Mohon tunggu...
Farianty Gunawan
Farianty Gunawan Mohon Tunggu... Lainnya - Smart Traveller, Travel Consultant, Christian-Holyland Expert, Happy Baking Learner,

A wife for best husband and a mother of wonderful best two grown up daugther and son. Being in Travel Industry since 1992. Love to learn the new right things. Pray first and do the best

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Fujiyama dalam Kenangan: Banyak yang Berhasil, Tidak Sedikit yang Gagal

3 Februari 2021   19:24 Diperbarui: 8 Februari 2021   21:52 3682
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gunung Fuji yang berdiri sendiri/soliter dan simetris. Sumber foto : inshorts.com

Salah satu impian sejak masih kelas SMP adalah naik Gunung Fuji. Pertama kali mendengar kata “Fujiyama “ saat masih duduk di bangku SMP  dari lagu “Fujiyama” oleh Ibu Titiek Sandhora, yang diputar oleh Paman dari pita kaset, yang konon melodinya ‘dipinjam’ oleh Bapak alm. A. Riyanto dari sebuah lagu Jepang yang dibawakan oleh penyanyi termasyhur Nippon di era 1969, Hashi Yukio : ‘Kutsukake Tokijiro’, lalu dibubuhi syair hasil karyanya, dan dijadikan sebuah lagu berbahasa Indonesia yang berjudul Fujiyama.

Lirik lagu Fujiyama yang ditulis oleh Bapak alm. A. Riyanto :

Menjulang sangat tinggi, Itu gunung Fujiyama
Sungguh indah pemandangan, Berkesan di hati

Reff:
Puncak penuh salju, Sangat putihnya
Aduuhh..., Berkilauan, menyilaukan
Menambah indahnya panorama
Aku ingin mendaki, Sampai di sana
Puncak gunung Fujiyama

Mari kawan-kawanku, Bertamasya bersamaku
Menikmati hawa segar, Selama liburan

Pasti engkau kagum Gunung Fujiyama
Indah..., Berkilauan menyilaukan
Bersinar sedap dipandang mata
Mari kita mendaki, Sampai di sana
puncak gunung Fujiyama 

(Back to Reff.)

Saya tidak tahu, apakah Bapak alm. A. Riyanto sudah pernah mendaki Gunung Fuji dan sampai mencapai puncaknya sehingga beliau dapat melukiskan pemandangan indah dan udara yang segar. Yang pasti di dalam lirik lagu itu tidak dituliskan “kesulitan dan tantangan serta rintangan” saat mendaki. 

Sebelum mendaki, saya tidak terlalu risau karena beberapa kali pengalaman mendaki Gunung Sinai di Mesir dan saat masih SMA pernah mendaki Gunung Gede-Pangrango dan Gunung Salak. 

Saya juga beberapa kali membaca dan mencatat cerita orang-orang di blog yang menulis tentang pendakian Gunung Fuji dan menginap di 8th station. Jadi rasanya PeDe banget bisa naik ke Fujiyama. Ternyataaaa… penasaran??? Silahkan dibaca sampai selesai yaaak.

Oh ya mungkin ada yang belum tahu tentang Fujiyama. “Gunung” adalah yama, tapi disebut “san” ketika diucapkan menyambung dengan nama gunungnya. 

Menurut Wikipedia, Gunung Fuji (富士山 Fuji-san) adalah gunung tertinggi di Jepang terletak di perbatasan Prefektur Shizuoka dan Yamanashi, sekitar 100 km di sebelah barat daya Tokyo. 

Gunung Fuji terletak dekat pesisir Pasifik di pulau Honshu. Fuji dikelilingi oleh tiga kota yaitu Gotemba (timur), Fuji-Yoshida (utara) dan Fujinomiya (barat daya). Gunung setinggi 3.776m ini dikelilingi juga oleh lima danau yaitu Kawaguchi, Yamanaka, Sai, Motosu dan Shoji.

Gunung Fuji yang diperkirakan terbentuk sekitar 10.000 tahun lalu adalah simbol negara Jepang yang terkenal dan sering dikunjungi pendaki gunung maupun wisatawan. Meskipun gunung berapi aktif namun kemungkinan letusannya rendah. Gunung Fuji terakhir kali meletus tahun 1707–1708.

Sekitar 200.000 orang mendaki Gunung Fuji setiap tahunnya, 30% di antaranya orang asing. Tenggat waktu yang paling populer bagi para pendaki adalah dari 1 Juli hingga 27 Agustus. Pendakian bisa memakan waktu 3 hingga 7 jam sementara penurunan gunung mencapai sekitar 2 hingga 5 jam.

Jelang usia setengah abad, tepatnya di tanggal 08 Juli 2018, saya dan suami memulai perjalanan dari Shinjuku Expressway Bus Terminal menuju Kawaguchiko Station karena berencana untuk menginap di Kawaguchiko (bukan di 8th station) maka kami menumpang Bus setelah makan siang.

Penunjuk arah menuju terminal Expressway Bus di Shinjuku. Sumber : koleksi pribadi
Penunjuk arah menuju terminal Expressway Bus di Shinjuku. Sumber : koleksi pribadi

Expressway bus di Shinjuku. Sumber : koleksi pribadi
Expressway bus di Shinjuku. Sumber : koleksi pribadi

Dinner menu udon terkenal di Hotou Fudo Kawaguchiko Station. Sumber : koleksi pribadi
Dinner menu udon terkenal di Hotou Fudo Kawaguchiko Station. Sumber : koleksi pribadi

Tiba di Kawaguchiko Station menjelang malam, langsung berjalan kaki ke “Orange Cabin Guest House” Kawaguchiko yang sudah dipesan online (bangunan hotel baru, bersih dan nyaman) dan dengan berjalan kaki juga kami menuju resto udon terkenal di Hotou Fudo Kawaguchiko Station. Sangat nikmat di malam yang semakin dingin.

Langit musim panas di Kawaguchiko Station, pagi hari Senin 9 Juli 2018 cerah tak berawan. Sumber : koleksi pribadi
Langit musim panas di Kawaguchiko Station, pagi hari Senin 9 Juli 2018 cerah tak berawan. Sumber : koleksi pribadi

Pagi hari dengan memakai kostum outdoor jersey, kami langsung check out (artinya membawa ransel yang berisi pakaian menginap dsb) untuk bersiap menuju Kawaguchiko Station dan di sana sudah ada antrian orang-orang yang ingin mendaki, banyak orang asing berdiri antri sambil memakan sarapannya.

Antri bus di Kawaguchiko menuju 5th station. Sumber : koleksi pribadi
Antri bus di Kawaguchiko menuju 5th station. Sumber : koleksi pribadi

Fujisan dilihat dari Kawaguchiko Station. Sumber : koleksi pribadi
Fujisan dilihat dari Kawaguchiko Station. Sumber : koleksi pribadi

Pukul 06.30 Bus berangkat dari depan Kawaguchiko Station (tiket bus dibeli dari pengemudi bus yang bersangkutan – ada beberapa jadwal keberangkatan, dan dapat dicheck di station sehari sebelumnya atau aplikasi jadwal transportasi Japan).

Pukul 07.13 tiba di perhentian bus Ichigohme setinggi 1,405m
Pukul 07.19 Nigohme 1,590m
Pukul 07.21 Sangohme 1,786m lalu 4th station 2,020m
Pukul 07.28 Yongohme 2,045m

Tiba di 5th station pukul 07.30 (rental Mount Equipment shop belum buka). Setelah beli bekal makanan ringan, kami mengikuti banyak orang menuju ke jalur pendakian (dari posisi toko-toko souvenier / rental menuju ke arah kiri posisi jam 10) lalu langsung berjalan mendaki Mt. Fuji dan jalur yang kami pilih ini adalah jalur “Yoshida Trail”  yang dikenal sebagai jalur “the safest and famous route” karena banyak emergency post and beberapa belas penginapan/huts for lodging).

Petunjuk pendakian di Yoshida Trail. Sumber : koleksi pribadi
Petunjuk pendakian di Yoshida Trail. Sumber : koleksi pribadi

Jalanan awal pendakian di Jalur Yoshida Trail. Sumber : koleksi pribadi
Jalanan awal pendakian di Jalur Yoshida Trail. Sumber : koleksi pribadi

Sampai 6th station jalanan masih mudah, medannya pasir dan batu kerikil landai (mirip jalanan mendaki ke Gunung Sinai) dan suhu adem.

Medan pendakian di 6th station. Sumber : koleksi pribadi
Medan pendakian di 6th station. Sumber : koleksi pribadi

Dua wisatawan Eropa dalam pendakiannya. Sumber : koleksi pribadi
Dua wisatawan Eropa dalam pendakiannya. Sumber : koleksi pribadi

Medan pendakian dari 6th ke 7th station. Sumber : koleksi pribadi
Medan pendakian dari 6th ke 7th station. Sumber : koleksi pribadi

Keadaan medan mulai berubah dari 6th ke 7th station, jalanan berbatu gunung berapi berwarna hitam dan cukup tajam dan semakin mendaki.

Batuan gunung berapi tajam dan besar. Rantai besi mencegah pengunjung agar berada di jalur yang benar. Sumber : koleksi pribadi
Batuan gunung berapi tajam dan besar. Rantai besi mencegah pengunjung agar berada di jalur yang benar. Sumber : koleksi pribadi

Penginapan dan souvenir shop di 7th station. Sumber : koleksi pribadi
Penginapan dan souvenir shop di 7th station. Sumber : koleksi pribadi

Dari 6th ke 8th ada beberapa warung menjual oksigen dan minuman serta mie instan juga ada toilet berbayar (¥200-300) dengan persediaan air yang cukup minim.

Dari 7th station, “wet point” gerimis dan kadang angin dingin bergantian tiada henti menemani sampai 8th Station di mana ada Taishikan Hut di ketinggian 3100m altitude high. 

Medan pendakian dari 7th ke 8th juga semakin terjal, berbatuan gunung berapi yang tajam dan ada beberapa tempat curam yang dibatasi rantai sehingga pendaki harus bergantian untuk melewati jalur itu. Saya sempat membeli tabung oksigen kecil di sini karena hanya bisa bernapas pendek tapi tidak pusing.

Menghirup oksigen murni di 7th station. Sumber : koleksi pribadi
Menghirup oksigen murni di 7th station. Sumber : koleksi pribadi

Total Lama Perjalanan mendaki dari 5th sampai 8th  kami tempuh dalam waktu 5 jam (08.00-13.00)

Dengan bawaan yang cukup berat, kurang olah raga dan sudah lama tidak latihan naik gunung, mengakibatkan lutut sakit dan menjalar ke panggul dan tarikan napas yang pendek membuat kami memutuskan untuk berhenti di “Taishikan-8th station” / pada ketinggian 3,100m dari total ketinggian Mt. Fuji 3,778m (masih ada jarak sekitra 2,4 km/175 menit lagi menuju Puncak Fujiyama).

Di depan salah satu penginapan di 8th station. Sumber : koleksi pribadi
Di depan salah satu penginapan di 8th station. Sumber : koleksi pribadi

Sebenarnya di 8th station tersedia cukup banyak penginapan tapi pertimbangan kami adalah:

  1. Tiket bus dari Kawaguchiko ke Tokyo yang sudah dibeli untuk jadwal malam hari di tanggal itu pasti hangus.
  2. Belum melakukan pemesanan penginapan di 8th station padahal musim pendakian adalah peak season untuk semua penginapan di lereng Gunung Fuji dan biaya sewanya cukup mahal bagi kami.

8th station. Sumber : koleksi pribadi
8th station. Sumber : koleksi pribadi

Dengan berat hati, kami memutuskan untuk turun gunung pada pukul 13.15  dan setelah beberapa lama kami turun….

Tak lama kemudian, kami bertemu dengan dua orang pendaki (Ayah dan anak) yang berasal dari negara Eropa yang dapat berkomunikasi dengan Bahasa Inggris. Mereka menyapa kami dan menanyakan medan yang sudah kami tempuh karena mereka berencana untuk memutuskan turun gunung juga, dan secara tidak sengaja ketika membaca peta, mereka tersadar dan bertanya, kalau menurut peta yang mereka pegang, jalur turun itu tidak sama dengan jalur naik. 

Artinya kami salah jalur karena kami dalam posisi turun tapi berada di jalur pendakian. Saat itu kami juga tidak tahu kalau dari 8th station untuk turun gunung harus mencapai titik tertentu dulu di 8th station di mana terdapat jalur lain untuk menuruni gunung. Saya bertanya dari mana mereka mendapatkan peta itu, katanya dari tourism office dan kami sama sekali tidak tahu kalau ada peta itu.

Kami memutuskan untuk terus turun di jalur yang salah karena sudah tidak kuat lagi untuk mendaki untuk pindah ke jalur turun. Akibatnya… kaki semakin sakit karena medannya memang sangat tidak mendukung untuk turun dan jalur sempit bergantian untuk mempersilahkan pendaki lain untuk naik dan banyak orang setempat yang bergumam bahkan ada yang berbicara dalam Bahasa Inggris untuk kami mendaki lagi ke 8th station dan turun dari jalur turun. 

Tidak ada cara lain selain kami meminta maaaaaf yang sebesar-besarnya dan berdoa supaya TUHAN memudahkan kami turun.

Turun gunung dengan melawan arus naik adalah kesalahan fatal. Sumber : koleksi pribadi
Turun gunung dengan melawan arus naik adalah kesalahan fatal. Sumber : koleksi pribadi

Sedikit di bawah 8th station, saat kami melawan arus naik. Sumber : koleksi pribadi
Sedikit di bawah 8th station, saat kami melawan arus naik. Sumber : koleksi pribadi
Berada di sekitar 6th station, pakaian basah semua, kami menuju ke 5th untuk pulang. Sumber : koleksi pribadi
Berada di sekitar 6th station, pakaian basah semua, kami menuju ke 5th untuk pulang. Sumber : koleksi pribadi

Puji TUHAN kami akhirnya berhasil turun ke 5th station sekitar pukul 18.30 lewat, langsung mencari toilet untuk berganti baju yang basah oleh keringat dan hujan tapi semua sudah tutup, yang masih buka adalah Tourist Office, kami minta izin untuk berganti baju di ruangan kosong, saat hendak pamit mereka bertanya tentang pengalaman kami dan kami curcol dan  mereka bersimpati dengan memberikan penjelasan mengenai pendakian, sayangnya peta pendakian seperti yang dimiliki si bule sudah tidak tersedia lagi. 

Lalu kami beranjak menuju halte bus yang sudah kami pesan online untuk membawa kami kembali ke Tokyo. Tiba di Tokyo sudah larut malam, puji TUHAN masih ada MRT menuju ke apartemen anak kami di daerah Saitama. Walaupun ngga sampe puncak Gunung Fuji, tapi rute Yoshida dan medannya udah masuk dalam memory.

 Thank you LORD JESUS buat semuanya 😇🙏🏻

Pengalaman yang dapat dijadikan pelajaran buat calon-calon pendaki Gunung Fuji :

  1. Karena kurang pengetahuan (tidak cukup mencari tahu), baju winter yang dibawa malah bikin panas di tubuh dan berat untuk dipakai saat mendaki. Sebaiknya setelah pakai kaos Jersey , pakai light jacket tahan air dan angin dan siapkan jas hujan celana dan baju (bukan yg terusan). Jangan bawa backpack yg berat.
  2. Bawa minuman sebotol kecil saja, snacks atau roti secukupnya karena sampai 8th Station banyak kedai kopi dan makanan hangat termasuk jualan tabung Oxygen seharga ¥1200-1500.
  3. Mimpi/cita2 itu dapat dicapai dengan well planned , well prepared, well constume, well excercise agar kehidupan bisa dijalani dengan lebih baik, benar dan memuliakan TUHAN.

Saran dari Staf Tourist Information Center di 5th station (dan cukup banyak diikuti para pendaki termasuk pendaki Indonesia yang menulis blog) :

  1. Tiba di 5th station (ketinggian sekitar 2000 m) sekitar jam 10.00 am untuk beradaptasi dengan ketinggian dan rental perlengkapan naik gunung seperti sepatu, jaket topi tongkat dsb sambil beradaptasi ketinggian sekitar 1-2 jam
  2. Mulai naik jam 13.00 sampai lodge / hut di 8th station (supaya kalau berubah pikiran dan memutuskan ngga naik sampai ke puncak, bisa langsung potong jalan di sini ke rute turun. Dari 5th ke 8th  station tadi kami tempuh 5 jam dan petugas mengatakan itu memang rata2 waktu tempuh.
  3. Menginap di 8th station semalam, kalau mau lihat sun rise, mulai mendaki dari hut pukul 01.00 pagi, jika ngga mau ya, tidur aja dan pagi baru melanjutkan ke puncak sehingga ada cukup waktu untuk mengejar jadwal bus dari 5th station ke Kawaguchiko, dan seterusnya.
  4. Atau kalau anak muda dan sering olah raga, silahkan naik pukul 13.00 lalu trus ke puncak dingin2 malam ngga tidur, lalu pagi setelah sun rise turun gunung dan kembali ke Kawaguchiko dan  balik ke Tokyo.

Persiapan :

Menyusun rencana yang matang akan mempermudah sebagian besar perjalanan. Sebuah keharusan untuk “search” data-data yang paling update. 

Banyak link di internet yang menyediakan informasi tapi sebaiknya tetap cross-check dengan sumber lain seperti tourism board dan mungkin ada kenalan yang sudah pernah menjalaninya. 

Catat dengan detail semuanya karena itu akan menjadi panduan saat ada masalah di lapangan. Menyusun rencana secara terperinci. sooo… here are the steps :

  1. Di titik ini, kita sudah harus memilih Jalur mana yang mau didaki karena ada 4 jalur pendakian dan semua memiliki karakteristik berbeda dan adalah sangat bijak untuk mengenali diri sendiri (kekuatan dan kelemahan) sehingga dapat menentukan mana jalur yang cocok untuk didaki. Bagi pemula, banyak yang mengambil jalur “Yoshida Trail” karena tidak terlalu terjal sehingga cukup banyak  dibangun penginapan dan warung serta pos-pos bantuan. walaupun jalur ini bukan jalur terpendek.
  2. Selanjutnya menentukan apakah harus bermalam di Gunung Fuji atau tidak? Jika memiliki stamina yang kuat dan persiapan yang baik, pendakian seharian dapat dijadikan pilihan untuk menghemat waktu dan biaya penginapan yang cukup tinggi. Namun bagai pemula yang kurang memiliki persiapan dan stamina yang kuat, lebih baik memilih untuk bermalam di lereng Gunung Fuji bahkan lebih baik lagi jika menyewa pemandu setempat jika  memungkinkan.
  3. Jika memutuskan untuk bermalam di lereng Gunung Fuji maka adalah sangat baik bila melakukan reservasi penginapan sebelumnya, karena  musim pendakian yang hanya sekitar 3 bulan di musim panas itu selalu penuh terisi oleh pendaki dan turist mancanegara dan warga setempat karena bagi sebagian orang, mendaki Gunung Fuji adalah sebuah tantangan dan ingin dilakukan sekali seumur hidup. Pemesanan akomodasi dapat dilakukan secara online. Sebaiknya memesan akomodasi di tingkat 8 karena di tingkat ini, bila satu dan lain hal memutuskan untuk tidak melanjutkan pendakian, maka kita dapat langsung menuruni jalur turun yang terpisah dengan jalur naik di “Yoshida Trail”
  4. Selanjutnya melakukan reservasi untuk transportasi dari Tokyo ke tempat awal pendakian, misalnya memilih Jalur Yoshida maka dari Shinjuku Tokyo menuju ke Kawaguchiko  5th station dengan bus yang harus dipesan sebelumnya, dari Kawaguchiko bisa langsung naik shuttle bus ke 5th station yang merupakan tempat awal untuk mendaki di Jalur Yoshida.
  5. Yang berperan penting juga adalah persiapan pakaian untuk mendaki, karena ketinggian Gunung Fuji dan posisinya yang menjulang sendirian membuat cuaca sepanjang pendakian menjadi tidak menentu. Di awal pendakian suhu normal musim panas, lalu hujan rintik, lalu hujan deras disertai angin kencang, kadang petir bersahutan, lalu kembali cerah bahkan kadang matahari bersinar terik dan semua perubahan terjadi dalam waktu singkat. Jaket tebal waterproof sangat membantu jika angin dingin dan hujan lebat tapi sangat merepotkan saat matahari bersinar terik. Membawa kamera canggih juga baik tapi sangat membebani saat stamina semakin merosot. Jadi cara terbaik adalah kenali kondisi diri sendiri dan situasi yang ada.
  6. Penting, kalau bukan fotografi professional dan bukan orang yang sering olahraga atau sering mendaki gunung, lebih baik tidak membawa kamera yang berat. Mobile phone camera is enough. Bawa diri aja berat apalagi bawa kamera berat.
  7. Ingat cuaca yang sangat cepat berubah2 sepanjang hari siang maupun malam, sesuaikan pakaian, selain itu perlengkapan mendaki juga sangat penting demi keselamatan, terutama sepatu gunung, tongkat/pole (saat melalui jalan berbatu atau berpasir), handuk kecil, kaca mata hitam, sunblock, topi, pakaian ganti, makanan ringan penambah tenaga, botol air dan sebagainya yang dimasukan ke dalam ransel yang ringan berbahan waterproof.
  8. Untuk mengetahui informasi cukup lengkap tentang pendakian Gunung Fuji : https://matcha-jp.com/id/3182

Pelaksanaan :

Bagi pemula, pastinya semua serba baru ya. Beberapa hal yang saya catat :

  1. Ikuti peraturan dari otoritas setempat
  2. Bertanya/meminta bantuan kepada pihak yang tepat bila terjadi masalah yang tidak dapat diatasi sendiri.
  3. Menjalankan Etika dalam mendaki akan menjaga kita dari hal-hal yang tidak diinginkan. Contoh : mendahulukan pendaki lain jika jalur yang dilalui hanya untuk satu orang, tidak membuang sampah sembarangan, tidak mencorat-coret media apapun, tidak membawa pulang bunga/batu/property yang bukan milik pribadi, dan sebagainya.
  4. Selain perencanaan yang super detail dan matang, menurut saya, saat pelaksanaan kita juga harus sesuaikan dengan situasi dan kondisi yang ada. Misalnya, maksud hati untuk berjalan dan mendaki seperti para pendaki lain, tapi karena kondisi tubuh yang kurang baik (nafas dan lutut yang lemah) maka jangan paksakan diri, karena biar pun cita-cita setinggi langit tapi  keselamatan dan kesehatan setelah menuruni Gunung Fuji adalah lebih penting daripada pencapaian puncak. Atau misalnya walaupun kondisi tubuh sangat sehat dan kuat, namun bila cuaca tidak memungkinkan untuk terus mendaki, maka harus ada kerelaan untuk menuruni gunung. Tapi bila situasi dan kondisi memungkinkan, maka adalah lebih baik untuk tetap menjaga dan mempertahankan semangat untuk mencapai puncak, karena mungkin saat itu adalah satu-satu nya kesempatan buat kita untuk mendaki Gunung Fuji dan mencapai puncaknya.

Himbauan bagi para pengunjung/pendaki Gunung Fuji. Sumber : koleksi pribadi
Himbauan bagi para pengunjung/pendaki Gunung Fuji. Sumber : koleksi pribadi

Peta foto di depan Tourist Information Center. Titik yang ditunjukkan adalah 8th station di mana kami memutuskan turun. Sumber : koleksi pribadi
Peta foto di depan Tourist Information Center. Titik yang ditunjukkan adalah 8th station di mana kami memutuskan turun. Sumber : koleksi pribadi

Sekian dulu sharing pengalaman kami yang pernah melakukan pendakian Gunung Fuji di tanggal 8-9 Juli 2018 di saat usia kami mendekati setengah abad yang biasa hidup di Jakarta dan jarang berolah raga apalagi naik gunung, walaupun kami sehat dan tidak mengidap penyakit degenerative, tapi persiapan yang minim dan stamina yang kurang kuat, mengakibatkan kami “gagal” mencapai puncak Fujiyama (10th station). 

Namun demikian kami tidak berkecil hati, justru dari kegagalan ini cerita kami menjadi berbeda dari tulisan-tulisan orang lain yang “kebanyakan” berhasil mencapai puncak - stay positive thinking and keep learning.

Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi yang membutuhkan.

TUHAN memberkati kita semua.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun