Tak lama, aku mendengar suara pintu terbuka, itu Mamah. Mamah terlihat seperti mencariku dan memanggilku.
"Mah, ini Naira! Naira di sini!" Aku berteriak, namun sepertinya Mamah tidak mendengar.
"Arretha." Eh? Apa aku tidak salah lihat dan salah dengar? Barusan itu, Ssera yang berbicara? Arretha? Siapa Arretha.
"Kamu Arretha, aku yang berbicara, bukan Ssera." Aku menoleh ke arah kanan, itu adalah kupu-kupu yang semalam menggigitku, apa maksudnya ini semua?
"Arretha, sesuai harapanmu, kamu tidak bisa ke sekolah hari ini, dan kamu sudah menjadi bagian dari bangsa kami. Hanya Ssera yang bisa melihatmu dan bangsa kita, itulah alasannya mengapa Ssera selalu melihat ke arah pojok kamarmu."
Aku mengerti sekarang alasan Ssera selalu diam menghadap ke pojok kamar, ini yang dia lihat. Ah, wujudku yang sekarang memang indah, terkadang hal tidak terlihat, lebih baik daripada hal yang dilihat. Aku menerima bahwa sekarang aku bukan manusia lagi, karena, mau berbuat apapun, ini semua sudah terjadi. Ssera, aku temani dari sini, ya?
Cr: Alya Maharani Fatimah
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H