Berbagai bentuk hukuman, yang menurut kategori sekarang mungkin bisa dianggap melanggar hak azasi manusia, telah disyukuri karena telah menyumbang dalam menjadikan mereka antara lain berpenampilan rapi, disiplin, tangguh dalam mengarungi kehidupan dan sukses dalam karir dan kegiatan masing-masing.Â
Namun dari hasil perbincangan dengan beberapa alumni, mereka tidak yakin sebagai orangtua, dan anak-anak mereka, mau melalui cara penegakan disiplin seperti yang pernah mereka alami. Zaman memang telah berubah.Â
Orang yang semula tak berminat menjadi guru pun akhirnya menjadi guru. Ada yang berhasil mencintai pekerjaannya, namun ada yang lebih mengharapkan penghasilannya saja.
Namun pada sisi lain, sebagian orangtua membuat anak kurang mandiri dan cengeng yang justru kurang membantu guru dalam mendidik siswa. Siswa yang bermasalah, apapun masalahnya, sesungguhnya sangat memerlukan kehadiran guru. Â Â
Hanya guru yang berdedikasi dan berintegritas yang mampu melalui masa sulit ini. Mereka akan mampu mendidik dengan memadukan rasa kasih sayang, sabar, memiliki sikap dan bersikap tegas terhadap siswa.Â
Guru tidak hanya dituntut untuk terus belajar dan berwawasan luas, tetapi juga memiliki kecerdasan emosi dan spiritual yang tinggi sehingga mereka mampu menjalankan tugas dalam memberi bekal kepada siswanya, demi masa depan yang lebih cerah. Guru, orangtua, masyarakat dan Pemerintah, sesungguhnya bisa berpadu secara harmonis dalam mempersiapkan generasi Indonesia yang lebih baik untuk masa yang akan datang. Â
Sumber bahan tulisan:Â
Pengalaman pribadi, Profil Alumni dalam Buku Acara Reuni Emas SMPN 3 Singkawang, Grup WA Simpul Alumni SMPN 3 SKW, dokumen pribadi Ibu Guru Sri Hartini, Â wawancara dengan beberapa guru antara lain Bapak Eko Marseto dan Ibu Marinem, beberapa alumni serta Panitia Reuni Emas SMPN 3 Singkawang 2016. Â