Di sisi lain, negara non-Barat seperti China berusaha melobi Indonesia untuk menghapus konflik dari agenda pada KTT kelompok di Bali karena harus tetap berpegang pada masalah ekonomi. Namun demikian, akan tidak bijaksana bagi Indonesia untuk mengikuti jejak China dan menghapus konflik dari agenda G20 demi agenda ekonomi utama.
Perang Rusia dan Ukraina, menurut beberapa pakar ekonomi di Indonesia, mungkin akan menjadi topik yang tidak bisa dihindari. Selain itu, lebih dari setengah anggota G20 telah dengan kuat bersekutu dengan salah satu pihak yang bertempur.
Indonesia memiliki suara penting di panggung global sebagai salah satu negara berkembang terbesar di dunia dan sekutu persahabatan Rusia dan Ukraina. Setelah pertemuan G7 di Jerman, Presiden Jokowi melakukan perjalanan ke Kyiv untuk bertemu Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy dan ke Moskow untuk pembicaraan dengan Presiden Rusia, Vladimir Putin.
Kunjungannya yang akan datang ke Ukraina dan Rusia, Presiden G20 Indonesia, Jokowi, menunjukkan bahwa negaranya memimpin dalam mempromosikan perdamaian, mengakhiri bencana kemanusiaan di Ukraina, dan menghilangkan potensi krisis pangan global.
Kunjungan itu dimaksudkan untuk memeriksa secara mendalam hal yang dapat disepakati kedua negara yang bertikai untuk mencapai gencatan senjata. Inisiatif Indonesia untuk berkontribusi dalam mendorong perdamaian dunia, sebagaimana disyaratkan oleh UUD 1945, tercermin dalam kunjungan tersebut.
Akibatnya, Presiden melakukan kunjungan dengan tetap mempertahankan kebijakan luar negeri negara yang bebas dan aktif dan bertindak sebagai mediator perdamaian praktis dan strategis antara Rusia dan Ukraina sambil memegang presidensi G20, Indonesia dapat membangun kesuksesan sebelumnya.
Presidensi Indonesia dan KTT G20 dapat meningkatkan hadirnya diplomasi Indonesia yang lebih bermanfaat serta berwibawa, baik dalam jangka waktu pendek maupun panjang.
Presidensi G20 ini akan menguatkan posisi Indonesia ke depannya disamping adanya fakta bahwa Indonesia bisa saling berkontribusi dengan berbagai kelompok dari negara-negara besar dan maju, juga tidak mendiskriminasi upaya dalam memperjuangkan kepentingan dari negara-negara berkembang.
KTT G20 justru dapat menjadi momentum bagi Indonesia untuk menunjukkan kontribusi nyata dalam proses perdamaian dengan menjadi mediator antara Rusia dan Ukraina. Indonesia yang bertindak sebagai perantara serta dapat dipercaya, dianggap dapat menunjukkan kemampuannya untuk menegakkan perdamaian global dan meningkatkan reputasinya.
Alih-alih melihat konflik Rusia dan Ukraina sebagai ancaman yang dapat membahayakan niat Indonesia untuk memegang kursi G20, indonesia dapat melihat peluang yang dihadirkannya untuk mempromosikan perdamaian.
Pertemuan G20 dapat menjadi katalisator bagi Indonesia untuk menunjukkan dukungan konkretnya terhadap proses perdamaian dengan bertindak sebagai mediator antara Rusia dan Ukraina.