Insiden jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ 182 pada 9 Januari lalu menjadi insiden pesawat pertama yang terjadi di tahun 2021. Namun, Â insiden tersebut tentu bukan menjadi insiden pesawat jatuh pertama di Indonesia. Tercatat setidaknya terdapat 153 inisiden pesawat jatuh di Indonesia dengan total 3.039 korban meninggal sejak tahun 1946 hingga 2020. Adapun Indonesia sendiri juga sempat mengalami masa buruk ketika mengalami tujuh kecelakaan penerbangan di tahun 2009 dan enam insiden pada 1988 (CNN Indonesia).
Maraknya inisiden pesawat jatuh tentu mengundang pertanyaan sendiri tentang apa yang sebenarnya menjadi akar dibalik maraknya kecelakaan tersebut. Insiden pesawat jatuh yang terjadi tentu bukan disebabkan faktor alam semata. Umumnya, terdapat 3 faktor utama yang dapat memicu terjadi kecelakaan penerbangan, yakni: faktor cuaca (alam), faktor teknis, dan juga faktor kesalahan manusia (human error). Namun, berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa penyebab dominan kecelakaan penerbangan di Indonesia adalah faktor kesalahan manusia yang presentasenya mencapai 60 persen.
Berdasarkan data inisiden kecelakaan pesawat pada 10 negara di ASEAN, Indonesia menempati posisi terendah dalam level keselamatan penerbangan. Bahkan, Federan Aviation Administration (FAA) Amerika Serikat, menempatkan keselamatan penerbangan Indonesia pada level 2 atau di bawah standar  kategori International Aviation Safety Assessment (IASA). Adapun dalam kategori kecelakaan pesawat di dunia, Indonesia menempati posisi ke-8 sebagai negara yang paling sering mengalami insiden pesawat jatuh.
Kembali pada insiden yang menimpa Pesawat Sriwijaya, tepat setelah sebulan pasca terjadinya insiden tersebut, Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) pada 10 Februari 2021 ini resmi mengeluarkan preliminary report sebagai laporan awal terkait insiden yang menimpa Sriwijaya tersebut. Adapun berdasarkan hasil investigasi KNKT, diketahui bahwa KNKT menduga adanya kesalahan pada autothrottle dan permasalahan mesin lah yang menjadi penyebab pesawat Sriwijaya Air SJ-182 terjatuh. Namun, saat ini KNKT belum memberikan rekomendasi terkait hasil investigasi sementara tersebut.
KNKT sebagai Lembaga Independen
Pembentukan Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) melalui  Keputusan Presiden Nomor 105 Tahun 1999 pada hakikatnya adalah untuk mengantisipasi perkembangan penyelenggaraan transportasi serta sebagai upaya untuk mewujudkan transportasi yang aman, selamat, lancar, tertib dan teratur sesuai dengan ketentuan nasional dan internasional.
Sebelum tahun 2012, KNKT merupakan lembaga non struktural pada lingkungan Departemen Perhubungan yang berada di bawah serta bertanggung jawab langsung pada Menteri Perhubungan. Akan tetapi, sejak diberlakukannya Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2012, KNKT resmi menjadi lembaga independen dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Namun, dalam menjalankan tugasnya diperlukan koordinasi dengan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) sebagai lembaga yang membidangi sektor transportasi Indonesia.
Adapun selama 22 tahun berdiri, KNKT telah banyak memberi rekomendasi terkait keselamatan transportasi, utamanya dalam bidang penerbangan. Namun, rekomendasi yang diberikan tersebut seringkali tidak dijalankan oleh para stakeholders terkait. Terlebih, Kemenhub sendiri diketahui paling sedikit menjalankan rekomendasi yang diberikan oleh KNKT. Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Nurcahyo Utomo selaku Ketua Sub Komite Invesitigas Penerbangan pada Desember 2019 lalu. Tercatat bahwa 90-100 persen rekomendasi kecelakaan transportasi udara telah dilaksanakan oleh maskapai penerbangan. Sedangkan  Kemenhub sebagai pihak regulator sendiri hanya menjalankan 70 persen rekomendasi yang diberikan KNKT. Hal ini dikarenakan KNKT tidak memiliki daya paksa untuk menekan lembaga atau instansi terkait agar menjalankan hasil rekomendasi, serta tidak memiliki kewenangan eksekusi.
Salah satu bentuk kelalaian Kemenhub dalam menjalankan rekomendasi yang diberikan KNKT dapat kita lihat pada  kecelakaan yang menimpa Pesawat AirAsia QZ8501 pada 2014 silam. Terhadap hal ini, Komisi V DPR-RI menyatakan bahwa salah satu faktor terjadinya kecelakaan tersebut ialah lantaran Kemenhub  tidak menjalankan rekomendasi yang diberikan. Padahal, KNKT sebelumnya telah memberikan hasil investigasi 10 kecelakaan pesawat terakhir di mana hal tersebut seharusnya dapat menjadi bahan evaluasi Kemenhub.
Jika ditinjau secara kelembagaan, pembentukan lembaga independen di Indonesia seringkali didasari oleh krisis kepercayaan terhadap lembaga-lembaga negara yang telah ada sebelumnya. Pembentukan lembaga atau komisi independen juga dimaksudkan untuk menciptakan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) dengan mendorong kemandirian dan kecepatan lembaga dalam bertindak, sehingga terhindar dari perilaku koruptif. Perubahan status KNKT menjadi lembaga independen tentu diharapkan dapat mempercepat proses evakuasi, evaluasi, serta pemberian rekomendasi guna menunjang keselamatan transportasi di Indonesia. Selain itu, perubahan status KNKT sebagai lembaga independen tentu dimaksudkan untuk mengindari terjadi konflik kepentingan (conflict of interest) serta tumpang tindih dalam investigasi kecelakaan.
Namun, apabila dibandingkan dengan kewenangan yang dimiliki oleh komisi independen lainnya di Indonesia, KNKT dapat dikatakan sebagai komisi yang paling lemah. Ketiadaan kewajiban untuk melaksanakan rekomendasi yang diberikan KNKT membuat tidak adanya tindak lanjut terhadap hasil temuan yang seharusnya dapat dijadikan bahan evaluasi guna mencegah terjadinya kecelakaan.