Should oxygen mask drop from the compartment, pull the mask towards you to enable the flow of oxygen, then cover your nose and mouth. Breathe normally and secure your own mask first, before assisting others.
Mudik dalam Bahasa jawa berarti "mulih dilik" atau pulang sebentar, bisa juga diartikan dengan Balik kampung. Sudah barang tentu setiap kita rakyat Indonesia yang sedang berpuasa ramadan rindu akan kampung halamannya.
Tapi, dalam kondisi saat ini tidaklah mudah untuk melakukan itu. Berbagai himbauan untuk tidak mudik pun digaungkan oleh pemerintah. Ada hal yang menarik disini, saya hanya akan membahas dari dua aspek, terkait dengan mereka kaum lemah, berada, dan bagaimana solusi yang harus dilakukan.
Kisah miris kaum papa
Pagi ini sedang hangat diperbincangkan di salah satu stasiun tv swasta yang mengungkap tentang perjalanan seorang pemudik yang di PHK oleh perusahaannya. Beliau adalah sebuah warga berasal dari Solo yang harus menempuh mudik dengan berjalan kaki menuju keluarganya.
Menjadi seorang supir bus pariwisata, dia di PHK sejak 8 Mei 2020 dan gaji bulan April belum dibayarkan hingga sekarang. Bekal hidup yang sudah tidak ada, akhirnya memilih untuk melakukan jalan kaki sebagai pilihan terakhrinya.
"saya nekat mudik jalan kaki karena tidak punya uang untuk hidup di Jakarta"
Menjalaninya selama empat hari menyusuri jalan pantura, kurang lebih selama 12-14 jam perhari dengan menempuh jarak 100km, sepanjang perjalanan beliau mandi serta istirahat di SPBU. Setelah berjalan kaki sampai di daerah Batang, kemudian beliau bertemu dengan rekan seprofesi dan kemudian di antar sampai ke Solo. Sampai di Solo beliau menjalani karantina selama empat belas hari sampai dengan 29 Mei 2020.
Kisah ini menjadi pembelajaran bersama bahwa tidak selalu himbauan untuk tidak mudik bukan tanpa dampak nyata, terutama pada lapisan masyarakat menengah ke bawah.
Ironi kaum berada
Menahan balik kampung atau Mudik mungkin tidak terlalu berdampak kepada mereka yang berkecukupan. Sudah bukan rahasia lagi, bagi mereka yang berada sudah merencanakan jauh hari di saat lebaran tiba, namun bukan untuk mudik.
Biasanya mereka mengagendakan untuk sekeluarga pergi ke luar negeri sekedar liburan dan menghabiskan uang. Fantastis, liburan dalam kurun waktu seminggu di luar negeri bisa menghabiskan ratusan juta rupiah.
Ini sering saya temui saat suasana idul fitri di Bandara Soekarno Hatta, ketika lebaran tiba justru suasana semakin ramai, mereka akan menghabiskan waktu bersama keluarga untuk liburan. Beberapa yang saya wawancarai, mereka ingin melepas penat dengan berlibur ke negeri orang. Momen lebaran yang seharusnya menjadi spesial dengan saling bermanfaan, seolah kalah dengan ego pribadi dan kesenangan diri semata.
Tidak cukup sampai disana, jika situasi normal, orang yang mudik ke kampung halaman terkesan cenderung hanya melaksanakan selebrasi semata, meskipun tidak semuanya. Aktivitas reuni dengan menyewa tempat makan, hotel, apapun wujudnya telah menghabiskan uang puluhan juta rupiah.
Pun terjadi di banyak instansi pemerintah ataupun swasta sebelum pandemi covid-19, mereka banyak menghabiskan puluhan bahkan ratusan juta untuk acara halal bi halal, konser musik, dan kegiatan kurang berfaedah lainnya. Dengan kata lain ingin saya sampaikan di sini, sebenarnya larangan #jangan mudik lebih tepat disematkan kepada golongan ini.
Kenapa demikian, karena mereka dapat bertahan meskipun ada karantina wilayah. Sebab, PSBB tidak akan terpengaruh secara signifikan terhadap kondisi ekonomi mereka.
Maju Tatu Mundur Mundur ajur
Ketika pertama kali saya naik pesawat terbang, saya terheran dengan aturan keselamatan yang ditetapkan oleh awak kabin, jika diterjemahkan Bahasa inggris di kata pembuka, kurang lebih artinya adalah sebagai berikut:
Jika masker oksigen jatuh dari kompartemen, tarik masker ke arah anda untuk mengalirkan oksigen. Lalu pasang menutupi hidung dan mulut anda. Bernafaslah dengan normal, dan pasang dahulu masker anda, sebelum membantu yang lain.
Pesan diatas mengandung makna bahwa pada kondisi darurat, tolonglah diri kita sebelum menolong orang lain, karena tekanan udara di dalam pesawat akan menyebabkan seseorang sulit bernafas, tidak peduli di samping kita ada orangtua kita, istri/suami, ada anak kita, saudara, dan lain sebagainya.
Meskipun terkesan egois, namun hal ini menjadi penting untuk dipatuhi agar satu sama lain dapat terselamatkan, karena tidak ada yang benar-benar tahu kondisi diri kita yang sebenarnya, terutama di tengah pandemi covid-19.
Equilibrium Theory
Maju Tatu Mundur Mundur ajur berarti bahwa dari pada maju terluka, mundur juga hancur, lebih baik meninggalkan keduanya sama sekali, atau lebih baik menghadapi keduanya dengan cara yang paling memungkinkan dan beradab. Dalam hal ini, kita menyebutnya dengan jalan tengah dari kedua masalah tersebut di atas.
Contoh seorang bapak yang harus mudik jalan kaki merupakan sebuah solusi terburuk dalam kondisi saat ini. Jika satu sama lain saling peduli, hal ini tentunya tidak akan terjadi. Kembali kita bertanya, dimana empati kita, masih adakah?.
Dalam hidup, permasalahan seperti ini sering kita hadapi, namun peribahasa ini sangat pas disematkan kepada mereka golongan ekonomi ke bawah, seperti korban PHK yang kehilangan pekerjaannya.
Kebingungan ini semakin menjadi-jadi, karena bantuan yang diberikan pemerintah sangat terbatas. Di sisi lain, mereka juga harus membayar kontrakan yang sangat mahal, bagi yang sudah mapan mungkin tidak masalah, tapi bagi mereka yang tertahan di daerah PSBB, ini menjadi preseden buruk, karena tanpa penghasilan.
"Kemana hati orang berada?", banyak kritikan yang datang kepada mereka, jumlahnya sedikit namun menguasai hampir seluruh kekayaan alam kita. Oleh karena itu, memberi dan berbagi sifatnya menjadi wajib. Dalam kajian ilmu mekanika yang saya pelajari, jika terjadi terdapat posisi selaras antara kaum papa dan berada akan mencapai keseimbangan, dan disebut dengan "Equilibrium".
Jika dianalogikan beban ke bawah dan reaksi ke atas, sebesar apapun beban yang bekerja, maka akan timbul reaksi (perlawanan) serupa dengan bebannya. Jika kondisinya reaksi lebih kecil dari bebannya, maka kondisinya akan collapse.
Dalam prinsip hidup saat ini PSBB saya istilahkan sebagai beban, dan daya tahan manusia adalah reaksi. Jika PSBB lebih kuat dari daya tahan manusia menghadapinya, maka sudah barang tentu secara matematis akan lemah (kelaparan, atau bahkan meninggal dengan berbagai kondisi mengenaskan).
Ngelmu iku kelakone kanthi laku, menguasai ilmu itu dapat dicapai melalui proses perjalanan (lahir dan batin). Bulan ramadan kita diajarkan untuk senantiasa belajar, bukan hanya urusan akhirat, namun dunia juga harus tetap dipikirkan. Apakah banyak saudara kita yang sahur tanpa makan?, jawabannya iya. Teori Equilibrium menjadi salah satu hal yang mendesak untuk diterapkan.
Ilmu yang bermanfaat adalah buah dari keprihatinan, seseorang akan banyak mendapatkan rahmat dan ampunan Allah jika dia berhasil melalui ujian hidup. Kuatkan diri sendiri dari pada menulari orang lain, bertahan untuk tidak mudik adalah salah satu bentuk Ibadah mulia di tengah pandemi covid-19.
Semoga bermanfaat
Copyright @fqm2020
References 1 2
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H