Mohon tunggu...
Farchan Noor Rachman
Farchan Noor Rachman Mohon Tunggu... pegawai negeri -

PNS, Backpacker, Punker, Penikmat Musik, Pembaca Buku, Pemain Futsal, Penulis, Pemain Game, Penggila Film dan Pendukung Manchester United.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Catatan dari Batam

25 Juli 2014   00:46 Diperbarui: 18 Juni 2015   05:18 322
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dari beberapa catatan, peningkaan migrasi ini terjadi sejak era kolonial, kala itu di tahun 1897 Kolonial Belanda mulai membangun depo minyak di Pulau Sambu, tak berapa jauh dari Pulau Batam. Dari situlah kemudian Batam ikut menjadi ramai. Dari beberapa arsip sejarah juga kapal-kapal jung dari dataran Cina berlayar jauh-jauh sampai Batam di awal abad 20.

Dari beberapa catatan itulah mengapa tak heran di Batam kehidupannya begitu cair dan terbuka. Hal-hal seperti ini memang cukup mengagumkan, kultur budaya yang beraneka ragam mau tak mau turut membangun Batam seperti sekarang ini. Sepertinya Batam memang cukup terbuka, bebas dan mudah menerima pengaruh baru. Jika identitas sebuah daerah sering dimunculkan dari suku bangsa yang mendiami daerah tersebut, maka identitas Batam justru ada pada keberagamannya yang turut menyertai perkembangan daerah itu sendiri.

Ada tiga hal unik di Batam yang saya temui. Pertama soal kuliner, percampuran berbagai bangsa membuat kuliner di Batam menjadi menarik. Layaknya daerah kepulauan pastilah kuliner didominasi oleh makanan laut, itu benar. Tapi kuliner lain adalah percampuran beragam budaya yang masuk ke Batam. Kuliner TIonghoa, Padang, Jawa jamak ditemui mendampingi olahan kuliner Melayu itu sendiri.

Hal unik nomor dua adalah kendaraan bermotor di Batam. Karena statusnya sebagai daerah kawasan bebas yang berarti tidak ada PPN atas Barang Kena Pajak yang masuk ke Batam, maka barang-barang impor mudah saja masuk Batam. Kendaraan Bermotor dari Batam kadang adalah kendaraan yang tidak ditemui di belahan Indonesia lain, kendaraan yang hanya ada di negara tetangga tapi bisa dengan mudah ditemui di Batam.

Ketiga yang menarik adalah bagaimana ragam bahasa yang ada di Batam. Saking banyaknya kultur, bahasanya pun bisa mengasyikkan jika didengar. Kadang kita bisa mendengar dialek Melayu campur Tionghoa, atau bahasa Melayu logat Jawa kadangkala kita bisa dengar bahasa Minang dengan logat Melayu. Ini unik karena percampuran ini menghasilkan ragam bahasa yang tentunya berbeda. Kadang saya sampai harus memastikan dan mendengar sekali lagi sebenarnya logat apa yang sedang diucapkan oleh orang-orang Batam itu sendiri.

Sebenarnya ada banyak objek wisata menarik di Batam. Hanya karena waktu saya memang sungguh sebentar di Batam, saya hanya sempat mengunjungi ikon Batam, Jembatan Barelang dan bekas penampungan pengungsi Vietnam di Pulau Galang. Jembatan Barelang ini awalnya adalah proyek monumental. Namanya diambil dari tiga pulau yang dihubungkan oleh jembatan ini yaitu Batam, Rempang dan Galang.

Jembatan ini jadi penghubung tiga pulau tadi yang kelak dikenal sebagai kesatuan Metropolitan Batam. Dalam rancangannya, ketiga pulau inilah yang kelak menjadi pengembangan area Batam, semacam konsep Jabodetabek versi Batam. Sebenarnya jembatan ini tidak hanya satu, tapi ada enam rangkaian jembatan penghubung tiga pulau tadi. Enam jembatan itu sebenarnya punya nama resmi sendiri-sendiri sebagai penanda, tapi masyarakat-lah yang kemudian menamainya dengan Jembatan Barelang untuk memudahkan.

Yang paling populer adalah Jembatan Barelang I atau Jembatan Fisabilillah sampai-sampai jembatan ini menjadi salah satu objek wisata paling terkenal di Batam. Jika sore ramai sekali, wisatawan atau orang lokal menghabiskan waktu menikmati panorama jembatan atau melihat panorama sekitar Batam sebebas mata memandang. Atau wisatawan juga banyak yang berfoto menikmati kabel-kabel sulur yang menahan kuat jembatan ini.

Objek wisata selanjutnya adalah wisata sejarah yaitu bekas penampungan pengungsi di Pulau Galang. Ini adalah peninggalan sejarah yang sungguh getir akan tetapi juga menggambarkan bagaimana penerimaan tulus dari bangsa Indonesia dan orang-orang Batam. Penampungan ini adalah renik dari kisah pelarian manusia perahu dari Vietnam, mereka yang melarikan diri dari Vietnam dengan perahu sarat muatan melewati neraka samudera, terlunta-lunta berbulan-bulan di lautan nan ganas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun