Iftitah
James Volay adalah seorang jurnalis yang tewas dibantai. Peristiwa pembantaian Volay direkam dan diunggah ke youtube. Sementara itu ratusan perempuan dan anak kecil dari etnis Yazidi Suriah meregang nyawa saat dikubur hidup-hidup. Bahkan lebih dari 150. 000 muslim tewas dibunuh oleh kelompok muslim ekstrimis itu di Iraq dan Suriah (Muhammad, 2014: 43).
Kelompok muslim ekstrimis itu menamai dirinya ISIS, singkatan dari Islamic States of Iraq and Syiria. Mereka berkeinginan mendirikan negara ISIS di wilayah Iraq dan Suriah. Namun usaha mereka untuk mewujudkan keinginannya itu amat jauh dari nilai-nilai keislaman itu sendiri, bak panggang yang jauh dari api. Misalnya, menganggap kafir orang lain di luar anggotanya, sehingga halal dibunuh, bahkan sesama muslim pun ia penggal kepalanya.
Dalam acara ILC (Indonesia Lawyers Club) K.H. Hasyim Muzadi mengatakan bahwa, akar penyebab terjadinya aksi radikal dan teror adalah takfir ghuluw, yaitu berlebih-lebihan dalam menvonis kafir terhadap sesama muslim (TV One, akses 24/03/2015). Berlebih-lebihan yang dimaksud adalah menvonis kafir secara serampangan, padahal belum cukup syarat dan masih ada mani' atau penghalangnya menurut agama (Taqiyuddin, 2013: 20).
Mirisnya, perilaku takfir ghuluw yang merupakan ekspresi dari sikap ekstrem itu terus menjangkiti umat Islam, termasuk umat Islam Indonesia, bahkan sampai kepada bentuk-bentuk sederhana. Contohnya, perihal Maulud Nabi, ada yang mengamalkannya dan ada yang tidak. Keduanya tidak salah selagi mempunyai landasan kokoh yang bisa dipertanggungjawabkan keabsahannya.Â
Masalah akan muncul apabila satu kelompok memaksakan pemahamannya kepada orang lain, kemudian mencap kafir jika tidak mengikuti pemahamannya tersebut. Hal serupa juga terjadi dalam masalah tahlilan, qunuth, basmalah dalam salat dan setumpuk perihal lainnya. Padahal kesemunya itu adalah ikhtilaf yang mesti berlapang hati dalam menyikapinya.Â
Meskipun dalam bentuk sederhana, perilaku tersebut akan menjadi embrio-embrio subur aksi radikal dan teror, seperti yang dilakukan ISIS di atas. Jika ini terus berlanjut maka akan menyulut konflik sesama muslim. Tentu ini sangat berbahaya bagi umat Islam dan Islam itu sendiri. Jika konflik tersebut terjadi dalam skala yang lebih besar, maka berpotensi melahirkan perang saudara yang mengerikan, seperti yang sudah terjadi di Mesir, Iraq dan Suriah. Sangat memilukan bila itu juga terjadi di negeri seribu pulau ini.
Umat Islam harus segera berbenah, belajar dari peristiwa berdarah yang sudah terjadi di Timur Tengah. Jika terus menyebarkan virus takfir ghuluw ini, maka ibarat bom waktu, konflik yang berujung pada perang saudara juga akan terjadi di negeri ini.Â
Oleh sebab itu, membangun paradigma wasathiyah adalah solusi yang ditawarkan al-Qur'an untuk mengobati penyakit berbahaya ini. Namun sebelum menjelaskan paradigma wasathiyah tersebut, Penulis akan memaparkan terlebih dahulu data fenomena ekstremisme yang berujung pada aksi-aksi radikal.
Dari Ekstrimisme ke RadikalismeÂ
Perilaku takfir ghuluw yang telah penulis paparkan di atas akan melahirkan muslim yang ektrem, ekstrem dalam pemahaman dan ekstrem dalam bertindak. Membenarkan pemahamannya sendiri atau kelompoknya, kemudian mencap kafir muslim lain di luar kelompoknya. Tentu sudah sangat sharih perilaku ini bertentangan dengan nilai-nilai Islam yang rahmatal lil 'alamin, rahmat bagi seluruh alam. Seharusnya seorang muslim menjadi penyalur energi rahmat itu ke seluruh alam, bukan malah menyebar kebencian, permusuhan, pembunahan dan aksi-aksi teror.