Penerapan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) terhadap UMKM di Indonesia menjadi kesulitan tersendiri sebab memakan banyak waktu serta biaya dalam pengerjaannya. Hal ini tak luput dari PT. Banyu Cinta Lestari.
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) ialah usaha produktif yang dimiliki oleh perorangan maupun badan usaha. UMKM yang tengah merajalela ini, memiliki peran penting dalam pembangunan perekonomian negara. Tentunya untuk dijalankan dengan integritas dan standar yang berlaku, UMKM harus memiliki izin.
Sebagaimana pula dengan PT. Banyu Cinta Lestari, perusahaan yang bergerak di bidang permesinan ini, mengaku telah mendapat izin berlangsungnya usaha mereka. Tercatat sejak 2021, PT. Banyu Cinta Lestari ini telah berdiri.
“Jadi baru 3 tahun ya, jadi kita memang bergerak selama masih masa pandemi perusahaan ini dibangun dan didirikan,” ungkap Fajar Agung Nugroho selaku komisaris dari PT. Banyu Cinta Lestari.
Fajar mengaku untuk mendapatkan izin perusahaannya sendiri tidak begitu rumit sebab ia mengikuti peraturan yang ada. Kira-kira sebulan lamanya ia habiskan untuk mendapat izin perusahaan tersebut.
“Memang yang menjadi pokok itu asalkan kita mengikuti semua syarat-syarat yang sudah diberikan, itu ga lama kok untuk sebuah izin perusahaan, ga dipersulit,” akunya saat diwawancarai pada Senin, (4/12).
Bergerak di bidang Permesinan, PT. Banyu Cinta Lestari menyediakan pompa air dengan kemampuan debit 50 Liter per detik. Dengan kekuatan mesin yang jauh di atas rata-rata mesin pompa air pada umumnya, konsumen dari perusahaan ini berasal dari kementrian serta pemerintah daerah.
Hal ini menjadi keuntungan pula bagi pihak PT. Banyu Cinta Lestari, dengan barang yang disediakan adalah jenis yang spesifik. Sehingga barang yang disediakan ialah barang kustomisasi sebagaimana yang dibutuhkan oleh konsumen.
Kendala diskredit serta saran upaya hukum
Meski tidak memiliki kendala dalam proses perizinan perusahaan, PT. Banyu Cinta Lestari menghadapi kendala lain selama masa berdirinya. Salah satunya mengenai Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN).
Aturan yang baru diberlakukan pada 2021 itu cukup membuat kewalahan sebab harus diterapkan di setiap produk dari suatu perusahaan. Apabila produk tersebut belum memiliki TKDN, akan menghambat laporan dan harga yang dipasarkan tiga kali lipat harga asli atau harus memiliki justifikasi teknis yang tepat.
Atas dasar hal tersebut Fajar berharap bahwa aturan yang diterapkan kepada UMKM bisa lebih fleksibel atau dipermudah mengenai penerapan TKDN yang diakui memakan cukup banyak biaya dan waktu.
“Dan kalau bisa TKDN ini bukan berdasarkan tipe barang, tapi pada merk,” ucap Fajar sebagai penutup saat diwawancarai pada siang itu.
Berdasarkan hasil wawancara tersebut, maka upaya hukum yang dapat kami sarankan berupa dengan adanya kemudahan dari pemerintah untuk membantu lajunya regulasi UMKM pada saat ini.
Dengan mempermudah UMKM, hal ini menjadi kemajuan dan bantuan tersendiri untuk mendobrak perekonomian yang ada di Indonesia. Meskipun masih ada kendala dalam penerapan TKDN, tentu sisi positif tidak luput dari peraturan tersebut dimana kita didorong untuk menciptakan barang ciptaan sendiri.
Penulis : Anastasya Regina, Fara Aphrodita, Indira Yekti, Abyan Hafizd
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H