Suku Minang adalah sebuah suku yang sangat kental dengan adatnya terutama mereka yang masih tinggal di tanah rantau seperti Sumatera Barat. Hal ini dapat dilihat dari salah satu prinsip utama yang mengatur adat Minangkabau yaitu Adaik basandi syarak, syarak basandi Kitabullah (adat bersendikan syariat, syariat bersendikan Kitabullah). Saat ini Sumatera Barat merupakan provinsi yang memiliki penduduk suku Minang terbanyak, maka dari itu dapat dikatakan provinsi Sumatera Barat sebagai tanah minang. Selain itu masyarakat matrilinial atau mengikuti garis keturunan ibu terbesar di dunia ada di Sumatere Barat.
Sebagai salah satu suku yang masih kental dengan kebudayaannya tentu saja etnis ini memiliki bermacam budaya dan adat istiadat. Namun banyak pula yang masih jarang diketahui oleh masyarakat Indonesia bahkan orang-orang yang bersuku Minang sendiri. Berikut beberapa budaya dan adat Minangkabau yang jarang diketahui:
1. Ba Japuik
Adat ini biasanya dilakukan oleh masyarakat Minang dari nagari Pariaman. Ini merupakan suatu adat yang dilakukan orang Minangkabau saat pernihakahan. Pada hari pernikahan, calon pengantin mempelai pria akan dijemput dan dibawa ke rumah calon pengantin wanita. Adat ini biasanya disalahartikan bahwa perempuan minang harus membeli pria Minang untuk bisa menikah.
Padahal maksud 'membeli' disini tidak sepenuhnya benar. Sebenarnya jika akan menikah seorang laki-laki dari sebuah keluarga akan memiliki satu tanggung jawab baru yaitu si perempuan yang akan dinikahinya tersebut. Karena laki-laki juga merupakan tumpuan harapan dari keluarga yang sebelumnya maka pihak perempuan memberikan semacam uang penjemput dan oleh-oleh kepada pihak laki-laki agar tidak terlalu memberatkan mereka.
2. Manjujai
Manjujai ini semacam budaya mebentuk stimulasi berupa nyanyian, syair, atau kata dengan nilai-nilai kebaikan. Secara harfiah manjujai bisa dikatakan nina bobo. Ketika sedang menimang anak seorang ibu biasanya akan menyanyikan lagu-lagu, memberikan ungkapan, permainan sederhana hingga bershalawat berharap agar anak tersebut menjadi anak yang berguna di masa depan.
Hal ini benar adanya, penelitian membuktikan bahwa budaya manjujai lebih dari sekadar tradisi orang Minangkabau. Manjujai mampu memberikan stimulasi psikosisial yang bermanfaat bagi tumbuh kembang anak.
3. Setiap orang Minang adalah Muslim
Setiap keturunan Minang wajib hukumnya secara adat memeluk agama Islam. Meskipun awalnya Minang merupakan penganut animisme sebelum kedatangan Hindu dan Budha dari India. Pada awal abad ke-19 lahir Gerakan Pemurnian Islam yang dilakukan oleh kaum Paderi.
Masyarakat Minangkabau mempercayai bahwa Islam adalah sebenar-benarnya agama. Â Jika ada orang Minang yang keluar dari agama Islam (murtad) juga dianggap keluar dari masyarakat Minang, dengan kata lain yang bersangkutan tidak berhak lagi disebut sebagai orang bersuku Minang dengan segala ketentuan adat yang ada, iapun tidak punya hak atas waris pusaka dan gelar sako, dibuang atau tidak boleh bermukim di kampung halaman.
4. Baju Kuruang
Baju Kuruang (Baju Kurung) adalah pakaian adat wanita khas Minangkabau. Baju Kuruang ini adalah baju longgar, sopan, dan tidak transparan. Â Baju inilah baju muslimah yang merupakan akulturasi dari budaya Islam dan akulturasi budaya Minangkabau. Untuk kegiatan bukan harian seperti ke pasar mingguan atau ke pasar besar, biasanya para ibu-ibu memakai baju kurung ini.
5. Â Duduk bersila dan bersimpuh serta makan bersama.
Makan bersama dengan duduk bersila dan bersimpuh ini dinamakan makan bajamba. Makan bajamba ini adalah makan dengan menggelar daun pisang sebagai alasnya dan nasi diletakkan diatas daun pisang tersebut lalu mulailah acara makan bersama secara serentak. Makannya pun menggunakan tangan.
6. Harato Pusako dalam adat masyarakat Minang.
Harato pusako atau harta pusaka ini dibagi dua yaitu harato pusako tinggi dan harato pusako rendah.
Harta pusaka tinggi diartikan sebagai harta yang dimiliki oleh keluarga dari pihak ibu atau perempuan. Dari harta tersebut, mereka diberi hak pengelolaan, bukan kepemilikan. Hasil dari hak pakai itu kemudian dibagi rata sesuai dengan jumlah kerabat dalam satu keluarga. Harta pusaka rendah adalah harta yang diperoleh dari jerih payah keluarga, baik ayah maupun ibu. Harta itu diperoleh melalui transaksi jual beli. Karena harta tersebut dapat diperjualbelikan, umumnya harta pusaka rendah dibuatkan sertifikat, misalnya, tanah.
Harta pusaka memiliki artian khusus bagi orang minang, menjual harta pusaka seperti tanah pusaka bukan kebiasaan orang Minangkabau. Mereka akan sangat merasa malu jika terpaksa menjual tanah pusaka yang mereka punya dengan alasan yang tidak jelas, terlebih jika itu harus dijual kepada tetangga sendiri. Hal itu semacam tak mungkin mereka lakukan karena akan sangat membuat malu keluarga yang memilikinya.
7. Budaya menggadaikan anak yang mirip dengan ayahnya.
Bagi masyarakat Minangkabau Sumatera Barat, menggadaikan anak ialah tradisi turun temurun. Hal ini dilakukan untuk mencegah petaka yang akan terjadi seperti meninggalnya salah satu dari mereka yang mirip.
Budaya gadai ini juga bukan sembarang gadai, sang anak hanya akan digadaikan kepada keluarga terdekat seperti saudari perempuan atau karib kerabat dari pihak suami.
Namun saat ini sebagian besar orang Minangkabau tidak lagi mempercayainya tapi tetap menjalankan untuk menghormati tradisi saja. Karena hidup dan mati itu ada di tangan Allah SWT. Â Banyak pula orang Minangkabau yang sudah tidak menjalankan tradisi ini sama sekali.
Itulah beberapa adat dan kebudayaan orang Minangkabau yang jarang diketahui. Sebagai anak bangsa, sudah seharusnya kita menjaga budaya bangsa. Terlebih jika kita termasuk dalam suku tersebut, kita tak akan menemukan diri kita jika kita tidak tahu asal mula suku bangsa kita.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H