Perkawinan diatur dalam hukum, baik di Indonesia ataupun di negara-negara muslim lainnya. Hukum ini berfungsi sebagai kontrol sosial. Menurut El-Fadl, menyatakan bahwa perempuan merupakan sumber fitnah, sebuah istilah negatif yang bermakna rayuan seksual, sumber bahaya, kerusakan sosial, kekacauan, dan kejahatan yang akan datang. Kontrol atas seksualitas perempuan di negara-negara berpenduduk muslim ini termaktub dalam rumusan hukum. Di Indonesia terlihat pada pelbagai bentuk Peraturan-peraturan daerah dan UU nasional. Bentuk kontrol hukum negara terhadap seksualitas perempuan terdapat dalam Hukum Jinayat di Daerah Istimewa Aceh. Hukum tersebut mengatur larangan persetubuhan antara laki-laki dan perempuan tanpa ikatan pernikahan (zina), larangan berduaan bagi berbeda jenis kelamin yang bukan suami-istri (mahram) di tempat tertutup (khalwat), dan larangan bermesraan dua orang yang bukan suami-istri, baik di tempat tertutup maupun tempat terbuka (ikhtilat). Pelanggar aturan tersebut dihukum dengan hukum cambuk dan hukuman sampai mati (rajam).
- Perempuan, Islam, dan Negara
      Dalam membahas perempuan, Islam, dan negara, terdapat suatu teori yang menjembatani ketiga unsur ini. Teori tersebut adalah feminisme. Feminisme adalah sebuah teori yang berusaha menganalisis berbagai kondisi yang membentuk kehidupan kaum perempuan dan menyelidiki beragam jenis pemahaman kebudayaan mengenai apa artinya menjadi perempuan (Jackson dan Jones, 1998: 1). Dalam teori feminisme, terdapat banyak aliran dan juga beragam hal yang diperselisihkan dan diperdebatkan.
      Feminisme dan Islam merupakan sebuah teori yang menjembatani kesenjangan antara konsepsi keadilan yang memengaruhi dan menopang penafsiran dominan terhadap Syariah di satu sisi, dan hukum hak asasi manusia (HAM) di sisi lain. Feminisme Islam mendasarkan kerangka kerjanya pada sumber-sumber utama ajaran Islam, yakni Al-Qur'an, hadis, dan seperangkat hukum Islam (Barlas, 2003: 27).
      Feminisme dan Islam di Indonesia dapat dilacak keberadaannya ketika sejumlah kelompok terpelajar muslim berinteraksi dengan gerakan perempuan lain di berbagai belahan dunia, baik Eropa maupun Timur Tengah. Hubungan tersebut terjadi karena proses kolonialisme maupun modernisasi. Dalam perkembangan terkini, alat analisis feminisme yang dipergunakan adalah Analisa gender. Dengan paradigma analisis gender ini, Affiah (2009: 155-156) menunjukkan bahwa sejak dasarwasa 1990-an organisasi Islam dan organisasi gerakan perempuan Islam dengan pemikiran progresif muncul. Faktor lain yang juga berkontribusi terhadap berkembanganya gerakan feminisme dan Islam adalah terjalinnya interaksi antara sarjana dan aktivis muslim Indonesia dengan dunia luar, dan keikutsertaannya dalam berbagai konferensi internasional dan nasional yang diselenggarakan oleh lembaga-lembaga Islam progresif di Indonesia dan kelompok-kelompok studi (Nadjib: 2002 dan Affiah: 2009).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H