Selain itu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan fatwa yang mengharamkan nikah mut'ah atau kawin kontrak, dengan alasan bahwa praktik tersebut menimbulkan banyak masalah dan keresahan di masyarakat. Fatwa tersebut tertuang dalam Keputusan Fatwa MUI Nomor Kep-B-679/MUI/XI/1997. Berikut adalah poin-poin utama dari fatwa tersebut:
1. Nikah mut'ah dinyatakan haram.
2. Pelaku nikah mut'ah harus diproses di pengadilan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3. Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dengan ketentuan bahwa jika di kemudian hari terdapat kekeliruan, akan diadakan pembetulan sesuai prosedur yang berlaku.
Fatwa ini dikeluarkan karena MUI menilai bahwa nikah mut'ah menyebabkan gangguan sosial dan tidak sesuai dengan prinsip-prinsip hukum Islam yang berlaku di Indonesia.
Fatwa Nahdlatul Ulama Mengenai Nikah Mut'ah
Para ulama Nahdlatul Ulama (NU) mengeluarkan fatwa yang menyatakan bahwa nikah mut'ah adalah haram dalam forum Bahtsul Masail Diniyah Munas NU yang diadakan pada November 1997 di Nusa Tenggara Barat. Dalam fatwa tersebut, dinyatakan bahwa nikah mut'ah atau kawin kontrak, hukumnya haram dan tidak sah menurut ajaran Islam yang dianut oleh Ahlus Sunnah wal Jamaah, terutama dalam empat mazhab utama. Nikah mut'ah dikategorikan sebagai salah satu dari empat jenis pernikahan yang dianggap fasid (rusak atau tidak sah). Fatwa ini didasarkan pada pandangan Imam al-Syafi'i dan fatwa Syaikh Husain Muhammad Mahluf, yang menyatakan bahwa pernikahan dengan batas waktu tertentu tidak sah karena tidak memenuhi syarat-syarat pernikahan yang sah dalam Islam. Pendapat ini menekankan bahwa tujuan pernikahan dalam Islam adalah untuk membentuk keluarga yang sejahtera dan melahirkan keturunan yang sah, bukan untuk hubungan sementara yang berakhir setelah kontrak selesai.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H