Dinasti politik sendiri, negara pernah mengatur melarang praktek dinasti politik di Indonesia dalam pasal 7 huruf r UU no. 8 tahun 2015 tentang perubahan atas UU no. 1 tahun 2015 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti UU no. 1 tahun 2014 tentang pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota yang menyebutkan: warga negara Indonesia yang dapat menjadi calon Gubernur/Bupati/Walikota adalah yang memenuhi persyaratan sebagai berikut: tidak memiliki konflik kepentingan dengan petahana.Â
Maksudnya yakni tidak memiliki hubungan darah ikatan perkawinan dan/ atau garis keturunan tingkat lurus keatas, kebawah, kesamping dengan petahana yaitu ayah, ibu, mertua, paman, bibi, kakak, adik, ipar, anak, menantu kecuali telah melewati jeda satu kali masa jabatan.Â
Mengkaji pasal tersebut maka sudah seharusnya pasangan calon anak dari Bupati sebelumnya tidak diperbolehkan untuk mengikuti pemilihan kepala Daerah kabupaten Bima, namun UU yang mengandung pasal tersebut sudah dinyatakan tidak berlaku lagi atau dicabut oleh Mahkamah Konstitusi (MK) lewat keputusan no. 33/PUU-XIII/2015, karena pasal tersebut dianggap bertentangan dengan ketentuan UUD 1945 dan membatasi kebebasan warga negara dalam ikut demokrasi. Berdasarkan keputusan MK tersebut maka pencalonan pasangan calon anak dari Bupati tersebut tidak melanggar dalam aspek hukum.
Jadi dapat disimpulkan dinasti politik merupakan sesuatu yang diperbolehkan dalam kontekstasi politik demokrasi di Indonesia pada umumnya dan daerah Bima pada khususnya. Kemudian menjadi persoalan ketika banyak pengamat politik mengatakan dan mengingatkan akan dampak dan bahaya dari praktek dinasti politik ini.
 Berdasarkan uraian mereka disimpulkan dinasti politik ini memiliki dampak negatif seperti terjadinya Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN), pemerintah cenderung anti kritik atau otoriter karena semua lini dan bidang dikuasai, pembangunan yang stagnan karena pembangunan bukan lagi menjadi tujuan dan beberapa dampak lainnya.
 Berdasarkan dampak dan bahaya dari dinasti politik, maka sudah seharusnya dinasti politik dijadikan perhatian untuk dipertimbangkan kembali dikarenakan berdampak pada kerugian oleh suatu wilayah dalam hal ini negara atau daerah.
Itulah penjabaran dari dinasti politik, sebuah hal yang banyak diperdebatkan saat ini di sosial media baik itu media Facebook, Instagram maupun Tiktok. Dengan fakta hukum yang menunjukkan bahwa dinasti politik sesuatu hal yang tidak dilarang negeri ini sebagaimana yang telah dijabarkan, maka mesti kita hormati dan terima secara bersama, mengingat kita hidup dan tinggal di negara hukum maka mesti kita taat pada hukum.Â
Begitu pun dalam momen politik ini, memang perbedaan pilihan dan pendapat sesuatu yang memang diwajarkan dalam Demokrasi akan tetapi jangan karena perbedaan tersebut menjadikan kita semua bermusuhan apalagi saling menyakiti satu sama lain.Â
Kita semua sebenarnya memiliki satu kesamaan, yaitu sama-sama mengharapkan keadaan yang lebih baik pada masing-masing pasangan calon yang kita dukung jika mereka terpilih nantinya. Oleh karena itu siapapun yang terpilih nantinya sudah seharusnya kita secara kolektif dengan persatuan untuk menuntut atas Visi dan misi serta semua janji-janji politiknya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H