Konferensi Perdamaian Paris 1920
Pada momentum konferensi paris inilah, Emir Faisal selaku Trah dari wangsa Hasyimiyah menjadi delegasi dan mengutarakan memorandum aspirasi bangsa Arab pasca perang besar ini di hadapan Dewan Perdamaian Paris.Â
Memorandum yang di utarakan Emir Faisal ini merupakan upaya bangsa Arab dalam menghindari Imperialisme Barat pasca kemenangan pihak Sekutu.Â
 Dalam memoarnya, Faisal menulis bahwa tujuan Gerakan Nasionalis Arab adalah menyatukan bangsa Arab menjadi sebuah negara.
Tuntutan akan kemerdekaan mutlak tanpa pemerintahan mandat negara Eropa terus digaungkan di seluruh penjuru negri, namun ambisi Inggris dan Perancis akan wilayah Suriah dan Irak menjadi penghalang kemerdekaan penuh bangsa Arab.Â
Melihat kondisi tersebut, ia pun mengakui bahwa suatu daerah Arab dengan daerah Arab lainnya memiliki perbedaan ekonomi dan sosial dan tidak munking untuk menyatukan semuanya kedalam sebuah negara sekaligus.Â
Oleh karenanya, Ia langsung menuntut kemerdekaan penuh saat itu juga untuk Suriah Raya (Lebanon, Suriah dan Transyordania). Dan sebelah barat yaitu Hijaz (Mekah, Madinah dan Thaif). Dan bersedia menerima intervensi asing di Palestina untuk tuntutan orang Yahudi, Arab dan Mesopotamia. Karena Inggris telah berminat terhadap ladang minyak yang ada di wilayah tersebut.
Inggris tidak dapat mengamini terbentuknya negara Suriah Raya (Suriah, Lebanon dan Transyordania) karena sekutu Perancisnya berambisi atas Suriah.Â
Terbentuknya Komisi King-Crane
Sebagai jalan tengah, lahirlah Komisi penyeidikan guna menentukan nasib sebagai bangsa merdeka yang di inisiasi oleh Amerika Serikat.Â
Inti dari komitmen Emir Faisal adalah untuk menyatukan semua daerah dibawah sebuah pemerintahan yang berdaulat. Visi sebuah negara Arab Bersatu inilah yang diinginkan oleh pihak Sekutu. Tujuan ini adalah untuk menjaga komitmen Inggris kepada wangsa Hasyimiyah dan menghalangi ambisi Perancis atas Suriah.