Marah, geram, jengkel, dan kecewa, itu lah yang diutarakan Presiden Jokowi saat menggelar Sidang Kabinet Paripurna di Istana Negara 18 Juni 2020 lalu.
Pada sidang tersebut, Presiden dengan nyata menyampaikan kekecewaanya terhadap para menteri yang dinilai tidak memiliki sense of crisis.
Presiden kecewa lantaran para menteri tidak memiliki kepekaan dan kepedulian di tengah situasi darurat penyebaran Pandemi Covid-19 saat ini.
Kinerja para menteri kemudian dinilai jauh dari harapan. Beberapa yang menjadi sorotan ialah kinerja Menteri Kesehatan dan Menteri Sosial.
Sebagaimana disampaikan Jokowi pada pidatonya, bahwa dari Rp 75,3 Triliun anggaran kesehatan yang tersedia, anggaran yang terserap baru sejumlah 1,53 persen.Â
Namun, kemudian hal tersebut dikoreksi oleh Kementerian Keuangan yang menyatakan bahwa anggaran pemulihan ekonomi untuk sektor kesehatan baru terserap sebesar 4,68 persen.
Adapun terkait dengan kinerja Kementerian Sosial, Jokowi menilai bahwa serapan anggaran untuk perlindungan sosial dan penyerahan bansos masih terlalu minim, bahkan cenderung tidak optimal. Tidak hanya itu, pelaksanaan stimulus ekonomi juga tak luput dari perhatian Jokowi.Â
Ia menyayangkan kerumitan prosedur birokrasi di pusat yang menyebabkan anggaran untuk stimulus ekonomi tertumpuk dan belum dapat tersalurkan dengan optimal pada sektor UMKM.Â
Padahal sebelumnya Jokowi telah mengeluarkan Perppu Nomor 1 Tahun 2020 yang bertujuan untuk memberi stimulus ekonomi di tengah penyebaran Pandemi Covid-19.
Atas hal tersebut, Jokowi kemudian tak segan-segan menyatakan untuk melakukan pembubaran lembaga atau bahkan merombak kabinet (reshuffle). Pembentukan Perppu pun juga akan dilakoni jika memang hal tersebut dibutuhkan. Adapun Jokowi mengklaim hal tersebut sebagai bentuk pengorbanan reputasi politik demi kepentingan rakyat dan negara.
Kini, sudah hampir berjalan sebulan pasca ancaman tersebut diserukan Jokowi pada Juni lalu. Namun, desas-desus perombakan kabinet belum terdengar kembali di khalayak publik.