Nama   : Farel Ardan Merlysco
NIM Â Â Â : 151220161
Kampus : UPN "Veteran" Yogyakarta
Pendahuluan
- Banyak orang beranggapan bahwa UU Penyiaran yang berlaku saat ini, UU No. 32 tahun 2002, sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan teknologi dan bisnis penyiaran.
- Ada banyak masalah dalam bisnis penyiaran, termasuk konten ilegal, persaingan tidak sehat, dominasi kepemilikan, dan kontrol frekuensi yang tidak jelas.
- Bisnis penyiaran di Indonesia membutuhkan undang-undang baru yang mencakup lebih banyak hal.
- Mengapa kami menulis RUU Penyiaran?
Untuk membuat perubahan pada aturan penyiaran seiring dengan perkembangan teknologi dan bisnis.
- Memperjelas bagaimana frekuensi dikelola dan bagaimana lembaga penyiaran mendapatkan izin.
- Melindungi kepentingan publik dengan mempermudah kontrol terhadap apa yang disiarkan.
- Mendorong persaingan yang sehat dalam bisnis penyiaran.
- Membuat peran dan fungsi lembaga penyiaran publik dan swasta menjadi lebih baik.
Apa yang dapat dilakukan oleh RUU Penyiaran:
- Menetapkan batasan frekuensi dan memberikan lisensi kepada organisasi radio.Â
- Materi siaran, kepemilikan konten, dan pembatasan monopoli.Â
- Institusi dan pengawasan penyiaran
- Hak dan kewajiban organisasi media
Proses Pembahasan
Proses Pembahasan RUU Penyiaran: Dewan Perwakilan Rakyat dan Pemerintah saat ini sedang membahas RUU Penyiaran. Banyak kelompok yang terlibat dalam proses perdebatan ini, seperti masyarakat, organisasi penyiaran, dan kelompok bisnis. RUU Penyiaran telah menimbulkan banyak perdebatan di masyarakat karena KPI akan dapat mengontrol media penyiaran selain TV dan radio. Ini termasuk situs media sosial seperti X, Instagram, Facebook, dan lainnya, serta situs hiburan seperti Netflix, TikTok, YouTube, dan lainnya. Dengan bantuan KPI, pemerintah ingin memperbaiki ekosistem media penyiaran, karena KPI dapat mengawasi dan secara langsung mempengaruhi kelangsungan siaran.
Akibatnya, RUU Penyiaran menjadi perbincangan hangat di berbagai kalangan. Kontroversi seputar peningkatan kontrol KPI terhadap media sosial dan platform hiburan non-tradisional telah menimbulkan kritik dan perdebatan di masyarakat.
Dampak
Ada banyak diskusi dan kritik seputar bagaimana RUU Penyiaran mempengaruhi kontrol media, ekspresi artistik, dan teknik jurnalistik di Indonesia. Rencana untuk memperluas kompetensi Komisi Penyiaran Indonesia untuk mencakup konten digital yang dihasilkan dari proses legislasi yang sulit dan berlarut-larut telah menimbulkan kekhawatiran tentang pembatasan kebebasan jurnalistik dan kemerdekaan berbicara.