Mengapa stasiun ini hanya tinggal reruntuhan saja? Ternyata begini ceritanya...
Pada tahun 1887, perusahaan kereta api swasta lainnya, yakni "Bataviasche Ooster Spoorweg Maatschappij (BOS)", membuka jalur menuju Bekasi melalui tepi timur Batavia. Stasiun yang menjadi titik awal keberangkatan jalur ini terletak 200 meter di selatan Stasiun Batavia "Hoofdstasion". Stasiun yang dioperasikan oleh BOS ini dinamai "Batavia Beos". Selanjutnya untuk mempermudah penamaannya disesuaikan dengan lokasinya. Â Stasiun Batavia milik NISM disebut sebagai Stasiun Batavia "Noord" (utara), sedangkan Stasiun Batavia Beos sering disebut sebagai Stasiun Batavia "Zuid" (selatan).
Akhir abad 18 dan awal abad 19, terjadi nasionalisasi jalur kereta api yaitu perusahaan kereta api negara "Staatsspoorwegen (SS)" mengambilalih perusahaan swasta. Pada tahun 1898, BOS telah menjual jalur kereta Batavia Zuid menuju Bekasi kepada SS. Akuisisi dilakukan karena pemerintah ingin meningkatkan kualitas layanan perkeretaapian di Batavia dan sekitarnya. Sedangkan jalur kereta api Batavia-Buitenzorg milik NISM baru diambil alih pemerintah pada 1913.
Bangunan Stasiun Batavia Zuid dirobohkan untuk dibangun ulang sebagai stasiun utama. Di saat bersamaan, sesuai namanya "Hoofdstasion", Â Stasiun Batavia Noord digunakan sebagai stasiun utama di Batavia. Kapasitas Stasiun Batavia Zuid ditingkatkan dengan perluasan emplasemen serta penambahan jumlah jalur kereta. Pembangunan Stasiun Batavia Zuid akhirnya rampung pada 1929 dan stasiun ini dijadikan stasiun utama dengan nama baru Stasiun Batavia Benedenstad.Â
Seiring dengan kehadiran stasiun utama yang baru, di tahun yang sama, Station Batavia Noord secara resmi berhenti beroperasi sebelum kemudian bangunannya dibongkar. Kini, stasiun yang sempat menjalankan fungsi sebagai stasiun utama di Batavia selama puluhan tahun ini tinggal sejarah, sedangkan Stasiun Batavia Zuid hingga saat ini masih berdiri kokoh dan tetap beroperasi dengan nama Stasiun Jakarta Kota.
Dari tempat bersejarah itu, kami berjalan kaki untuk kembali ke Stasiun Beos, tempat di mana kami bertemu tadi pagi, untuk kami berpisah kembali pulang ke tempat masing-masing. Dalam kendaraan yang membawa saya pulang, pikiran masih di seputar sejarah kota tua Jakarta. Mampukah kota ini bebenah diri untuk dapat menghidupi masa kini sambil menikmati sejarah masa lalu? Banyak kota di berbagai belahan dunia bisa melakukannya dengan baik karena adanya sinergi yang baik antara semua pihak yang berkepentingan. Bagaimana dengan Jakarta?
Ketika saya mengajak teman untuk berwisata kota tua Jakarta, banyak dari mereka menjawab, "Kalau diajak untuk berwisata kota tua di luar negri pasti banyak yang mau ikut bergabung, tapi kalau di Jakarta ngga deh (sambil tersenyum penuh arti)."
Bagi yang visual lovers, silahkan cekidot di link :
Terima kasih dan semoga bermanfaat.