Sudah beberapa hari bahkan bulan terakhir penulis merasakan dan melihat suatu keadaan ketidakstabilan dari para pengguna media  sosial khususnya teman-teman di Facebook, Instagram, TikTok dsb. Hal itu ditenggarai karena banyaknya akun yang saling menyindir, membully atau menyerang lawan politik, padahal mereka yang dianggap lawan politik itu sebenernya adalah teman, kelompok, maupun keluarganya sendiri.Â
Memang situasi dan dinamika politik akan menyeret orang yang cenderung fanatik terhadap calon dukungan nya untuk bersikap agresif terhadap orang yang dianggap bersebrangan dengan pilihan politiknya.Â
Dinamika politik merupakan sesuatu hal yang diwajarkan dan lazim terjadi dalam konteks Demokrasi, akan tetapi ada norma etika yang mesti diperhatikan dan dipatuhi bersama, terlebih Demokrasi yang diterapkan di negara seperti di Indonesia yang menjunjung tinggi adat dan budaya ketimuran yang dijewantahkan dalam rumusan Pancasila di sila ke 4 yang berbunyi " Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan".
Untuk diketahui bahwa dalam momen politik kali ini di daerah Bima-Nusa Tenggara Barat, yang menjadi calon Bupati itu hanya diikuti oleh dua pasangan Calon, dan salah satu calon tersebut merupakan anak dari pada dua Bupati sebelumnya yang sudah menjabat selama 4 (Empat) periode secara berturut-turut.Â
Sedangkan saingannya atau pasangan lain, yang calon Bupati dan calon wakil Bupati nya ini merupakan keikutsertaannya yang kesekian kalinya, karena sebelumnya mereka pernah ikut dan sama-sama tidak terpilih.Â
Berdasarkan hal itu, kemudian yang menjadi bahan perdebatan dan saling sindir diantara pendukung dari kedua pasangan calon tersebut lebih dominan pada isu dinasti politik.Â
Pendukung yang pertama mengkritik dicalonkannya anak dari pada Bupati yang menjabat sebelumnya, menurut mereka pencalonan tersebut merupakan praktik dinasti politik, dan itu tidak sehat dalam persaingan praktek Demokrasi mengingat dalam dinasti politik sangat rawan dimanfaatkan dan terjadinya permufakatan kepentingan diantara pejabat pemerintah dan atau hal lainnya.Â
Sedangkan argumen dipihak pendukung pasangan calon anak dari Bupati sebelumnya, mengatakan ini merupakan kebebasan dalam sistem demokrasi, semua orang berhak untuk mencalonkan diri mau siapapun itu selama memenuhi syarat dan tidak ada aturan yang dilanggar.
Jika ditinjau dari pada definisi dan pengertian menurut para ahli dapat disimpulkan bahwa Dinasti Politik adalah kekuasaan politik yang dijalankan oleh sekelompok orang yang masih terkait hubungan keluarga, misalnya orang tua yang mewarisi kekuasaannya kepada anaknya.Â
Lebih lanjut sistem seperti ini lazim di gunakan oleh negara yang menganut sebuah sistem berbentuk monarki. Berdasarkan pengertian dinasti politik tersebut menjadi kejelasan dan masuk akal apa yang ditentang oleh kubu pendukung pasangan calon tersebut.Â
Dinasti politik sendiri, negara pernah mengatur melarang praktek dinasti politik di Indonesia dalam pasal 7 huruf r UU no. 8 tahun 2015 tentang perubahan atas UU no. 1 tahun 2015 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti UU no. 1 tahun 2014 tentang pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota yang menyebutkan: warga negara Indonesia yang dapat menjadi calon Gubernur/Bupati/Walikota adalah yang memenuhi persyaratan sebagai berikut: tidak memiliki konflik kepentingan dengan petahana.Â
Maksudnya yakni tidak memiliki hubungan darah ikatan perkawinan dan/ atau garis keturunan tingkat lurus keatas, kebawah, kesamping dengan petahana yaitu ayah, ibu, mertua, paman, bibi, kakak, adik, ipar, anak, menantu kecuali telah melewati jeda satu kali masa jabatan.Â
Mengkaji pasal tersebut maka sudah seharusnya pasangan calon anak dari Bupati sebelumnya tidak diperbolehkan untuk mengikuti pemilihan kepala Daerah kabupaten Bima, namun UU yang mengandung pasal tersebut sudah dinyatakan tidak berlaku lagi atau dicabut oleh Mahkamah Konstitusi (MK) lewat keputusan no. 33/PUU-XIII/2015, karena pasal tersebut dianggap bertentangan dengan ketentuan UUD 1945 dan membatasi kebebasan warga negara dalam ikut demokrasi. Berdasarkan keputusan MK tersebut maka pencalonan pasangan calon anak dari Bupati tersebut tidak melanggar dalam aspek hukum.
Jadi dapat disimpulkan dinasti politik merupakan sesuatu yang diperbolehkan dalam kontekstasi politik demokrasi di Indonesia pada umumnya dan daerah Bima pada khususnya. Kemudian menjadi persoalan ketika banyak pengamat politik mengatakan dan mengingatkan akan dampak dan bahaya dari praktek dinasti politik ini.
 Berdasarkan uraian mereka disimpulkan dinasti politik ini memiliki dampak negatif seperti terjadinya Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN), pemerintah cenderung anti kritik atau otoriter karena semua lini dan bidang dikuasai, pembangunan yang stagnan karena pembangunan bukan lagi menjadi tujuan dan beberapa dampak lainnya.
 Berdasarkan dampak dan bahaya dari dinasti politik, maka sudah seharusnya dinasti politik dijadikan perhatian untuk dipertimbangkan kembali dikarenakan berdampak pada kerugian oleh suatu wilayah dalam hal ini negara atau daerah.
Itulah penjabaran dari dinasti politik, sebuah hal yang banyak diperdebatkan saat ini di sosial media baik itu media Facebook, Instagram maupun Tiktok. Dengan fakta hukum yang menunjukkan bahwa dinasti politik sesuatu hal yang tidak dilarang negeri ini sebagaimana yang telah dijabarkan, maka mesti kita hormati dan terima secara bersama, mengingat kita hidup dan tinggal di negara hukum maka mesti kita taat pada hukum.Â
Begitu pun dalam momen politik ini, memang perbedaan pilihan dan pendapat sesuatu yang memang diwajarkan dalam Demokrasi akan tetapi jangan karena perbedaan tersebut menjadikan kita semua bermusuhan apalagi saling menyakiti satu sama lain.Â
Kita semua sebenarnya memiliki satu kesamaan, yaitu sama-sama mengharapkan keadaan yang lebih baik pada masing-masing pasangan calon yang kita dukung jika mereka terpilih nantinya. Oleh karena itu siapapun yang terpilih nantinya sudah seharusnya kita secara kolektif dengan persatuan untuk menuntut atas Visi dan misi serta semua janji-janji politiknya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H