Mohon tunggu...
Farichatul Jannah
Farichatul Jannah Mohon Tunggu... Freelancer - Blogger
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Ingin lebih banyak lagi belajar apa yang belum saya ketahui

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Dear Pak Menag, Kalau Aku Jadi Bapak

3 Agustus 2018   23:29 Diperbarui: 4 Agustus 2018   01:47 537
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi infografis http://onesulsel.id

Pak Menag yang dirahmati Allah. Entah mengapa saat mendengar kata hoaksks aku lantas teringat pada Mama. Yes, Mama orang tua separuh baya, seumuran dengan Bapak gitulah, ibu-ibu jaman milenial, Ibu-ibu demen pengajian yang "baru" bisa pegang smartphone. Dikit-dikit share info-info gak jelas di group WA. Lalu kalau ketemu ngobrolin apa yang sedang happening di group WAnya sama temennya. Yang merasa sudah "keren" kalau udah ikut-ikutan nyebarin info yang katanya "bermanfaat".

Yang paling membuatku tercengang  Pak, Mama bergabung dengan komunitas-komunitas keagamaan melalui group WA dan sampai bisa ikutan demo. Iya, Mama yang udah tua itu ikut demo hanya berdasarkan solidaritas tanpa tau apa yang sebenarnya dilakukan. MasyaAllah Pak.... Harus dari mana aku mulai bicara sama Mama.

Sampai suatu saat perlahan-lahan aku bilang ke Mama, kalau semua yang ada di Group WA, di face book apa yang dibilang orang itu belum tentu benar.  Mama jangan asal percaya, harus cek ricek dulu. Bisa jadi itu taktik Ma buat kita supaya pada saling benci dan bla bla bla.

Dari hal paling kecil dan dekat inilah kemudian aku tarik nafas panjang dan berandai-andai Pak. Jika aku menjadi Bapak, menjadi Menteri Agama aku akan berantas Hoaksx dari sarangnya.

PERTAMA: Menag Membumi dengan Ibu-Ibu kelompok Keagamaan

Mengapa kelompok Ibu-ibu? Seperti bapak tau Dalam hadist Rosulullah saw menyatakan bahwa "Wanita adalah tiang negara, jika baik wanitanya maka baiklah negaranya dan jika rusak wanitanya maka rusak pula negaranya"  . Lihat sebegitu besarnya peran wanita dalam sebuah negara.

Nah aku terpikir agar menteri agama masuk pada denyut nadi negara ini di bagian 'wanita' tiang negara. Yups aku sebagai menteri agama akan masuk ke lini Ibu-ibu kelompok keagamaan. Aku yakin setiap agama pasti punya perkumpualnnya bagian wanitanya. Karena aku beragama Islam jadi aku taunya di agama Islam ada Ibu-Ibu pengajian yang punya power cukup besar di Indonesia ini.

Apalagi sebentar  lagi Pil Pres. Kabar palsu berbasis agama buat #Pilpres2019 harus kita waspadai, khususnya buat yang hobi berbagi di WA.

Aku akan buat penyuluhan atau sekedar merasuk pada kelompok keagamaan ini baik di dunia nyata maupun online untuk memberitahukan apa yang harus kita saring saat menerima informasi. Dan tidak lantas berbangga menyebarkan info-info gak jelas.

Karena perkumpulan kelompok keagamaan Ibu-Ibu ini adalah sasaran empuk hoaks. Benar-benar membumi pada Ibu-Ibu perkumpulan keagamaan ini untu mendidik bagaimana menyikapi hoaks dengan pertama, mengklarifikasikannya dengan sang penyebar. Kedua, klarifikasikan dengan pihak2 terkait dalam isu hoaksx tersebut. Dan ajak mereka untuk Stop menyebarkan hoaksx! Mari lawan hoaksx!

KEDUA : Gawat! Bisa Baca "Yasin" aja di anggap Ustad/ustadzah

Lalu soal pemuka agama. Perlu Pak Menteri Agama tau, bahwa di lini paling dasar masyarakat Indonesia ini, apalagi di Jakarta menjadi ustadzah atau ustad itu gampang sekali. Bisa baca Yasin (terbata-bata) aja sudah dipanggil ustadz atau ustadzah.

Hallooo Pak Menteri please kali-kali datang ke pengajian-pengajian kecil di Jakarta please.  Huhuhu sebagai alumni pesantren aku sedih. Aku pengen membenarkan pengen bicara tapi apalah aku tak punya kekuasaan pak. Beda kalau aku jadi bagian dari Menteri Agama mungkin langsung di denger sama ibu-ibu ini.

Lalu entah mengapa pak menteri,  aku teringat saat aku dulu mondok di MAKN Surakarta. Setiap kelas 2 MAKN seluruh nya diwajibkan mengadakan camping dakwah Ramadhan. Jadi selama sebulan penuh, santri santriwati MANK tinggal di desa yang dianggap agamanya minim. Melakukan kegiatan sosial, kesehatan, pendidikan sampai kegiatan keagamaan. Tentu di bawah bimbingan ustad dan ustadzah yang kompeten.

Kami mengajar mengaji untuk anak-anak sampai Ibu-Ibu, kami menggerakkan pemuda desanya, menggenjot mereka dari pengetahuan umum sampai mengaji agar saat kita pergi mereka bisa mengajarkan kembali ke anak-anak di desanya juga.

Nah, pak menteri.. Kalau aku jadi menteri agama, aku akan kerahkan anak-anak sekolah dari masing-masing agama di Indonesia ini untuk langsung turun terjun ke masyarakat untuk membimbing agama-agama di setiap daerah sesuai agamanya. Untuk mengamalkan ilmu yang mereka dapatkan di sekolah kepada masyarakat. Untuk menguatkan pengetahuan agama masing-masing.

Atau menerjunkan anak-anak Pondok Pesantren atau alumninya ke masyarakat agar tidak ada lagi ustad atau ustadzah "Yasin" yang hanya bisa baca Yasin aja sudah diminta masyarakat untuk mengisi pengajian sehingga ilmu yang disampaikannya pun, ya begitulah pak.

Masalahnya pak, kadang momen keagamaan, katakanlah pengajian ujung-ujungnya dimanfaatkan untuk mengangkat hoaks. Nah kalau saja ustadz ustadzahnya tau benar soal agama, jika pemuka agamanya tau betul tentang agama, mereka tidak akan membakar isu agama, melainkan memadamkannya.

Masa depan bangsa dan agama ditentukan oleh pemuda masa kini, , young today is Leader Tomorrow, pemuda hari ini adalah pemimpin di masa yang akan datang.

Dengan menerjunkan anak muda yang sudah menimba ilmu agama yang semangatnya masih membara ilmunya masih melekat di otak, aku rasa anak muda juga punya power untuk memberikan pengertian pada masyarakat dan Ibu- Ibu kelompok keagamaan menangkal hoaksx.

KETIGA: Pilih Pengisi Acara Program Keagamaan yang Paham Betul Agama

Pak, bapak ingat kasus viral ustadzah yang salah nulis ayat Al-Qur'an?  Atau kasus viral ustadzah tentang Islam Nusantara? Entah mengapa ya pak saat aku baca berita itu pikiran aku langsung melayang dan menduga dalam hati saja, pasti ini yang milih ustadzahnya produsernya atau kru acaranya gak paham betul soal agama.

Karena biasanya kru atau produser yang paham betul soal agama dia akan memilih narasumber yang kompeten pula. Apalagi soal agama. Apalagi ini disiarkan TV Nasional yang entah berapa juta mata menonton loh. Di era sosial media, kayak gini-gini duh jadi sasaran empuk banget. Dikit-dikit cepet  viralnya.

Pak televisi ini kan media baik  internet, TV, Radio ini kan media yang sangat dekat dengan masyarakat, kalau aku jadi bapak, aku akan membuat bagian atau biro MEDIA, KOMUNIKASI DAN PENYIARAN KEAGAMAAN. Kerja Humas aja gak cukup pak.

Katakanlah untuk agama Islam seperti aku. Ini adalah saat yang tepat untuk para lulusan Sarjana Komunikasi Islam dari universitas-universitas Islam, mereka yang kuliah di jurusan komunikasi dan penyiaran Islam benar-benar menempati tempatnya. Jujur pak aku adalah lulusan Komunikasi Penyiaran Islam, tapi sungguh tak mudah mendapat pekerjaan di bidang penyiaran Islam. Teman-temanku bahkan yang lolos bekerja di media pun ada yang mendapat di posisi acara-acara alay.

Aku sendiri pak sempat bekerja di stasiun radio, dan sebagai alumni komunikasi dan penyiaran Islam aku memiliki rasa tanggungjawab terhadap penyiaran Islam, maka akupun perlahan menjadi pemandu acara untuk talkshow agama, sampai memberikan ide-ide soal acara keagamaan.

Kalau aku jadi menteri agama, aku akan jadikan para sarjana komunikasi Islam, atau sarjana keagamaan yang lain ini sebagai pengawas media, atau rekomendasikan ke media-media untuk jadi bagian kru dalam program acara keagamaan. Atau menjadi jurnalis-jurnalis untuk isu keagamaan. Selain mereka paham soal agama mereka juga paham soal dunia broadcasting. Dan begitu pula dengan sarjana-sarjana keagamaan lainnya.

Dengan terjunnya sarjana komunikasi Islam ini, kementerian agama bisa punya prajurit yang akan membentengi bagian media dan penyiaran untuk meminimalisir diangkatnya isu-isu yang bisa merenggangkan kerukunan umat beragama. Mana isu agama yang harus diberitakan di media mana yang tidak.

Pak, benar kata pak menteri kok. Indeks kerukunan umat beragama di Indonesia tahun 2017 berada pada angka 72,27, masuk ke dalam kategori baik. Penelitian ini juga membuktikan bahwa penyebaran hoaksx/ provokasi tidak banyak dampaknya, masyarakat umumnya tetap rukun.

Buktinya dilingkungan aku pak, aku dan teman-temanku beda agama biasa aja. Mesra-mesra aja. Ibuku sama tetangganya. Bahkan tetanggaku yang sekeluarga beda agama juga banyak biasa aja kok.

Tapi entah mengapa ya isu agama ini pak digunakan alat sebagai pemecah kerukunan, sebagai alat politik, sebagai jualan program dan lain. Lain.

Sebagai seorang anak aku sudah memberikan pemahaman pada Mama soal konten negatif soal hoaks di sosmed. Begitupula dengan keluarga. Sebagai masyarakat aku juga berusaha memberikan pemahaman semampu tangan ini menggapai semampu kaki ini melangkah.

Untuk itu pak kalau aku jadi menteri agama, untuk menangkal hoaksx yang mampu meretakkan kerukunan umat beragama ini tidak hanya memberikan seminar, tak hanya diskusi tak hanya menyebar flayer anti hoaksx. Tapi langsung menembak tindakan nyata pada sarang-sarang sasaran empuk berkembangbiaknya hoaksx.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun