Prawacana
Tulisan ini sebuah refleksi hari Pahlawan Nasional yang bertepatan pada setiap tanggal 10 November. Atas sebuah penghormatan besar Negara kepada para Pahlawan Bangsa yang gugur dalam perang melawan penjajah dan pahlawan yang telah mendedikasikan dirinya kepada Bangsa Indonesia, perang 10 November 1945 pasukan Indonesia melawan sekutu dijadikan simbol hari yang sakral bagi Pahlawan Nasional
Dikala itu Inggris dan Amerika sebagai tentara sekutu ingin kembali merebut Indonesia dari tentara Jepang. Secara militer Jepang kalah telak dihadapan Amerika Serikat, hal itu ditandai dengan jatuhnya Bom Atom Di Hiroshima dan Nagasaki pada tanggal 6 dan 9 Agustus 1945, Peristiwa ini mengakibatkan Jepang menyerah tanpa syarat kepada Amerika Serikat.
Singkatnya negara-negara Imperialis seperti Amerika Serikat dan Inggris sebagai sekutunya ingin merebut Indonesia sebagai daerah jajahan yang telah ditaklukkan di tangan Jepang. Namun niat Negara Imperialis ini berhadapan langsung dengan para pahlawan Indonesia yang telah lebih dulu memproklamirkan lndonesia pada 17 Agustus 1945, Â dimana negara sekutu masih sibuk berhadapan dengan penjajah Jepang, Indonesia telah mencuri star terlebih dahulu dengan memproklamirkan kemerdekaan Indonesia yang dipimpin langsung oleh Ir. Soekarno dan M Hatta
Gencar negara-negara Imperlialis terutama Inggris sebagai sekutu Amerika yang datang pada tanggal 25 Oktober melancarkan aksi mereka kepada Indonesia dengan maksud supaya Indonesia menyerah dan takluk, Â justru sikap Inggris ini membangkitkan semangat perlawanan pahlawan Nasional. Terutama sekali Hadratussyaikh K.H Hasyim Asy'ari yang telah mempelopori Resulusi Jihad 22 Oktober 1945 melawan tentara Penjajah.
Tidak bisa dipungkiri bahwa perang 10 November 1945 adalah bagian dari kelanjutan Resolusi Jihad Santri dan Ulama 22 Oktober 1945. Atas tewasnya Jenderal Mallaby dari tangan kaum santri pada 30 Oktober 1945, diketahui Jenderal Mallaby tewas ditangan santri yang bernama "Harun", keadaan ini memicu eskalase kemarahan Inggris. sehingga itupula Inggris tetap bersikukuh dengan selebarannya (Pamflet) memerintahkan supaya pejuang Indonesia menyerah dan memberikan semua senjata-senjata rampasan dari tangan jepang, jika ultimatum itu tidak di indahkan oleh pejuang Indonesia maka Surabaya akan dibumi hanguskan dengan Bedil dan Meriam.
10 November 1945, Bung Tomo naik diatas Podium dan berpiado membakar semangat pejuang Indonesia, pidato itu disiarkan langsung oleh Radio Repoblik Indonesia. Pidato Bung Tomo ini menggerakkan para pejuang Indonesia yang terdiri dari berbagai serikat, perhimpunan, pemuda desa hingga para santri, semuanya bergerak menuju titik " api" peperang yaitu Surabaya dan sekitarnya.
Mengenal Pejuang Heroik Hj Salahuddin Bin Talabudin
Hj Salahuddin lahir pada tahun 1874 di Gemia, Patani Halmahera Tengah dan wafat Pada Tahun 1948 di Skep Ternate.
Haji Salahuddin Bin Talabudin, hidup dimasa-masa sulit Bangsa Indonesia melawan penjajah Kolonialisme dan Imperialisme, sehingga tidak diragukan lagi Jiwa Nasionalisme dan patriotismenya.
Jika di Pulau Jawa kita kenal dengan sosok Hadratussyaikh K.H Hasyim Asy'ari, maka di Maluku Utara ada Hj Salahuddin Bin Talabudin, kedua tokoh ini memiliki sepakterjang pemahaman yang sama tentang Nasionalisme, dimana Cinta tanah air dipandang sebagai bagian dari iman kepada Allah SWT dan kaum penjajah dalam arah yang sesungguhnya adalah orang-orang kafir laknatullah, pandangan ini begitu khas bagi Hj Salahuddin maupun Hadratussyaikh K.H Hasyim Asy'ari . Kalimat yang masyhur ditulis dalam Makalah para ulama "Hublum Wathan Minal Iman" (Cinta Tanah air bagian dari iman) adalah dalil yang paling asasi dalam penyatuan Islam dan Nasionalisme.