Mohon tunggu...
faradila alamri
faradila alamri Mohon Tunggu... -

ketika ku dengar adzan yang ku dengar hanyalah panggilan kiamat ketika kulihat salju yang kulihat hanyalah bulu beterbangan ketika kulihat belakang yang kulihat hanyalah hari perhitunganku -Sitti Rabi'ah Al-adawiyah-

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sesial Itukah Aku?

21 Mei 2016   19:56 Diperbarui: 21 Mei 2016   22:14 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Ketika aku ingin bertanya kepada malik tiba-tiba firasatku sudah tak enak. Rumahku sudah dekat dan aku langsung meninggalkan malik tanpa permisi atau sepatah katapun tidak ada yang kuucapkan.

Dan setelah aku sampai dirumah aku dimarahi oleh orang tuaku. Mereka berfikir bahwa aku hanya pergi berpacaran bukan pergi ke mesjid. Disitulah ayahku marah besar lalu aku dipukulinya hingga kata-kata itu keluar lagi. dia selalu berkata bahwa aku anak sial.

Aku berusaha menahan air mataku dan rasa sakit yang ada dibadanku. Aku pergi masuk kekamar, aku duduk di atas tempat tidurku sambil aku berkata di dalam hatiku “ terima kasih Tuhan aku tersenyum dan aku bahagia. Walaupun aku kembali menangis dan mendengar perkataan itu lagi”

Esok harinya tiba aku bergegas untuk membasuh muka dan membuka jendela lalu ku perhatikan lelaki yang kusukai itu, ia berolahraga kembali dan akupun menyelesaikan lukisanku. Dilukisanku itu aku mengatakan “ alasanku tersenyum adalah malik”. Dari situlah aku mulai tersenyum sendiri ketika melihatnya, bertemu dengannya dan memandanginya dari jauh.

Tapi aku meresa ada yang kurang dengan diri ini, akhir-akhir ini aku selalu merasa kesakitan, aku sering mimisan, disaat aku demam aku selalu berhayal agar orang tuaku mau merawatku seperti saudaraku. Disetiap malam mereka tertidur aku selalu menatap mereka. Aku selalu berkata “ tidurlah wahai ibu wahai ayah semoga kelelahan kalian diberkahi oleh sang maha kuasa”. Akupun mulai mengintip saudaraku yang tertidur lelap. Aku berkata kepadanya besok adalah hari ulang tahunmu. Aku tak akan menggangumu dan mengacaukannya lagi. aku akan menghilang dari acaramu. Karena jika aku hadir pasti aku akan membawa kesialan bagimu. Selamat tidur saudaraku, semoga kau dimudahkan dalam setaip urusanmu.

Hari baru pun tiba aku pergi dari rumah, aku menjauh dari mereka karena aku tak ingin mengacaukan pagi yang indah bagi mereka. Aku pergi kekebun nenekku, aku duduk di pondok kebun mereka. Sambil mehanan rasa dingin dan sakit aku menikmati ciptaan tuhan yang sangat indah. Darah mulai keluar dari hidung, akupun mulai susah bernafas, bibirku mulai pucat dan aku mulai pusing. Semua menjadi kabur dan gelap. Aku hanya melihat sesosok lelaki dengan senyum yang khas dia menyapaku kembali. Dan akupun tersenyum untuknya, terakhir kalinya.

Ketika sadar aku sudah dirumah sakit, aku melihat diluar sana ada ibu ayah dan saudaraku, mereka menangis tapi aku melihat ada sesosok alasan menagapa aku tersenyum. Malik ….! Dalam hatiku tertawa aku jatuh dalam lautan cinta. Tapi aku harus mengakhiri hidup ini. Bukan aku yang membunuh diriku tapi tuhan lebih menyayangiku dari pada mereka. Aku berbisik kepada suster yang memeriksaku. Aku ingin ia mencatat sesuatu untukku lalu biarkan mereka membaca. Setelah suster itu menolongku, aku mulai merasa sesak, pandanganku kabur semua, gelap. Dan aku menutup mataku dengan ucapan “aku kembali bukan sebagai anak yang sial. Tapi aku kembali kepadaMu sebagai anak yang telah engkau ciptakan dengan penuh kasih sayangMu yang luar biasa. Wahai Rabbku, aku datang untukMu”.

Disaat itulah anak sial sudah tak ada dan dengan menyesal suster beserta dokter menagatakan bahwa aku sudah tak bernyawa lagi. tapi aku menitipkan sebuah surat yang ku titipkan pada seorang suster. Dan saudaraku pun membacanya dihadapan mereka. “ jika seandainya kalian tahu bahwa tidak ada ciptaan Tuhan yang sia-sia. Aku selalu terbedakan dan aku selalu dikatai sial oleh kalian. Maka dari itu akupun pergi. Ayah, ibu anak sial ini pamit. Wahai saudaraku.. saudarimu yang sial ini pamit. Selamat ulang tahun semoga engkau menjadi kebanggan orangtua kita. Haaiii malik, assalamualaikum. Maaf aku melukismu secara diam-diam melalui jendala dikamarku. Baiklah aku ingin jujur kepada, malik kaulah alasanku tersenyum aku jatuh kedalam lautan cinta. Tapi aku lelah, maka dari itu aku putuskan untuk pergi saja selamanya. Karena aku menunggu kapan aku bisa tersenyum bersama orang tuaku. Berbahagialah. Aku pamit. Assalamualaikum. Ibuku menagis dan ayahku terdiam membisu. Saudaraku … dia memeluk tubuhku yang sudah tak bernayawa lagi. dan si tampan malik … ia menemui dokter ia bertanya penyakit apa yang kuderita? Dokterpun menjawab : dia hanya memiliki penyakit komplikasi saja, tapi mungkin ini sudah waktunya ia harus pergi. Nak kita tidak bisa mengetahui kapan kita akan mati. Tapi kita bisa melakukan semua hal kebaikkan agar kita tidak menyesal dikemudian hari nanti.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun