Mohon tunggu...
farah fasya
farah fasya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta

Simak blog-blog saya yang lainnya!

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Nikah Kontrak: Pengertian, Sejarah, dan Hukum Nikah Mut'ah dalam Islam

15 Mei 2024   12:51 Diperbarui: 15 Mei 2024   13:16 210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selain itu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan fatwa yang mengharamkan nikah mut'ah atau kawin kontrak, dengan alasan bahwa praktik tersebut menimbulkan banyak masalah dan keresahan di masyarakat. Fatwa tersebut tertuang dalam Keputusan Fatwa MUI Nomor Kep-B-679/MUI/XI/1997. Berikut adalah poin-poin utama dari fatwa tersebut:

1. Nikah mut'ah dinyatakan haram.
2. Pelaku nikah mut'ah harus diproses di pengadilan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3. Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dengan ketentuan bahwa jika di kemudian hari terdapat kekeliruan, akan diadakan pembetulan sesuai prosedur yang berlaku.


Fatwa ini dikeluarkan karena MUI menilai bahwa nikah mut'ah menyebabkan gangguan sosial dan tidak sesuai dengan prinsip-prinsip hukum Islam yang berlaku di Indonesia.

Fatwa Nahdlatul Ulama Mengenai Nikah Mut'ah 

Para ulama Nahdlatul Ulama (NU) mengeluarkan fatwa yang menyatakan bahwa nikah mut'ah adalah haram dalam forum Bahtsul Masail Diniyah Munas NU yang diadakan pada November 1997 di Nusa Tenggara Barat. Dalam fatwa tersebut, dinyatakan bahwa nikah mut'ah atau kawin kontrak, hukumnya haram dan tidak sah menurut ajaran Islam yang dianut oleh Ahlus Sunnah wal Jamaah, terutama dalam empat mazhab utama. Nikah mut'ah dikategorikan sebagai salah satu dari empat jenis pernikahan yang dianggap fasid (rusak atau tidak sah). Fatwa ini didasarkan pada pandangan Imam al-Syafi'i dan fatwa Syaikh Husain Muhammad Mahluf, yang menyatakan bahwa pernikahan dengan batas waktu tertentu tidak sah karena tidak memenuhi syarat-syarat pernikahan yang sah dalam Islam.  Pendapat ini menekankan bahwa tujuan pernikahan dalam Islam adalah untuk membentuk keluarga yang sejahtera dan melahirkan keturunan yang sah, bukan untuk hubungan sementara yang berakhir setelah kontrak selesai.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun