Mohon tunggu...
Farhat Gumelar
Farhat Gumelar Mohon Tunggu... Novelis - Pelajar SMAN 1 PADALARANG

Pemula

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Senja

16 Februari 2020   20:54 Diperbarui: 16 Februari 2020   20:50 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ya, kedua orang tuaku meninggal di hari ulang tahunku. Hari yang tak akan pernah aku lupakan. Setiap detik, menit, hingga saat-saat terakhir bersama orang tuaku. Sedih memang, ditinggalkan oleh orang-orang yang paling kusayangi di dunia ini. Apalagi saat itu aku masih sangat kecil sekali, tak terbayang sedikitpun akan terjadi hal seperti ini. Sekarang, aku hidup bersama pamanku yang sudah kuanggap sebagai orang tuaku sendiri.
"Hey, jangan melamun! Kebiasaan!" Paman mengagetkanku.
"Ah, Paman! Aku kaget!"
"Cerita dong ke paman, ada apa nak?"
"Tidak apa-apa paman, hanya saja tiba-tiba teringat kejadian itu," jawabku pelan.
"Ah, sudah jangan diingat-ingat lagi. Kan disini ada paman, tenang saja. Paman akan selalu menjaga dan menyayangimu, nak. Sejak hari itu, paman sudah menganggapmu sebagai anak paman sendiri,"  ucap paman sambil memelukku erat.
"Iya, paman. Paman memang orang yang paliiiiiiiiing baik, terima kasih paman. Ah aku bisa terlambat ke sekolah, aku pamit paman, bye!" aku mengecup pipi paman lalu pergi ke sekolah, menuntut ilmu, mengukir cerita baru.

Mr. Vanval, pamanku, masih setia bekerja sebagai tour guide di Sydney Opera House. Sekarang, aku duduk di bangku SMA. Aku memutuskan untuk tetap memilih sekolah di Sydney, meskipun aku memiliki cerita kelam yang takkan pernah kulupakan di kota ini. Menurutku, Sydney adalah awal dan akhirku. Ceritaku berawal di kota ini dan akupun berpikir bahwa di kota inilah aku ditakdirkan, denga segala cerita sedih dan menyenangkan. Sydney menurutku kota yang sangat indah.
Dan melihat pemandangan sungai sekitar Sydney Opera House telah menjadi rutinitasku sejak sebelas tahun yang lalu.

Angin mencium wajahku
Mataku terpejam
Setiap beban dan kesedihan
Hilang
...

Setiap pulang sekolah, aku terus melakukan hal yang sama. Entahlah, kebiasaanku ini membuatku tegar menghadapi kenyataan, bahwa apa-apa yang Tuhan berikan, itu semua hanyalah titipan. Sewaktu-waktu bisa hilang, sekejap mata bisa sirna, diambil oleh-Nya. Untuk mengisi kekosonganku ini, aku menggambar apapun yang aku lihat dan menurutku itu hal yang indah. Coretan saja sih, aku hanya suka menggambar tapi tidak berbakat dalam bidang ini.

***
CHAPTER 3
Pamanku, Mr. Vanval, pernah menikah 3 tahun yang lalu. Bibiku itu sangat baik hati sekali. Sama halnya dengan Mr. Vanval, Aunt Jessica juga menganggapku sebagai anaknya sendiri. Sayangnya tahun lalu, Aunt Jessica meninggal dunia akibat kanker hati yang dideritanya. Entahlah, aku ditakdirkan untuk selalu ditinggalkan oleh orang tersayang.
Mr. Vanval sepertinya tidak memiliki rencana untuk menikah lagi. Beberapa kali kutanyakan tentang hal itu, jawabannya selalu sama. "Paman tidak mau merasakan sakitnya ditinggalkan untuk kedua kalinya," ujarnya. Di sekolah, aku tidak pernah bermasalah. Aku tidak nakal seperti remaja pada umumnya. Aku tidak mau mengecewakan paman yang telah berbaik hati mengurus dan merawatku sampai saat ini.

Menatap langit senja hari ini rasanya harus aku sudahi. Aku menutup buku gambar dan pensilku. Pamanku sepertinya sudah menungguku di rumah, kita selalu menyempatkan waktu untuk makan malam bersama. Ketika aku membalikkan badan, Jack mendatangiku.

Jack adalah teman sekelasku. Entahlah, beberapa teman dekatku mengatakan bahwa Jack menyukaiku. Benarkah? Aku juga tidak tahu itu benar atau tidak. Yang kutahu, Jack adalah orang yang baik, sopan, beretika, cerdas, dan berwawasan luas. Akhir-akhir ini aku memang sering bersama Jack untuk mengerjakan tugas-tugas kelompok. Aku juga selalu meminta Jack untuk menjelaskan beberapa pelajaran yang tidak aku mengerti. Tentu saja dengan senang hati dia menerima permintaanku.

Ah, sudahlah. Terlalu banyak bercerita tentang Jack. Tapi, kenapa dia tahu aku ada disini?
"Penelope," Jack memanggilku.
"Hey, Jack. Sedang apa kau disini?"
"Ingin bertemu denganmu, ofcourse," Jack tersenyum.
Waah manis sekali senyumnya, aku bergumam dalam hati.
"Ingin jalan-jalan sebentar sebelum pulang?"
"Hmmm, sepertinya sudah terlalu malam, Jack. Pamanku pasti khawatir."
"Aku hubungi paman sekarang, semoga diizinkan." Jack mengeluarkan smartphone miliknya.
"Tidak usah, Jack. Paman pasti menunggu makan malam denganku. Lain kali mungkin kita bisa jalan sama-sama, ya?" Aku heran, kenapa Jack sangat ingin mengajakku jalan-jalan malam ini.
"Baiklah, tapi aku antar pulang ya?"
"Boleh, yuk jalan!"

Aku pulang ditemani Jack hari ini. Aku dan Jack jalan kaki menuju rumahku dan paman yang letaknya tidak jauh dari Sydney Opera House.
"Ini kebiasaanmu ya? Setiap sore hari, menatap langit senja dan pikiranmu melayang entah kemana." Jack membuka pembicaraan ditengah perjalanan.
"Hmmmm, boleh dikatakan begitu. Menurutku, langit senja menawarkan berbagai pelajaran. Bahwa apapun yang terjadi hari ini, sedih ataupun senang perasaan yang kurasakan, pada akhirnya semuanya akan tenggelam. Hari telah usai, penelope yang kuat dan tegar siap mengukir cerita baru esok hari," jawabku.
"Ya, aku setuju denganmu. Senja menghadirkan perasaan tenang. Dan mulai hari ini, aku akan menjadi pecinta senja. Seperti halnya dirimu, Penelope." Jack tersenyum manis kepadaku.
Ya Tuhan, kenapa Jack tiba-tiba berkata seperti itu?

Tak terasa, kami berdua telah sampai di depan rumah. Aku sempat meminta Jack untuk masuk sebentar, barangkali ingin minum atau bertemu dengan paman. Tapi Jack menolak, Jack rupanya memiliki agenda lain setelah ini. Ia pun langsung pergi setelah mengantarku pulang.
***

CHAPTER 4
Seperti biasanya, aku bangun pagi, menyiapkan sarapan, lalu pergi ke sekolah. Aku merupakan tipe orang yang sangat mematuhi aturan. Aku selalu datang hampir 1 jam sebelum bel masuk sekolah berbunyi. Bukannya ingin dipuji, hanya saja akan terasa tenang apabila kita sudah menyiapkan diri sebelum belajar tanpa harus terburu-buru karena terlambat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun