Masih ingatkah kita tagline membangun indonesia dari pinggiran yang diusung oleh Jokowi -- Yusuf Kalla pada periode 2014-2019, tagline itu masih memiliki efek hingga saat ini jika dikorelasikan dengan proses perencanaan pembangunan sebuah desa, sebab mendesain sebuah desa yang memiliki karakteristik yang berdeda mestinya memerlukan seorang aktor yang memiliki peran kompotensi yang mumpuni.
Kini kabupaten Halmahera Selatan, sebuah kabupaten yang memiliki luas wilayah terbesar, jumlah penduduk terbanyak, mempunyai APBD tertinggi, serta mempunyai kecamatan dan jumlah desa terbanyak di provinsi maluku utara, masyarakat lokal memberi predikat semua "ter" banyak, "ter" besar, "ter" tinggi dari 10 kabupaten dan kota di maluku utara ada di Halmahera Selatan.
Namun dari semua predikat "ter" ini, apa yang bisa di ceritakan tentang keunikan atau sebuah prestasi yang diangkat dari level desa atau pinggiran khususnya skala lokal provinsi maluku utara, sebaiknya kita jangan terburu-buru menciptakan alur cerita tentang desa berprestasi dan desa unggulan, tenyata desa kita masih biasa saja belum nampak aura potensialnya, terkadang kita terlalu optimis menyebutnya desa maju dan unggul atau predikat lainnya  sehingga membuat terkagum kagum orang yang mendengarnya.
Ternyata dari predikat tersebut mampu menghipnotis para calon kepala desa yang  akan mengikuti dan meramaikan pesta demokrasi yang meriah meskipun hanya di level desa, yakni pemilihan kepala desa secara serentak.
Ibarat buah durian yang sudah matang baunya sangat menyengat cepat tercium aromanya, saat mengijakan kaki di pelabuhan Babang dan menuju pusat ibu kota Labuha dari sepanjang jalan terpasang baliho para calon kepala desa yang berfariasi dari ukuran terkecil hingga yang paling besar dan memiliki narasi yang beragam beserta foto-foto yang semakin menarik jika dilihat dari sudut pandang yang berbeda.
Bentuk pencitraan diri seperti ini sudah lumrah, bahkan dipraktekkan oleh seorang calon Presiden hingga pada level calon kepala desa, dari pusat hingga daerah dominan memiliki praktek yang sama. Layaknya mempromosikan personal branding yang memiliki target bagi konstituen agar benar-benar mengenal lebih dekat dengan calon kepala desa yang nantinya akan menjadi pilihannya.
Namun pencitraan diri seperti ini bukan saja dilakukan melalui media promosi baliho, tetapi lebih menarik lagi adalah pencitraan yang dilakukan melalui media digital, beberapa caption yang berseliweran pada akun-akun media sosial menunjukan identitas diri seorang calon kepala desa yang diharapkan mampu menarik simpatisan masyarakat agar bisa terpilih menjadi kepala desa. Â Â Â
Mari sejenak kita melihat kembali profil 249 desa di kabupaten Halmahera Selatan yang dominan berada di pesisir pantai, mata pencaharian masyarakat bertumpuk pada dua sektor yakni, pertanian dan perikanan, yang mana sektor perikanan merupakan salah satu sektor unggulan pada beberapa tahun sebelumnya, namun yang menarik adalah saat ini Halmahera Selatan rerata setiap desa memiliki program dan kegiatan sudah mulai bergeser dari dua sektor ini.
Dalam pencitraan diri para calon kepala desa ini sebaiknya telah memiliki desain program-program unggulan yang akan menjadikan magnet bagi konstituennya, sebab desa yang memiliki status maju awalnya telah mampu mengidentifikasi potensi desa yang menjadi produk unggulan.
Apakah seluruh desa di Halmahera Selatan telah memiliki produk unggulan desa? Â produk unggulan yang dimaksud adalah hasil produk unggulan desa yang telah melewati analisis/kajian para ahli di bidangnya, disertai dengan dokumen analisis serta di perkuat oleh regulasi daerah sebagai bentuk keabsahan daerah bahwa masing-masing desa telah memiliki produk unggulan desa. Sehingga diharapkan dalam pengalokasian dana desa telah memiliki output dan outcome yang benar-benar memiliki efek manfaat terhadap masyarakat serta tepat sasaran.
Bagaimana dengan desa yang telah menentukan produk unggulan tanpa melalui sebuah tahapan kajian secara akademis maka imbasnya akan memberikan pengaruh besar pada desaint dokumen perencaaan dan penganggaran desa. Hal ini yang sering diabaikan oleh kepala desa terpilih sehingga evaluasi yang dilakukan tidak mampu mengukur persentasi capaian keberhasilan dari dana desa yang telah dialokasikan setiap tahun.
Momentum pilkades serentak 2022 ini, adakah calon kepala desa dari 249 desa di Halmahera Selatan yang mampu melakukan pencitraan dengan menyajikan narasi dan konten tentang  produk unggulan desa yang tentunya telah melalui sebuah kajian dan mampu melakukan kolaborasi dengan marketplace nasional, sehingga menjadi pencitraan yang berdampak positif bagi konstituennya kelak.
Kini publik menanti sambil berharap dari hasil pemilihan kepala desa tahun ini akan mencetak pemimpin - pemimpin di desa yang memiliki kompotensi hard skill dan soft skill serta mampu membawa perubahan besar bagi desanya sehingga tagline membangun dari pinggiran akan menjadi starting point untuk membangun Indonesia seutuhnya. Selamat berkompetisi !
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H