing-masing", karena sekeras apapun ASN bekerja untuk tujuan instansi dimata hukum tidak dapat diakui jika unsur-unsur ketetapan dalam hukum tersebut tidak dipenuhi. Bayangkan apa yang terjadi ketika dalam suatu organisasi masing-masing individu bekerja sendiri untuk memenuhi target pelaporan Dupak dan angka kredit. 

Target profesionalitas ASN dalam pelayanan akan sulit dicapai, implementasi saat ini jauh panggang dari api, karena target profesionalitas saat ini hanya sebatas administratif diatas kertas. Belum lagi mengejar dimensi profesionalitas ASN lain berupa kompetensi dan kualifikasi tentu juga akan sulit dipenuhi oleh seorang ASN JFT.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun