Mohon tunggu...
Faradina Sabita Kurniawan
Faradina Sabita Kurniawan Mohon Tunggu... Jurnalis - Pengamat perkembangan dan pertumbuhan kota

Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Money

Keberadaan Industri di Permukiman, Untung atau Buntung?

19 Maret 2020   10:26 Diperbarui: 19 Maret 2020   10:55 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Pembangunan industri di permukiman tentu menimbulkan polemik tersendiri bagi masyarakat sekitar, stakeholder terkait, serta pemilik industri tersebut. Mengapa? Karena akan banyak munculnya opini yang datang dari berbagai pihak soal pembangunan tersebut. Artikel ini akan membahas mengenai berbagai eksternalitas terkait keberadaan industri di permukiman.

Sebelum mengulas lebih jauh mengenai keberadaan pabrik tersebut, alangkah baiknya jika kita memahami dahulu soal pengertian dari eksternalitas. 

Eksternalitas adalah dampak dari kegiatan seseorang atau kelompok terhadap orang lain atau pihak lain tanpa memberikan kompensasi apapun kepada pihak yang merasakan dampak tersebut, dampak itu dapat bersifat positif maupun negatif.

Sebenarnya keberadaan industri di permukiman penduduk jelas menaikkan taraf ekonomi masyarakat sekitar. Karena industri tersebut dapat mendorong masyarakat untuk membuat usaha informal seperti berdagang. Kegiatan usaha masyarakat juga akan didukung dengan infrastruktur yang lambat laun akan terus terbangun. Contohnya adalah industri properti apartemen. 

Kebutuhan calon penghuni apartemen akan sektor pendidikan, perdagangan dan jasa, serta kesehatan juga jalan yang bagus, nantinya akan mempengaruhi masyarakat sekitar untuk dapat merasakan manisnya berbagai infrastruktur yang dapat menunjang kehidupannya. Padahal bisa saja selama ini mereka sedikit kesulitan untuk mengakses infrastruktur tersebut karena daerah hunian mereka masih tergolong pinggiran kota.

Selain itu jika industri memiliki skala produksi yang besar, masyarakat sekitar lagi-lagi akan memperoleh cipratan manis karena industri tersebut berkemungkinan untuk menyerap tenaga kerja yang berasal dari permukiman sekitar. Contohnya adalah industri garmen yang membutuhkan tenaga kerja dalam jumlah yang sangat besar. Semua peristiwa tersebut berkaitan dengan eksternalitas produsen terhadap konsumen yang berbentuk positif.

Dengan adanya industri, tentu terjadi konversi lahan atau perubahan fungsi lahan yang sebenarnya dapat dilihat dari dua sudut pandang yang berbeda. Jika dilihat dari sisi eksternalitas positif, maka nilai dan harga lahan pada wilayah tersebut akan naik karena aktivitas dari industri. Sedangkan jika disikapi dengan kacamata eksternalitas negatif, hal ini berkemungkinan untuk dapat merubah fungsi lahan yang awalnya digunakan untuk ruang terbuka hijau, tetapi harus dipangkas karena keperluan pembangunan fasilitas penunjang lain untuk mendukung berdirinya industri tersebut.

Namun dibalik semua eksternalitas positif yang muncul dari adanya industri di permukiman, terdapat segudang petaka atau dengan kata lain muncul eksternalitas negatif. Contohnya adalah gangguan suara yang bising karena alat berat yang bekerja pada siang hari.

Contoh lainnya adalah industri pengolahan limbah alumunium yang terletak di Kabupaten Jombang. Industri ini menimbulkan keresahan warganya karena limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) yang dihasilkan dari industri tersebut dibuang secara sembarangan tanpa pengolahan terlebih dahulu. 

Sontak hal ini dapat mengganggu kesehatan masyarakat sekitar karena sifat bawaan limbah B3 berkarakteristik mudah meledak, reaktif, beracun, dan dapat memicu kerusakan susunan syaraf, kerusakan hati, bahkan kematian.

Getah pahit lainnya dirasakan oleh masyarakat Pegunungan Kendeng yang kehilangan sungai bawah tanah alami karena pabrik semen. Pabrik semen tersebut  melakukan proses penambangan kapur yang tidak ramah lingkungan yaitu dengan cara menggunakan bom untuk mengambil batu kapur sehingga berdampak pada sumber air di pegunungan tersebut.

Kepedihan lainnya diarasakan oleh masyarakat yang tinggal berdekatan dengan kawasan industri Majalaya, Kabupaten Bandung. Warga terus menerus protes atas kesehatan mereka yang terganggu karena dampak dari paparan limbah cair dan asap batu bara.

Keluhan yang mereka rasakan adalah timbul rasa gatal di kulit dan sesak nafas. Tetapi semua laporan warga nampaknya tidak digubris oleh pihak terkait. Mereka masih saja membuang limbah industri di kawasan tersebut.

Contoh kerugian yang dirasakan warga, termasuk ke dalam eksternalitas produsen ke konsumen yang bersifat negatif karena dengan adanya industri tersebut, kesejahteraan warga menjadi terganggu. Seolah-olah ada penghalang bagi warga untuk melakukan aktivitasnya sehari-hari.

Sebenarnya salah satu faktor yang ikut andil soal terjadinya eksternalitas ini adalah poverty right. Menurut saya, eksternalitas dapat terjadi karena ketidak jelasan kepemilikan barang yang tidak bisa dihitung seperti asap, air, suara, dll. Sehingga jika ada kejelasan soal kepemilikan barang tersebut, produsen atau pemilik barang tersebut akan merasa bersalah atas kegiatannya karena telah mengganggu kesejahteraan orang lain. Lalu campur tangan pemerintah pun dibutuhkan untuk membuat kebijakan yang tegas dalam menangani isu eksternaitas. Kebijakan tersebut dapat berupa ancaman penutupan industri karena sudah mengganggu hajat hidup banyak orang. Conothnya seperti regulasi yang tertuang dalam Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 Pasal 53 ayat (2) bagian c yang berbunyi ‘’penghentian sumber pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup’’

Munculnya eskternalitas negatif ini mendorong berbagai pihak untuk menciptakan solusi untuk memecahkan masalah tersebut. Salah satunya adalah teorema coase. Teorema coase adalah sebuah pendapat bahwa pihak swasta dapat melakukan tawar-menawar mengenai sumber daya tanpa mengeluarkan biaya dan tanpa perlu adanya intervensi dari pemerintah. Sehingga hanya pihak-pihak yang bersangkutan lah (yang merasa dirugikan) yang akan melakukan perundingan dengan pihak industri agar mencapai keputusan yang kiranya tidak merugikan salah satu pihak. Bentuk perundingan tersebut dapat dilakukan secara musyawarah atau negosiasi.

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa keberadaan industri yang berada di permukiman warga harus benar-benar dikaji secara mendalam  oleh pihak yang berwenang, bahkan menurut saya warga pun berhak mempelajari laporan analisis dampak lingkungan atas pembangunan industri tersebut.  Karena eksternalitas negatif antara produsen ke konsumen akan terus merugikan warga akibat penanganan yang kurang tepat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun