Mohon tunggu...
Fariastuti Djafar
Fariastuti Djafar Mohon Tunggu... Dosen - Pembelajar

Pembelajar sepanjang hayat, Email:tutidjafar@yahoo.co.id

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Mempertanyakan Pembangunan di Perbatasan Kalimantan Barat (Bagian Dua)

13 Januari 2016   07:23 Diperbarui: 13 Januari 2016   07:51 3861
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 [caption caption="Dari kejauhan terlihat beberapa ojek motor sedang menunggu di PPLB Aruk dan siap menyerbu pendatang dari arah PPLB Biawak, Sarawak"]

[/caption]

Semangat “proyek” di daerah perbatasan

Isu daerah perbatasan sering digunakan oleh Pemerintah Daerah untuk menarik perhatian Pemerintah Pusat. Masalahnya ketika orang daerah dan orang pusat sama-sama berorientasi jangka pendek dan asal bangun tanpa mengkritisi perencanaan pembangunan yang diajukan. Hal tersebut berakibat pada pemborosan anggaran pembangunan seperti yang terjadi di Entikong (Kegagalan di Entikong).

Entah sudah berapa banyak anggaran negara (APBN maupun APBD) yang digunakan untuk membuat penelitian yang terkait dengan PPLB dan daerah perbatasan baik oleh akademisi maupun konsultan. Berbagai penelitian tentang daerah perbatasan yang sering mirip satu dengan lainnya mencerminkan seakan tidak ada “grand design” pembangunan daerah perbatasan. Semua pihak terkait merasa perlu membuat usulan yang didasarkan pada penelitian. Berbagai usulan tersebut memberi kesan membelanjakan anggaran dengan justifikasi penelitian lebih penting dari manfaat pembangunan bagi masyarakat di daerah perbatasan. 

Anehnya, fasilitas rest area yang representatif dan diperlukan di perjalanan menuju perbatasan yang berada di bawah otoritas Pemerintah Daerah justru kurang diperhatikan. Restoran di sepanjang perjalanan tersebut bermunculan tanpa standar dan  pengawasan yang memadai. Selain kurang bersih, harga makanan di restoran seakan ditetapkan sesukanya. Hal itu telah berlangsung cukup lama sejak jalan ke perbatasan menjadi ramai dengan dioperasikannya PPLB Entikong.

Pembangunan PPLB ibarat pasangan yang akan menikah, tidak bisa hanya kemauan salah satu pihak. Pihak Indonesia dalam hal ini pemerintah di tingkat kabupaten dan provinsi perbatasan yang disetujui oleh pemerintah pusat terkesan lebih bersemangat “membangun PPLB” daripada Malaysia. Semangat yang berlebihan tersebut bisa disebabkan oleh berbagai alasan antara lain ingin terlihat sukses membangun daerah dalam waktu singkat. 

Semangat yang berlebihan dalam membangun PPLB dapat dilihat dari kasus PPLB Badau dan rencana pembangunan PPLB Jagoi, Kecamatan Jagoi Babang, Kabupaten Bengkayang. Indonesia sudah sangat siap namun Malaysia tidak terlalu memerlukan PPLB tersebut padahal PPLB kedua negara harus difungsikan pada waktu yang bersamaan. 

PPLB Badau rampung pada 2006 setelah dibangun sekitar 4 tahun dan baru berfungsi secara optimal pada 2012 (di sini) setelah Malaysia juga membuka PPLB Lubok Antu. Ini berarti bangunan PPLB Badau kosong tak terpelihara sekitar 6 tahun. Tidak heran baru tiga tahun berfungsi, sudah banyak bagian dari bangunan PPLB Badau yang rusak dan terlihat kumuh (lihat beberapa foto PPLB Badau di atas). Hal ini kemungkinan juga disebabkan oleh mutu bangunan yang kurang begitu bagus.

Pengalaman di PPLB Badau diperkirakan akan terjadi pada fasilitas yang dibangun di Jagoi, Kecamatan Jagoi Babang, Kabupaten Bengkayang. Fasilitas tersebut menurut informasi dipersiapkan untuk kenaikan status dari Pos Lintas Batas (PLB) Jagoi menjadi PPLB Jagoi. Pada saat yang sama, belum terlihat tanda-tanda yang berarti bahwa Sarawak akan membangun PPLBnya.

Tidak mengherankan, kondisi kantor Imigrasi dan Bea dan Cukai Sarawak jauh lebih sederhana dibandingkan berbagai fasilitas di PLB Jagoi. Tanpa belajar dari kegagalan di Entikong, pasar internasional di Jagoi masih juga diusulkan dalam rangkaian pembangunan daerah perbatasan Jagoi. Pada sisi yang lain, jalan di desa penghasil sayur yang diperlukan petani Bengkayang untuk membawa sayur ke Serikin, justru kurang mendapat perhatian (Pedagang sayur Bengkayang). 

 [caption caption="Papan nama Kantor Bea dan Cukai Jagoi, Kabupaten Bengkayang yang cukup megah"]

[/caption]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun