Beberapa hari kemudian ia menjalani hari-hari di kampus barunya. Aruna merasa senang bertemu dengan teman-teman barunya. Di fakultas farmasi, Aruna mulai menemukan semangatnya kembali. Meski ia tak lagi bercita-cita mengenakan jas dokter, ia mulai menyedari bahwa ilmu farmasi tak kalah mulianya. Ia belajar dengan giat, mendalami berbagai jenis obat, dan memahami bagaimana obat-obatan dapat membantu proses penyembuhan pasien. Dalam perjalanannya, Aruan merasa bahwa jurusan farmasi memeberikan kebahagiaan yang sama seperti ketika ia dulu bermimpi menjadi seorang dokter.
Hari-hari berlalu, akhirnya, Aruna lulus sebagai seorang apoteker. Orang tuanya merasa bangga kepadanya. Dan ayahnya berkata, "Akhirnya Aruna, kamu bisa lulus. Ayah dan Ibu bangga kepadamu. Meski banyak rintangan yang harus kamu hadapi dulu tapi ayah dan ibu sangat bangga".
"Terima kasih ayah, ibu. Karena ayah dan ibu selalu mendoakan aruna dan terus mendukung apa yang aruna lakukan sampai detik ini. Aruna berterima kasih banyak kepada ayah dan ibu." Jawab aruna dengan lembut.
Kini Aruna bekerja di sebuah rumah sakit, membantu para pasien mendapatkan obat yang tepat. Setiap kali ia memberikan obat kepada pasien dan mendengar ucapan terima kasih dari mereka, Aruna tersenyum. Mimpi menjado dokter mungkin sudah tertinggal, tapi ia menemukan jalan yang tak kalah indah.
Mimpi itu, ternyata tidak sepenuhnya hilang, hanya berubah bentuk. Aruna tetap bisa berkontribusi didunia kesehatan, walau bukan sebagai dokter. Dan disitulah ia menemukan kebahagiaan baru, di jalur yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H