Mohon tunggu...
Farhan Mustafid
Farhan Mustafid Mohon Tunggu... Penulis - penulis

"Ke-Aku-an" Ini perkara baju, tapi ketelanjangan "diri" yang begitu Sunyi dalam riuh-riuh realitas.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mengembangkan Studi Islam sebagai Disiplin Ilmu Universitas di Negara-Negara Muslim

4 Juli 2023   20:31 Diperbarui: 4 Juli 2023   21:18 355
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Instagram/Farhanmustafid

 Sejak sekitar dua dekade terakhir abad XIX, Konsep-konsep dan norma-norma baru pendidikan barat diterapkan di negara-negara muslim yang terjajah. Konsep-konsep dan norma-norma tersebut diwujudkan dalam muatan pendidikan yaitu (kurikulum dan silabus) dan dalam pembentukan "sekolah modern." Sistem sekolah modern ini sangat berbeda dengan lembaga-lembaga pendidikan Islam "tradisional" yang bernama madrasah. Hasil dari dualitas aliran pendidikan tersebut adalah: di satu pihak, terdapat universitas-universitas modern, yang didukung dan diakui pemerintah kolonial. Lulusan universitas modern ini mewakili kaum terpelajar dan mendapat jaminan status ekonomi yang cukup. Sementara di lain pihak, terdapat madrasah atau sekolah keagamaan Islam yang dibina dan didukung oleh swasta. Madrasah ini menghasilkan lulusan dengan pengaruh keagamaan yang kuat, tetapi tidak memberikan jaminan keamanan ekonomi (Mackeen, 1969). 

Dualitas, dikotomi, atau kerenggangan semacam itu didasari beberapa pembaru Islam, seperti Muhammad Ali Pasya, Al tahtawi, Jamal Aldin Al afghani, Muhammad Abduh, Rasyid ridho, sir Sayyid Ahmad kan, dan lain-lain. Mereka berusaha mengatasi kondisi yang memprihatinkan ini dan membuat rencana pendirian sistem sekolah Islam modern. Dengan menjadikan Muhammad Abduh sebagai contoh, menyatakan bahwa Abduh adalah penulis sejati tentang falsafah modernisme dalam pendidikan seperti dalam teologi dan bidang-bidang lain. Iya dan murid-muridnya memimpin gerakan modernis di Mesir, Syria, dan pengaruh mereka menggema di seluruh Arab dan dunia Islam pada abad XX (Tibawi, 1972).

Gerakan modernis Islam di bidang pendidikan tinggi untuk studi Islam menurut mackeen, terdiri dari tiga perkembangan. Pertama, jurusan baru atau fakultas studi Arab didirikan dalam kerangka universitas Nasional modern. Lebih dari itu, kecenderungan ini diikuti dengan pendirian universitas-universitas Islam yang mandiri, yang tidak hanya memuat studi Islam dari segi kemanusiaan (humaniora) dan keagamaan, tapi juga "ilmu-ilmu pasti." Dengan begitu, semua fakultas menawarkan program-program yang berkaitan dengan masalah kemanusiaan dalam Islam dan juga ilmu-ilmu pasti. Fakultas-fakultas di universitas-universitas Islam tersebut dari fakultas tarbiyah (pendidikan) yang di mana beberapa jurusan ilmu-ilmu pasti dimasukkan: fakultas Syariah (hukum), fakultas Ushuluddin (teologi), dan fakultas dakwah (penyiaran Islam).


Kedua, ada universitas di mana mata kuliah tertentu tentang Islam dipadukan dan ditempatkan dalam departemen-departemen atau fakultas-fakultas yang ada tanpa membentuk jurusan atau fakultas studi Islam tersendiri. Ketiga, di beberapa universitas yang ada Komnas itu di Islam dipadukan dalam struktur universitas di bawah klasifikasi yang lebih khusus sebagai jurusan atau fakultas teologi, berdasarkan pada fakultas ketuhanan (divinity) dan teologi model barat di beberapa universitas besar di dunia barat. 

Konsep yang melatarbelakangi beragamnya keberadaan studi Islam di lembaga pendidikan tinggi menimbulkan perbincangan menyangkut susunan mata kuliah, kurikulum, silabus, dan pengadaan staf pengajar yang baik. Kurikulum, sebagaimana yang terlihat dalam lembaga-lembaga pendidikan tinggi Islam pada saat ini, sumber asal dan strukturnya masih sangat mengacu kepada pola-pola politik, sosial, dan intelektual pada periode penyebaran Islam, dan yang terpenting, kepada ortodoksi kriteria utama pemikiran dan praktik muslim. Penekanan utama pada mata kuliah tertentu seperti teologi dan hukum, yang disampaikan dengan pendekatan yang kaku, tidak mendorong penelitian keilmuan tentang ajaran dan warisan Islam. Berbeda dengan kenyataan tersebut, banyak ajaran Islam mendorong penganutnya untuk meningkatkan pendekatan  intelektualistik terhadap Islam. Sehingga, Islam dapat memenuhi metode-metode dan pola keilmuan (Gibb,1948).
Masalah yang berkaitan erat dengan masalah di atas ialah persoalan metodologi dalam perencanaan, pengajaran, dan penelitian tentang Islam. banyak lembaga pendidikan Islam masih menitikberatkan pada kemampuan hafalan daripada kekuatan logika. Kecenderungan ini menghasilkan sikap tidak kritis dan patuh terhadap dogma-dogma. Dan akal tidak selalu mendapatkan tempat yang benar (Mackeen, 1969). Kegagalan menggunakan kebebasan bagi perluasan yang progresif di alam intelektual mungkin disebabkan situasi yang melekat pada peristiwa-peristiwa politik dan ekonomi dalam sejarah muslim (Nasr, 1981).


Sekarang kita masuk pada masalah staf pengajar. dalam banyak kasus, lembaga pendidikan Islam mengalami kekurangan setiap pengajar baik secara kualitas maupun kuantitas. Secara umum, setiap pengajar masih memegang paradigma sistem pendidikan Islam kuno. Dengan kata lain, mayoritas mereka tidak menyampaikan materi pengajaran dalam konteks sekarang. Mereka menggunakan berbagai metodologi pengajaran yang tidak layak untuk memberikan dorongan yang diperlukan bagi bakat dan pemikiran mahasiswa. Selain masalah tersebut, lembaga-lembaga pendidikan Islam juga ditantang oleh pertumbuhan teknologi yang sangat pesat. Kepercayaan yang dalam terhadap akal meremehkan otoritas tradisi, dan menjadikan manusia tergantung pada penemuan ilmu pengetahuan (Said, 1981). Banyak pemikir dunia menjelaskan bahwa krisis yang ada sekarang ini disebabkan oleh ilmu pengetahuan modern dan penerapan teknologi tinggi. Mereka yakin bahwa agama-agama yang pernah memiliki otoritas atas manusia, harus memberikan sumbangan untuk membawa manusia kepada jalan keselamatan di masa depan. Dan, lembaga-lembaga pendidikan tinggi Islam sebagai salah satu pusat bagi kemajuan manusia harus mengambil peran dalam membangun jalan tersebut demi kemanusiaan. 

Sumber Buku : Prof. Azyumardi Azra. "Pendidikan Islam" tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun