Mohon tunggu...
Farhan DongantaJaya
Farhan DongantaJaya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa STAIN Mandailing Natal

Berpikir adalah hal dan hak yang harus dirawat

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Politik Keperempuanan: Protes dan Harapan

3 September 2021   02:52 Diperbarui: 3 September 2021   02:51 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Melalui empirisme-lah perempuan menemukan sesuatu yang mengganjal dan sesuatu tersebut adalah ketidakadilan. Artinya: keperempuanan bukanlah pengetahuan akademis melainkan pengalaman etis. Tetapi hal etis itu tidak ada di dalam per-politikan kita saat ini sehingga politik di republik ini menciderai bathin perempuan.

Karena dunia per-politikan kita memiliki kekakuan, sehingga 'gender equality' disalahartikan. Yang seharusnya kesetaraan hak malah menjadi persamaan hak. Ada situasi kontradiktif di dalam politik kita. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya kebijakan yang selalu menutup diri di balik dalil utilitirianism (kebutuhan) dan kebutuhan perempuan disamakan dengan kebutuhan laki-laki.

Dari hal tersebut kesalahan terlihat, karena ketidakadilan yang dialami oleh laki-laki dan perempuan pasti berbeda. Laki-laki selalu protes ketika ia tidak mendapatkan haknya, tetapi perempuan hanya akan protes jika keutuhan bathinnya terciderai. Dari hal ini, kesimpulan yang Saya temukan adalah: laki-laki bergerak di ranah etika akan hak sedangkan perempuan ada di dalam etika kepedulian.

Etika akan hak hanya akan bergerak bila ketersediaan sudah tidak tersedia lagi, sedangkan etika kepedulian bergerak di dalam upaya perubahan, karena sistem tidak pernah pantas untuk diterapkan, maka perlu sistem baru untuk kesesuaian. Etika kepedulian tersebut yang menjelaskan bahwa ketidakadilan itu konkret bukan sebatas perjuangan atas hak, melainkan perjuangan perubahan sosial masyarakat.

Bagi laki-laki kekurangan hak adalah ketidakadilan sedangkan bagi perempuan ketidakadilan itu menyangkut pada eksistensinya, karena segala jenis ketidakadilan yang menerpa perempuan, hendak memasuki ruang psikis dan fisiknya. Hal itu sering terjadi akibat dari dalil utilitirianism dan gender equality masih disalahartikan. Maka dari itu perubahan suatu sistem adalah sesuatu yang bijaksana bagi keperempuanan, agar tidak menciderai psikis dan fisiknya.

Tetapi perubahan sistem sosial tersebut sangatlah sulit untuk diterapkan, karena pragmatisme dan feodalisme masih bersemayam di tubuh politik kita. Sehingga yang terlihat budaya-budaya Aristokrat dan Raja masih berlanjut hingga saat ini.

Untuk menghadapi pragmastisme dan feodalisme di dalam politik, perlu adanya gerakan yang juga bersifat politik, agar kedudukan politik sebagai alat untuk menyebarkan keadilan, kembali lagi.

Sifat politik yang dimaksud adalah sifat politik yang hendak mewujudkan apa yang diharapkan (politics of hope) agar peradaban ataupun kehidupan bisa berjalan sesuai dengan kehendak social justice. 

Itu yang membuat kita melihat bahwa di dalam keperempuanan tersirat sangat banyak harapan-harapan etis, baik ia perbaikan hidup maupun hal yang lain. Dan itu semua tergantung pada sifat politik, apabila politik saat ini yang lebih condong mengarah pada "politics of fear" maka hendaklah "hope" dijadikan dalil untuk mewujudkan hal etis tersebut.

Karena tidak mungkin selama berabad-abad ketidakadilan terus menerpa perempuan. Apabila kita membiarkan hal tersebut artinya kita mengaminkan sesuatu yang tidak baik bagi perkembangan peradaban dan politik keperempuanan pun adalah cara untuk mencegah tibanya stigma-stigma negatif terhadap perempuan, kendati stigma itu telah tiba dan kita harus menghapuskan hal itu.

Karena pada dasarnya perempuan bukanlah sumber segala permasalahan seperti yang terjadi di eropa berabad-abad yang lalu yang menganggap bahwa perempuan itu adalah: the rules of evil karena fenomena nenek sihir. Kita harus mengembalikan makna perempuan sebagai awal dan akhir, karena kita berawal dari rahim dan berakhir pada telapak kakinya.

           

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun