Assalamu’alaikum readers! Apa kabar? Semoga dalam lindungan Allah. Wah, ngga kerasa weekend sudah berakhir, besok saatnya kita kembali beraktivitas ya.
Baru aja kemarin Indonesia berduka karena Gunung Semeru meletus dan memakan beberapa korban luka berat, banyak sekali foto korban tersebar di sosial media membuat hati nurani kita terpanggil.
Banyak relawan dari beberapa penjuru Indonesia berbondong-bondong aksi menggalang dana atau langsung datang ke lokasi kejadian memberi bantuan medis, kesehatan mental, sandang, papan dan pangan serta air bersih.
Sebelum kita berbicara banyak mengenai relawan, kita bincang-bincang dulu sebenarnya apa sih definisi relawan? Oke, relawan sebenarnya berasal dari kata “rela” yang kemudian mendapat imbuhan “wan”, dimana beberapa kata kerja yang diberi imbuhan “wan” artinya menjadi orang yang sedang melakukan pekerjaan tertentu, misal pustakawan, orang yang bekerja dibidang perpustakaan, ilmuwan, orang yang bekerja mengembangkan ilmu pengetahuan dan lain sebagainya.
Yang mana dari situ, kita dapat menyimpulan bahwa relawan adalah orang yang rela, tidak berharap imbalan apapun untuk melakukan suatu hal.
Nah, di sini kemudian ada istilah alturistic, dimana dulu saat penulis masih kuliah pernah membaca di buku psikologi umum mengenai orang-orang yang berbuat suatu hal atau berkorban tanpa berharap imbalan apapun, tanpa motif apapun, orang seperti ini disebut alturistic, dan saat buku itu diterbitkan masih menjadi misteri mengapa manusia mau berbuat demikian.
Ketertarikan penulis pada dunia sosial membuat penulis merasakan sebuah keajaiban, di awal 2017, penulis mencoba dunia kerelawanan bersama salah satu lembaga zakat, setelah bergabung dalam aksi bagi takjil berbuka puasa, turun ke jalan menyebarkan pamflet jadwal adzan, penulis merasa mendapatkan daya tambahan, entah mengapa, penulis merasa kehidupan penulis menjadi lebih bermakna.
Setelah itu penulis ketagihan ikut kegiatan sosial, ketika penulis merantau ke Malang pada tahun 2019, penulis juga ikut mendaftar salah satu lembaga infaq dan ikut beberapa aksi sosial, di antaranya bakti sosial di salah satu pegunungan di Malang.
Di sana penulis sempat memberikan beberapa psikoedukasi pentingnya menjaga kesehatan mental pada orang-orang desa, teman-teman relawan penulis juga ikut memberikan cek kesehatan gratis serta sumbangan pakaian dan uang. Kami menginap di rumah perangkat desa dua hari satu malam. Pengalaman yang berkesan.
Kepulangan penulis ke kampung halaman di tahun 2021 tidak menyurutkan semangat untuk ikut beberapa kegiatan sosial, penulis kembali ikut kegiatan salah satu lembaga zakat seperti membagikan makan untuk buka bersama dan pengalaman terpanjang penulis di dunia kerelawanan, penulis pernah mengikuti aksi syi’ar Al-Qur’an ke pelosok-pelosok desa dari kota ke kota satu hari penuh. Benar-benar asyik.
Tim relawan yang jauh lebih lama berkecimpung di dunia relawan jauh sebelum penulis bergabung, juga sempat ikut dalam siaga kebencanaan banjir bandang, sehingga kami juga sempat mengantar pakan ternak untuk membantu ternak korban banjir karena mayoritas warga di desa tersebut adalah peternak.
Dari sana penulis merasa teman-teman penulis orang-orang kuat dan hebat, jauh dari penulis yang mudah lelah hehe… mereka bahkan beberapa kali ditugaskan untuk asesmen di luar kota hanya berbekal sepeda motor. Masyaa Allah. Semoga Allah selalu melindungi mereka.
Di akhir 2021, penulis mendapat tawaran untuk bergabung bersama Aksi Cepat Tanggap (ACT), awalnya penulis ragu, mengingat penulis ikut beberapa aksi sosial di lembaga lain, namun karena situasi saat itu penulis sangat sibuk, dan lembaga penulis yang dulu masih belum open recuruitment, akhirnya penulis memutuskan mengikuti masa orientasi yang berjalan pagi sampai sore. Di sana, penulis mendapat banyak insight, terutama mengenai sejarah Indonesia.
Kata-kata yang sering terngiang adalah bahwa Indonesia adalah neegri para relawan, mengapa demikian? Jika ditilik dari sejarah, banyak sekali pahlawan pejuang kemerdekaan berjuang tanpa tanda jasa, mereka ikut berperang tanpa dibayar sepeserpun, bergirilya antara hidup dan mati, sementara lainnya berjuang melalui jalur pendidikan, ekonomi, politik dan beberapa sektor lainnya. Semua yang berjuang kala itu saling gotong royong untuk mencapai kemerdekaan Indonesia.
Dari semangat itu kemudian diharapkan kita sebagai relawan mewarisinya. Beberapa minggu kemudian kami juga mendapatkan pembinaan kelas volunteer, di sana kami mendapatkan penguatan mengenai visi ACT, yakni humanity, volunterism and philanthrophy. Ketiga prinsip ini menjadi landasan penting kami serta hadits Nabi yang sangat masyhur, khoyrunnas anfa’ahum linnas, sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi sesama.
Dari penguatan itu kemudian para relawan mengadakan banyak aksi, di antaranya hari ini, kami mengadakan cek kesehatan gratis bagi masyarakat di area car free day, serta mengadakan galang dana untuk korban Gunung Semeru yang baru saja meletus.
Semoga korban yang diberi ujian diberi ketabahan sehingga dinaikkan level hidupnya dan semoga seluruh institusi yang ikut berperan dalam pemulihan kesehatan, psikologis, pemberdayaan masyarakat, ekonomi dll diberi keberkahan dan keselamatan. Aamiin. Yuk, ditunggu aksimu!~
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H