Mohon tunggu...
Farhan Fakhriza Tsani
Farhan Fakhriza Tsani Mohon Tunggu... Akuntan - Seorang Pelajar

Tertarik pada sastra, isu sosial, politik, dan ekonomi.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Konservatisme Barat dan Ramalan Samuel Huntington tentang Masa Depan Politik Dunia

8 Desember 2019   17:46 Diperbarui: 9 Desember 2019   06:25 839
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kampanye Donald Trump dalam Pemilu Presiden AS tahun 2016. Sumber: wbur.com

Krisis Migran Eropa membuat masyarakat Eropa bersentuhan dengan masyarakat Muslim dalam skala mikro dengan intensitas yang belum pernah terjadi sebelumnya. Hal ini menciptakan pertemuan dua budaya-agama yang berbeda dalam satu wilayah geografi secara masif. Teori Fukuyama, yang meyakini liberalisme Barat sebagai konsep final umat manusia, sedang diuji pada momentum ini.

Gelombang demi gelombang pendatang mendiami tanah-tanah Eropa. Sambutan hangat diberikan warga saat kedatangan mereka di stasiun-stasiun. Dalam beberapa waktu, teori Fukuyama terasa mendekati kebenaran. Namun, malam tahun baru 2016 mengubah keadaan.

Pada malam tahun baru 2016, sebuah kerusuhan terjadi di Cologne, sebuah kota di Jerman yang menampung banyak pengungsi. Kerusuhan dilakukan oleh para imigran yang kebanyakan teridentifikasi berasal dari Maroko, Aljazair, dan Suriah. Ratusan imigran "berpesta" di jalan, menyalakan kembang api, dan berteriak-teriak dalam Bahasa Arab. Beberapa melakukan perkosaan dan kekerasan terhadap perempuan. Tercatat, ada 1200 kasus perkosaan dalam satu malam.

Pihak kepolisian melaporkan bahwa pelaku kerusuhan tidak berasal dari "pengungsi perang". Kerusuhan didalangi oleh imigran ilegal yang menghadapi tekanan ekonomi di negaranya dan mencari penghidupan di Jerman. Biar bagaimana pun, fakta itu tidak berarti banyak. Dan kerusuhan ini menjadi awal bagi perdebatan tentang konsep liberalisme modern, tidak hanya di Jerman, tapi di seluruh Dunia Barat.

Meskipun peristiwa Malam Tahun Baru tidak dilakukan oleh para pengungsi perang, momentum ini seperti menjadi legitimasi bagi masyarakat akar rumput untuk menentang kebijakan imigrasi. Dalam skala mikro, gesekan budaya terjadi secara nyata. Namun gelombang deras media arus utama yang selalu mendukung liberalisme menutup mulut masyarakat untuk bersuara. Peristiwa Malam Tahun Baru, biar bagaimanapun, melepaskan keresahan masyarakat seperti air bah dari bendungan yang jebol.

Memasuki tahun 2016, protes-protes atas kebijakan imigrasi menjamur menggantikan sambutan-sambutan hangat di stasiun yang terjadi pada tahun-tahun sebelumnya. Spanduk-spanduk "Go Home, Immigrants!" menggantikan spanduk "Welcome Home, Immigrants". Diskursus liberalisme mulai dipertanyakan dan politikus sayap kanan mulai mendapatkan dukungan populis.

Sebuah kanal Youtube bernama Journeyman Pictures membuat liputan tentang gerakan anti-imigran di Jerman yang diunggah pada 4 April 2016. Liputan tersebut dapat disaksikan melalui tautan berikut. Terdapat opini-opini menarik dari narasumber yang diwawancara dalam liputan tersebut.


Seorang aktivis dari organisasi perjuangan hak perempuan dalam wawancara tersebut mengungkapkan pandangannya tentang peristiwa Malam Tahun Baru. Menurutnya, tindakan-tindakan kekerasan yang dilakukan oleh para imigran tersebut berasal dari motif politik "islamist" motivation, dan menkankan perbedaannya dengan "islamic" motivation", untuk membedakan antara strategi politik dan konsep agama. Menurut pendapatnya, para pelaku tersebut membawa budaya politis dari negara asalnya yang cenderung menundukkan wanita dari peran publik dengan kekerasan seksual.

Pada akhirnya, dia meyakini bahwa kejadian tersebut mengancam nilai-nilai yang diperjuangkan organisasinya yang berdiri sejak tahun 1970. Orang asing adalah orang asing, dan mereka mempunyai adat istiadatnya sendiri. Ungkapannya dalam wawancara tersebut:

"It's always leaving foreigners as foreigners. They are 'others'. They are 'just like that'.  They have different customs. The women don't get out of house, the daughters are not allowed to swim, the women are covered with veil. That's just their way."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun