Mohon tunggu...
Farhan Dwi Ristiyanto
Farhan Dwi Ristiyanto Mohon Tunggu... Mahasiswa - -

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Dampak Nyata Pemanasan Global di Masa Kini

26 Oktober 2021   13:11 Diperbarui: 26 Oktober 2021   13:16 826
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saat atmosfer menghangat, bagian utara belahan bumi utara akan lebih panas daripada bagian bumi lainnya, dan permukaan laut juga akan memanas, sehingga gunung es di kutub, terutama yang ada di sekitar Greenland, akan mencair. Menurut penelitian para ilmuwan dari anggota Antarctic Survey Institute (BIA), lebih dari 1 juta hektar gunung es di Antartika barat atau Cincin Antartika terancam mencair atau pecah.

Secara umum, kenaikan permukaan laut akan menyebabkan efek berikut:

  1. Frekuensi dan intensitas banjir turut meningkat
  2. Meluasnya kerusakan manggove (hutan bakau)
  3. Terjadinya perubahnya arus laut
  4. Intrusi air laut yang luas
  5. Berbagai kegiatan sosial-ekonomi masyarakat pesisir yang terancam
  • Pertanian

Orang mungkin berpikir bahwa pemanasan bumi ini akan menghasilkan lebih banyak makanan daripada sebelumnya, tetapi ini tidak terjadi di beberapa tempat. Misalnya, Kanada bagian selatan dapat memperoleh manfaat dari curah hujan yang lebih tinggi dan musim tanam yang lebih panjang. Di sisi lain, lahan pertanian tropis semi-kering bahkan di beberapa bagian Afrika mungkin tidak akan tumbuh. Jika salju musim dingin, yang merupakan reservoir alami, mencair sebelum periode puncak pertumbuhan, daerah pertanian gurun yang menggunakan air irigasi pegunungan terpencil mungkin akan terpengaruh. Seperti yang kita ketahui bersama, para petani menggunakan cuaca sebagai dasar untuk bercocok tanam, jika prakiraan cuaca salah, maka petani tidak bisa panen atau panennya tidak bagus, sehingga menderita kerugian.

  • Hewan dan Tumbuhan

Hewan dan tumbuhan menjadi organisme yang sulit untuk dihindarkan dari efek pemanasan ini, karena sebagian besar daratan telah dikuasai oleh manusia. Dalam pemanasan global, hewan cenderung bermigrasi ke daerah kutub atau daerah pegunungan. Namun, perkembangan manusia akan menghambat gerakan ini. Spesies yang terhalang oleh kota atau peternakan untuk bermigrasi ke utara atau selatan bisa mati. Beberapa spesies yang tidak bisa bergerak cepat ke kutub juga bisa punah. Pada saat yang sama, tanaman akan mengubah arah pertumbuhannya dan mencari daerah baru karena habitat lamanya menjadi terlalu hangat.

  • Kesehatan Manusia

Wabah penyakit umum di daerah tropis, seperti yang disebabkan oleh nyamuk dan hewan pembawa penyakit lainnya, akan menjadi lebih umum karena dapat dipindahkan ke daerah yang sebelumnya terlalu dingin untuk mereka. Sebagai contoh, Plasmodium adalah vektor utama penularan penyakit malaria, dan diyakini hanya berkembang biak di daerah tropis yang suhunya tidak kurang dari 16 derajat Celcius dan ketinggian kurang dari 1.000 meter.

Perubahan suhu, kelembaban dan curah hujan yang ekstrim akan menyebabkan nyamuk lebih sering bertelur sehingga meningkatkan vektor penularan penyakit. Penyakit tropis lainnya yang dapat ditularkan oleh nyamuk antara lain malaria, demam berdarah dengue (DBD), demam kuning dan chikungunya.

  • BAGAIMANA DUNIA DAN INDONESIA MENYIKAPINYA

Isu pemanasan global bukanlah isu baru bagi dunia, sejak tahun 1979, gagasan dan rencana pengurangan emisi telah diimplementasikan dalam bentuk kesepakatan internasional yaitu United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCC) yang membahas tentang perubahan iklim. Konvensi tersebut dilaksanakan di Rio de Janeiro pada 14 Mei 1992 sebagai salah satu komitmen KTT Bumi, dan mulai berlaku pada 21 Maret 1994.

Pemerintah Indonesia menyetujuinya melalui UU No.  No. 6 Tahun 1994. Melalui konvensi tersebut, negara Annex I (Rusia dan negara eropa timur lainnya)  diharuskan bekerja untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dengan merumuskan rencana nasional dan inventarisasi gas rumah kaca.

Kemudian, pada Konferensi Inter-Parliamentary Union (IPU) ke-116 yang diadakan di Nusa Dua, Bali, pada tanggal 29 April hingga 4 Mei 2007, tema tersebut dimasukkan dalam tema Rapat Umum Debat "Pemanasan Global: Sepuluh Tahun Setelah Kyoto.". Isu ini juga menjadi isu utama dalam pembahasan isu-isu mendesak. Pada tahun 2007, Bali, dengan bantuan Japan International Cooperation Agency (JICA), merestorasi 250 hektar dari 4.000 hektar hutan bakau di lima wilayah: Denpasar, Padang, Jambrana, Burler, dan Klungkung. Mengingat mangrove sangat efektif dalam meredam tsunami, maka upaya ini dilakukan untuk memprediksi tsunami. Ini merupakan upaya nyata untuk mengurangi dampak pemanasan global, dan pemanasan global juga dapat memicu tsunami. Tri Hita Karana sebagai bentuk penerapan peran masyarakat dalam menjaga alam. Konsep Tri Hita Karana (hubungan harmonis antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, dan manusia dengan lingkungan alam) mengacu pada akar budaya Bali dan dapat dijadikan acuan untuk mengatasi kerusakan lingkungan yang menjadi penyebab global pemanasan hari ini.

Di wilayah kecil, masyarakat dapat berpartisipasi dalam mengurangi konsekuensi melalui cara-cara berikut:

  1. Hemat air
  2. Kurangi penggunaan mobil pribadi
  3. Gunakan pembersih dan sabun yang ramah lingkungan
  4. Kurangi pembakaran bahan yang tidak dapat didaur ulang
  5. Menanam pohon untuk menghijaukan lingkungan sekitar
  6. Memperhatikan kebersihan lingkungan sekitar
  7. Menggunakan dan membuat Kompos
  8. Mendorong kerajinan tangan yang menggunakan bahan daur ulang
  9. Gunakan lampu hemat energi

KESIMPULAN

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun