Mohon tunggu...
faradila alamri
faradila alamri Mohon Tunggu... -

ketika ku dengar adzan yang ku dengar hanyalah panggilan kiamat ketika kulihat salju yang kulihat hanyalah bulu beterbangan ketika kulihat belakang yang kulihat hanyalah hari perhitunganku -Sitti Rabi'ah Al-adawiyah-

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sesial Itukah Aku?

21 Mei 2016   19:56 Diperbarui: 21 Mei 2016   22:14 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Entah kenapa dengan diri ini, ketika berbuat salah pasti akulah yang akan dikatakan anak sial. Apa aku diciptakan seperti itu ? kebanyakkan orang ketika berbuat salah pasti akan ditegur dan di bimbing. Tetapi aku ? malah dikatai si anak sial? Setiap kali kejadian dimana ada aku pasti akulah yang akan dikatakan kesialan dari semua yang terjadi.

Suatu hari aku merenungi nasibku ini, akupun ingin bangkit seperti anak-anak yang lain. Akupun ingin bahagia seperti mereka. Aku berusaha untuk menghayalkan kebaikkan yang nantinya akan ku terapkan. Ketika semua telah ada di dalam pikiranku, akupun mulai bergerak untuk mewujudkannya, membantu orang yang kesusahan dan mencari penghasilan sendiri.

Tiba-tiba ayahku mengetahui hal itu, ia sangat marah kepadaku, ia tak ingin kalau aku berkeliaran diluar dan melakukan kegiatan-kegiatan yang menurutnya tak berguna, tapi menurutku sangat berguna bagiku. Entah apa mau mereka. Aku selalu terkurung dikesendirianku didalam kamarku. Aku hanya bisa meratapi mentari ketika pagi datang dan rembulan ketika malam tiba.

Waktu keceriaanku hanya disekolah, waktuku berbicara hanya disekolah, dan waktuku bermain hanya disekolah. Setelah itu tidak ada lagi. hal yang paling terparah adalah ketika liburan tiba. Aku ingin seperti teman-temanku mereka mempergunakan hari libur mereka dengan sangat baik. Tapi aku ? malah terdiam dan terkurung di dalam rumah saja.

Ketika pagi tiba aku mulai membuka jendela kamarku, aku melukis keadaan disaat itu, matahari yang mulai terbit, embun masih terasa, suasana yang hangatpun membuat waktu yang romantis.

Tiba-tiba aku melihat seorang lelaki, dia begitu tampan, bagiku dia sangat menarik, dia masih baru dikampungku. Mungkin dia orang kota lalu berlibur dikampungku ini. Dia berlari pagi sambil menggerak-gerakkan badannya.

Aku menikmati pagi itu, akupun tak ragu untuk melukisnya. Sambil senyum-senyum sendiri aku melukis lelaki itu dari jendela kamarku. Ketika lukisanku belum selesai melukisnya tiba-tiba ia sudah berlari pergi kesuatu tempat. Aku berharap ia akan kembali lagi. agar aku dapat melanjutkan lukisanku.

Ketika malam tiba aku ingin makan bersama keluargaku. Tapi entah kenapa disetiap aku bergabung dengan mereka untuk makan malam bersama, mereka pasti pergi seolah-olah mereka tidak menyukaiku bergabung dengan mereka.

Ayahkupun berdiri dan menyusul pula ibuku, aku melihat kearah saudaraku yang sedang lahap menyantap makanan, aku memperhatikannya, akhir-akhir ini ia selalu dibelikan segala sesuatu yang ia inginkan. Sementara aku ? tidak ada satupun yang bisa menjadi alasan senyumku di dalam rumah.

Aku pergi ke mesjid untuk menghilangkan rasa sedihku. Setelah orang-orang semua melaksanakan sholat isya mereka pun pulang dan tinggallah aku sendiri. aku menangis, aku menjerit di dalam tangisanku. Aku bertanya pada Tuhan Yang Maha Esa. Dalam hatiku, aku berkata apakah aku tak pantas untuk tersenyum ? beri izin aku untuk tersenyum dengan suatu alasan yang membuatku benar-benar tersenyum. Akupun ingin bahagia seperti yang lain.

Begitulah perkataanku didalam hatiku. Sambil menghapus air mata yang berjatuhan aku bergegas pergi karena aku takut kemalan dan takut di marahi lagi, di saat aku ingin pulang tiba-tiba ada seseorang yang mengucapkan salam kepadaku.

Malik : assalamualaikum

Aku : wa..wa..waalaikumussalam (aku kaget ternyata lelaki yang kulihat tadi pagi dia datang menyapa kepadaku dengan senyumnya yang membuatku terpesona. Akupun membalas senyum dan salamnya)

Malik : haii aku malik . kamu siapa ? aku baru di kampung ini. Boleh aku kenalan denganmu ?

Aku : (betapa bahagianya aku sampai malu sendiri) mmm… boleh. Haaii juga, aku nia. Kamu anak kota yaa ?

Malik : ia. Aku kesini karena ingin berlibur kerumah kakek dan nenekku. Aku kangen sama mereka. Mereka sudah lama tak menengokku di kota. Jadi aku yang kesini, skalian nyari udara segar hehe…

Aku : ooh ia. Kamu udah hafal yaa jalan pulangmu ?

Malik : belum. Hanya saja aku mau ke pos kampung. Karena disitu ada orang yang akan mengantarkanku pulang nantinya.

Aku : ooh ia kebetulan posnya searah dengan rumahku.

Malik : ok kita barengan aja jalannya.

Aku : seep deh. O ya kamu …….

Malik : apa ?

Ketika aku ingin bertanya kepada malik tiba-tiba firasatku sudah tak enak. Rumahku sudah dekat dan aku langsung meninggalkan malik tanpa permisi atau sepatah katapun tidak ada yang kuucapkan.

Dan setelah aku sampai dirumah aku dimarahi oleh orang tuaku. Mereka berfikir bahwa aku hanya pergi berpacaran bukan pergi ke mesjid. Disitulah ayahku marah besar lalu aku dipukulinya hingga kata-kata itu keluar lagi. dia selalu berkata bahwa aku anak sial.

Aku berusaha menahan air mataku dan rasa sakit yang ada dibadanku. Aku pergi masuk kekamar, aku duduk di atas tempat tidurku sambil aku berkata di dalam hatiku “ terima kasih Tuhan aku tersenyum dan aku bahagia. Walaupun aku kembali menangis dan mendengar perkataan itu lagi”

Esok harinya tiba aku bergegas untuk membasuh muka dan membuka jendela lalu ku perhatikan lelaki yang kusukai itu, ia berolahraga kembali dan akupun menyelesaikan lukisanku. Dilukisanku itu aku mengatakan “ alasanku tersenyum adalah malik”. Dari situlah aku mulai tersenyum sendiri ketika melihatnya, bertemu dengannya dan memandanginya dari jauh.

Tapi aku meresa ada yang kurang dengan diri ini, akhir-akhir ini aku selalu merasa kesakitan, aku sering mimisan, disaat aku demam aku selalu berhayal agar orang tuaku mau merawatku seperti saudaraku. Disetiap malam mereka tertidur aku selalu menatap mereka. Aku selalu berkata “ tidurlah wahai ibu wahai ayah semoga kelelahan kalian diberkahi oleh sang maha kuasa”. Akupun mulai mengintip saudaraku yang tertidur lelap. Aku berkata kepadanya besok adalah hari ulang tahunmu. Aku tak akan menggangumu dan mengacaukannya lagi. aku akan menghilang dari acaramu. Karena jika aku hadir pasti aku akan membawa kesialan bagimu. Selamat tidur saudaraku, semoga kau dimudahkan dalam setaip urusanmu.

Hari baru pun tiba aku pergi dari rumah, aku menjauh dari mereka karena aku tak ingin mengacaukan pagi yang indah bagi mereka. Aku pergi kekebun nenekku, aku duduk di pondok kebun mereka. Sambil mehanan rasa dingin dan sakit aku menikmati ciptaan tuhan yang sangat indah. Darah mulai keluar dari hidung, akupun mulai susah bernafas, bibirku mulai pucat dan aku mulai pusing. Semua menjadi kabur dan gelap. Aku hanya melihat sesosok lelaki dengan senyum yang khas dia menyapaku kembali. Dan akupun tersenyum untuknya, terakhir kalinya.

Ketika sadar aku sudah dirumah sakit, aku melihat diluar sana ada ibu ayah dan saudaraku, mereka menangis tapi aku melihat ada sesosok alasan menagapa aku tersenyum. Malik ….! Dalam hatiku tertawa aku jatuh dalam lautan cinta. Tapi aku harus mengakhiri hidup ini. Bukan aku yang membunuh diriku tapi tuhan lebih menyayangiku dari pada mereka. Aku berbisik kepada suster yang memeriksaku. Aku ingin ia mencatat sesuatu untukku lalu biarkan mereka membaca. Setelah suster itu menolongku, aku mulai merasa sesak, pandanganku kabur semua, gelap. Dan aku menutup mataku dengan ucapan “aku kembali bukan sebagai anak yang sial. Tapi aku kembali kepadaMu sebagai anak yang telah engkau ciptakan dengan penuh kasih sayangMu yang luar biasa. Wahai Rabbku, aku datang untukMu”.

Disaat itulah anak sial sudah tak ada dan dengan menyesal suster beserta dokter menagatakan bahwa aku sudah tak bernyawa lagi. tapi aku menitipkan sebuah surat yang ku titipkan pada seorang suster. Dan saudaraku pun membacanya dihadapan mereka. “ jika seandainya kalian tahu bahwa tidak ada ciptaan Tuhan yang sia-sia. Aku selalu terbedakan dan aku selalu dikatai sial oleh kalian. Maka dari itu akupun pergi. Ayah, ibu anak sial ini pamit. Wahai saudaraku.. saudarimu yang sial ini pamit. Selamat ulang tahun semoga engkau menjadi kebanggan orangtua kita. Haaiii malik, assalamualaikum. Maaf aku melukismu secara diam-diam melalui jendala dikamarku. Baiklah aku ingin jujur kepada, malik kaulah alasanku tersenyum aku jatuh kedalam lautan cinta. Tapi aku lelah, maka dari itu aku putuskan untuk pergi saja selamanya. Karena aku menunggu kapan aku bisa tersenyum bersama orang tuaku. Berbahagialah. Aku pamit. Assalamualaikum. Ibuku menagis dan ayahku terdiam membisu. Saudaraku … dia memeluk tubuhku yang sudah tak bernayawa lagi. dan si tampan malik … ia menemui dokter ia bertanya penyakit apa yang kuderita? Dokterpun menjawab : dia hanya memiliki penyakit komplikasi saja, tapi mungkin ini sudah waktunya ia harus pergi. Nak kita tidak bisa mengetahui kapan kita akan mati. Tapi kita bisa melakukan semua hal kebaikkan agar kita tidak menyesal dikemudian hari nanti.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun