Zaman begini, makin banyak orang stres dan depresi. Tambah lagi gampang emosi dan arogan. Alhasil, makin banyak orang gemar flexing. Mudah membenci, iri, marah, hingga menganiaya orang lain. Atas nama sendiri atau kelompok, lalu gergunjing atau tawurn. Itu semua, bisa jadi sebabnya karena kekurangan selera humor. Hilangnya rasa untuk tertawa, tidak ada lagi kesadaran untuk terhibur atau menghibur. Sense of humor yang telah hilang.
Selain meningkatkan kualitas ibadah, ada baiknya bulan puasa digunakan untuk memperkuat selera humor. Agar lebih rileks dalam hidup. Tidak mudah stres apalagi depresi. Muhasabah diri untuk memanggil kembali selera humor yang sempat hilang. Seperti kata orang bijak, "apa pun dalam hidup jadi lebih indah bila dihadapi dengan humor. Dengan tawa ceria asal tulus. Bukan mentertawakan".
Humor dan tertawa bisa jadi aktivitas yang paling menyenangkan. Karena tanpa tawa, hidup siapa pun rasanya hambar dan membosankan. Humor bukan saja murah. Tapi pasti ada pada setiap orang. Lagian, tidak semua hal harus dihadapi dengan serius. Toh, apa yang terjadi di dunia ini sudah dalam skenario-Nya. Rezeki pun tidak akan pernah tertukar. Jadi. jangan tinggalkan humor jangan lupa tertawa minimal senyum. Itulah substansi literasi humor.
Â
Kadang, hidup itu sendiri sebuah humor. Lucu dan bisa ditertawakan. Ada yang kerja keras tapi tidak kaya-kaya. Ada yang tidak kerja sama sekali tapi tetap bisa hidup. Jadi tetaplah bersahabat dengan humor. Â Katanya lagi, humor itu bikin sehat. Bisa mengusir stres. Tertawa pun dianggap bisa menambah umur. Selain bertambah teman, humor pun dapat mengusir perbedaan. Karena tawa itu milik bersama. Tanpa peduli partainya apa, presidennya siapa atau alirannya apa? Humor itu bikin bersatu dan damai. Maka, Indonesia pun butuh humor.
Seperti kemarin sore, saat keliling mencari takjil buka puasa. Setelah membeli gorengan, saya pun membeli es campur. Untuk melegakan rasa haus. Kebetulan yang jualan seorang cewek cantik. Maka terjadilah dialog, antara saya dna si cewek penjual es campur di pinggir jalan:
Saya: Mbak, pesen es campur-nya satu dong...
Penjual es: Iyaa Mas, sebentar ya .... (sambil siapkan mangkok)
Saya: Ehh Mbak, maap ya. Es campur-nya boleh dipisah gak?
Penjual es: Lahh, emang kenapa dipisah Mas? (tampang agak kesel, kok es campur dipisah)