Mohon tunggu...
Farhan Fakhriza Tsani
Farhan Fakhriza Tsani Mohon Tunggu... Akuntan - Seorang Pelajar

Tertarik pada sastra, isu sosial, politik, dan ekonomi.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Pelarangan Tiktok Shop Tidak Akan Membuat Pasar Tanah Abang Kembali Ramai

25 September 2023   10:00 Diperbarui: 27 September 2023   01:00 1041
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebenarnya, banjir produk China di pasar internasional tidak terjadi baru-baru ini saja. Sejak tahun 2000-an, produk China sudah membanjiri pasar berbagai negara. Bahkan, buah tangan yang biasa dibeli dari Arab Saudi saja berlabel “made in China”. Tasbih dan perlengkapan ibadah umat Islam banyak berlabel dibuat di China. Melihat fenomena ini, artinya China memang sudah lama mengambil ceruk pasar di berbagai segmen masyarakat, tak terkecuali umat Islam. Lalu pertanyaan kritisnya adalah, jika memang China sudah bertahun-tahun mengambil ceruk pasar di berbagai negara, apa salahnya jika sekarang mereka menggunakan data Tiktok Shop untuk melakukan hal yang sama?

Jika memang Tiktok Shop terbukti membuat algoritma yang diskriminatif terhadap produk lokal, hal ini harus diluruskan. Dilihat dari sisi mana pun diskriminasi merupakan hal yang salah. Namun, pihak Tiktok pasti akan membantahnya, dan pemerintah akan sangat kesulitan membuktikan tuduhan tersebut. Jika kita melihat sekilas dunia penjualan daring, tidak perlu analisis yang canggih untuk kita dapat menyimpulkan bahwa kebanyakan produk China selalu disertai video promosi yang ciamik. Produk lokal dengan kualitas dan harga yang sama jika tidak dipromosikan dengan masif dan menarik akan dengan sendirinya tenggelam dalam algoritma yang fair sekalipun. Lagi-lagi semuanya kembali ke skill pemasaran UMKM kita. Seberapa mampu mereka mengemas produk dalam iklan yang menarik akan menentukan keberhasilan penjualan daring mereka.

Persoalan algoritma dan mahadata memang memerlukan pembahasannya tersendiri. Namun, jika Tiktok Shop benar-benar ditutup, Pasar Tanah Abang dan pasar-pasar konvensional lainnya akan tetap sepi. Karena faktanya, Tiktok Shop sekarang hanya mendominasi sekitar 10% dari transaksi e-dagang di Indonesia. Masih ada pemain besar lainnya seperti Shopee, Tokopedia, Bukalapak, dan Lazada. Mustahil untuk melarang penggunaan semua platform tersebut sekaligus.

Gagasan untuk meningkatkan kemampuan dan wawasan penjual dalam negeri bukan lahir begitu saja. Ini muncul dari cerita yang saya dapat saat mengikuti seminar “cara berjualan di Amazon”. Narasumber dalam seminar tersebut, sebut saja Melati, bercerita bahwa dia mengambil barang dari China untuk dijual kembali di pasar Amerika Serikat melalui situs Amazon. Melati adalah seorang WNI. Melati bercerita bahwa awalnya dia memiliki idealisme untuk mendukung UMKM Indonesia. Saat mencoba mencari pemasok dari Indonesia, dia mendapati pelaku UMKM di Indonesia tidak mampu bekerja sama untuk mengirim barang ke luar negeri. Saat dia meminta si penjual untuk mengemas barang sesuai ketentuan Amazon, dan mengirimkannya ke alamat gudang Amazon di AS, mereka menolak. “Ribet, Bu,” kata Melati menirukan kata-kata si penjual.

Menyerah atas idealismenya, Melati kemudian mencari pemasok dari China. Berbeda dengan produsen di Indonesia, produsen di China sangat kooperatif dan terlihat memahami potensi yang dibawa oleh Melati. Produsen China mau mengikuti arahan dari Melati. Bahkan, mereka mau menjual barang dengan harga grosir meskipun jumlahnya sedikit setelah tahu Melati sedang merintis tokonya di Amazon. Pola pikir seperti ini yang diperlukan oleh UMKM di Indonesia. Mereka harus diberi pemahaman bahwa sekarang dunia sudah menjadi sebuah desa kecil, dan karenanya penjualan ke AS dengan segala birokrasinya harus dipandang sebagai sebuah kesempatan.

Terlepas dari berbagai isu tersebut, saya secara pribadi percaya bahwa negara harus bertindak untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Namun, saya tidak percaya bahwa kemakmuran rakyat dapat dicapai dengan solusi dangkal yang berujung menghambat perkembangan teknologi. Akses terhadap teknologi dan segenap pengetahuannyalah yang menjadi PR negara. Buka akses seluas-luasnya melalui pelatihan maupun kuliah yang terjangkau. Dorong UMKM untuk berlatih dan masuk ke dalam hiruk pasar global. Berikan mereka pemahaman bahwa zaman sekarang produk sudah tidak lagi dijajakan di lorong-lorong pasar, tapi di lorong-lorong maya dunia internet.

Negara harus hadir untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Bangsa yang cerdas akan menjadi bangsa yang sejahtera. Kita memang tertinggal, namun menghambat kemajuan ekonomi hanya akan membuat kita tertinggal lebih jauh. Jika kita tertinggal dalam maraton, jangan jegal lawan kita. Larilah lebih kencang untuk sampai lebih dahulu di garis finish.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun