Kode budaya dalam karya seni ini jika dilihat terdapat pada wujud pakaian yang berusaha di ukirkan si seniman, ketiganya terwujudkan menggunaka rok dimana rok dalam kebudayaan Indonesia sendiri merupakan pakaian wanita,ukiran sepasang kaki paling kiri menggunaka rok yang menutupi hingga lututnya dan rok yang di gunakan tidak mengenggunakan belahan atau renda sama seperti rok yang di gunakan dalam seragam wanita di sekolah menengah atas. Sepasang kaki di tengah terlihat menggunakan rok yang panjang, bentuk tersebut dianggap sebagai rok karena bentuk lipatannya yang di bentuk melebar ke bawah dan menyeret di kaki berbeda dengan kain sarung pria yang biasanya di buat ketat dan sedikit mengatung agar pergerakan lebih leluasa. Sepasang kaki pada sisi kanan memiliki ukuran lebih besar di banding kedua kaki lainnya, sepasang kaki ini mengenakan rok yang terlihat sedikit diatas lututnya.
Tiga bentuk kaki wanita ini menggambarkan suatu usaha untuk menuju suatu tujuan dimana kaki tidak lain adalah anggota tubuh yang di gunakan untuk berjalan dari satu tempat ke tempat lain sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Sedangkan mengapa figur yang dipilih hanya wanita? wanita merupakan mahluk yang sering di kaitkan dengan kelembutan dan kasih sayang di gambarkan dengan tekstur kasar batu bata dan semen, penggambaran wania disini telah terjadi dekonstruksi mengenai penggambaran wanita bukan dengan simbol-simbol kelembutan dan kasih sayang.
Ketiga kaki pada karya seni ini memiliki bentuk yang tegak dan mengarah lurus menhadap utara dari tugu Yogyakarta. Masyarakat Jogja mengacukan arah utara sebagai arah gunung merapi yang juga merupakan gunung yang dianggap keramat oleh masyarakat jogja karena telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat jogja dari dulu di samping itu,karya seni ini menghadap kepada tugu yang merupakan simbol dari kota jogja.
Kesimpulan
Dari uraian yang di paparkan diatas mengenai lima kode yang terkandung dalam karya seni berjudul “ Tembok Pemisah” karya dari Yulhendri. Ukiran patung yang berupa figur tiga pasang kaki wanita yang menggambarkan sebuah usaha yang di lakukan tiga figur yang di ukirkan dalam karya seni tersebut, dekonstruksi mengenai karakter wanita yang seharusnya di simbolkan dengan kelembutan dan kasih sayang di ukirkan dengan karakter yang berkebalikan, ke tiga figure wanita disini juga menggambarkan perbedaan kelas atau status ekonomi karena busana bawah yang di kenakan ketiga wanita memiliki perbedaan bentuk dari wnita yang berada di sisi paling kiri menjadi penggambarn wanita pada kelas menengah yang mengenakan rok seperti seragam/pekerja, figure wanita di tengah menggambarkan wanita dengan kelas ekonomi atas menggunakan rok bawahan seperti gaun panjang sadangan figure wanita pada sisi paing kanan yang menggunakan rok diatas lutut menggambarkan wanita buruh tani yang sering menyampirkan rok ke atas agar pakaiannya tidak kotor terkena lumpur di bawahnya.
Dalam hal ini ketiga figure juga menggambarkan situasi yang sungguh keras sehingga penggambaran yang baik tentang wanita tergambarkan tidak secara umumnya. Tekstur tembok yang memiliki perbedaan tekstur di sisi atas dan bawahnya juga menggambarkan situasi yang keras dan di paksakan, terlihat dari kasarnya tekstur tembok bagian bawah yang terlihat seperti hasil pembongkaran yang beum selesai.
Patung yang mengarah menuju utara tepatnya mengarah kepada tugu Jogja dang jika di teruskan mengarah kepada gunung merapi menggambarkan tujuan dari tiga figur wanita ini. Kedua ikon yang dianggap sakral oleh masyarakat jogja ini menggambarkan tujuan tiga figur ini yang terlihat terperangkap dalam tembok yang menguburnya hal ini biasa diartikan sebagai keresehan sang seniman akan kota jogja yang semakin kehilangan maknanya akibat terkubur oleh dinding-dinding tinggi, sehingga sang seniman berusaha menyampaikan pesan untuk mendobrak dan keluar dari dinding-dinding tersebut.
Makna lain yang juga terkandung dalam karya seni instalasi ini juga mengenai kesenjangan sosial yang terjadi pada masyarakat saat ini, kesenjangan inilah yang menjadi tembok pembatas bagi masyarkat Jogja sehingga Jogja yang tadinya penuh dengan keakraban dan ke ramah tamahan terhalang oleh tembok pembatas yaitu kesenjangan sosial yang semakin menjauhkan hubugan antar masyarakat jogja. Penggambaran setengah tubuh dari tiga figur wanita yang menyampaikan kegelisahan sang seniman akan usaha ini sehingga dalam ukiran tersebut bagian tubuh yang di tampakan terlihat rapuh dan kasar, hal ini tidak lain karena sang seniman ingin memberi semangat kepada masyarakat untuk membangun semangat tersebut dan merobohkan tembok yang enjadi penghalang bagi tujuan ini dan kembali mengokohkan tujuan tersebut sehingga tidak rauh kembali.
Daftar Pustaka
Sobur, Alex. 2013. Semiotika Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset.