Penjelasan Nadiem Makarim menjadikan jelas bagi saya mengapa indeks literasi kita jauh tertinggal dibandingkan negara-negara lain. Sedikit dari anak-anak kita yang mendapat kemewahan mendapatkan sesi storytelling pengantar tidur dari orang tuanya. Di PAUD atau TK mereka sibuk belajar membaca, menghitung, atau bahkan menghafal. Masuk SD mereka harus bisa membaca, menulis dan menghitung, untuk kemudian disibukkan dengan berbagai tugas dan pelajaran yang cenderung satu arah.
Pelajaran Bahasa Indonesia diisi dengan berbagai teori. Sesekali belajar puisi, pantun, atau drama, namun tidak pernah sekalipun diperkenalkan dengan karya sastra. Kalau bukan karena novel Negeri 5 Menara punya teman SMP saya yang waktu itu tidak sengaja saya lihat, mungkin saja saya tidak pernah mengenal buku dan novel sampai saat ini.
Kita tahu ada banyak hal dari sistem pendidikan kita yang perlu diperbaiki. Namun sambil Pak Menteri dan para pejabat pemerintahan merumuskannya, ada baiknya kita sebagai orang tua mulai memberikan perhatian lebih kepada anak-anak kita. Mari kita mulai dengan mengganti hiburan anak-anak kita dari gawai menjadi cerita yang kita tuturkan kepada mereka. Tentu ada banyak waktu kita yang akan kita korbankan. Namun jika kita renungkan, pengorbanan seperti apa yang tidak akan orang tua lakukan untuk kebaikan anak-anak mereka?
Kita harus memulai ini agar anak-anak kita menjadi generasi yang cerdas, yang akan membawa bangsa kita menuju kemajuan. Kita harus memulainya agar di masa depan tidak lagi ada anak kita yang kebingungan mengapa mereka kesulitan memahami buku dan tulisan. Generasi masa depan harus mampu berpikir kritis. Dan semua itu berawal dari kemampuan mereka memahami gagasan.
Ada wacana menjadikan PAUD sebagai bagian dari wajib belajar. Hal ini harus kita sambut baik. Namun di samping itu, apa yang akan anak-anak kita pelajari di sana juga harus menjadi perhatian. Pemerintah harus mampu merumuskannya dengan baik.
Pada akhirnya, kita harus memahami bahwa tumbuh kembang anak menjadi tanggung jawab utama orang tua. Pendidikan anak tidak sepenuhnya menjadi tanggung jawab guru-guru di sekolah. Sebagian kemampuan anak bergantung pada interaksi mereka dengan orang-orang di luar sekolah.
Literasi menjadi ciri bagi kecerdasan manusia. Kemajuan peradaban dimulai dari kemampuan masyarakat dalam membaca dan menulis. Tidak ada bangsa maju manapun sepanjang sejarah yang tidak menghargai budaya membaca. Mulai hari ini kita harus mengambil peran. Kita berikan perhatian lebih kepada anak-anak kita. Agar suatu hari mereka menjadi orang-orang bijak, yang memahami gagasan, wawasan, dan ilmu pengetahuan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI