Kepedihan lainnya diarasakan oleh masyarakat yang tinggal berdekatan dengan kawasan industri Majalaya, Kabupaten Bandung. Warga terus menerus protes atas kesehatan mereka yang terganggu karena dampak dari paparan limbah cair dan asap batu bara.
Keluhan yang mereka rasakan adalah timbul rasa gatal di kulit dan sesak nafas. Tetapi semua laporan warga nampaknya tidak digubris oleh pihak terkait. Mereka masih saja membuang limbah industri di kawasan tersebut.
Contoh kerugian yang dirasakan warga, termasuk ke dalam eksternalitas produsen ke konsumen yang bersifat negatif karena dengan adanya industri tersebut, kesejahteraan warga menjadi terganggu. Seolah-olah ada penghalang bagi warga untuk melakukan aktivitasnya sehari-hari.
Sebenarnya salah satu faktor yang ikut andil soal terjadinya eksternalitas ini adalah poverty right. Menurut saya, eksternalitas dapat terjadi karena ketidak jelasan kepemilikan barang yang tidak bisa dihitung seperti asap, air, suara, dll. Sehingga jika ada kejelasan soal kepemilikan barang tersebut, produsen atau pemilik barang tersebut akan merasa bersalah atas kegiatannya karena telah mengganggu kesejahteraan orang lain. Lalu campur tangan pemerintah pun dibutuhkan untuk membuat kebijakan yang tegas dalam menangani isu eksternaitas. Kebijakan tersebut dapat berupa ancaman penutupan industri karena sudah mengganggu hajat hidup banyak orang. Conothnya seperti regulasi yang tertuang dalam Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 Pasal 53 ayat (2) bagian c yang berbunyi ‘’penghentian sumber pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup’’
Munculnya eskternalitas negatif ini mendorong berbagai pihak untuk menciptakan solusi untuk memecahkan masalah tersebut. Salah satunya adalah teorema coase. Teorema coase adalah sebuah pendapat bahwa pihak swasta dapat melakukan tawar-menawar mengenai sumber daya tanpa mengeluarkan biaya dan tanpa perlu adanya intervensi dari pemerintah. Sehingga hanya pihak-pihak yang bersangkutan lah (yang merasa dirugikan) yang akan melakukan perundingan dengan pihak industri agar mencapai keputusan yang kiranya tidak merugikan salah satu pihak. Bentuk perundingan tersebut dapat dilakukan secara musyawarah atau negosiasi.
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa keberadaan industri yang berada di permukiman warga harus benar-benar dikaji secara mendalam  oleh pihak yang berwenang, bahkan menurut saya warga pun berhak mempelajari laporan analisis dampak lingkungan atas pembangunan industri tersebut.  Karena eksternalitas negatif antara produsen ke konsumen akan terus merugikan warga akibat penanganan yang kurang tepat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H