Mohon tunggu...
Faqih Ma arif
Faqih Ma arif Mohon Tunggu... Dosen - Civil Engineering: Discrete Element | Engineering Mechanics | Finite Element Method | Material Engineering | Structural Engineering |

Beijing University of Aeronautics and Astronautics | 601B号房间 | 1号楼, 外国留学生宿舍 | 北京航空航天大学 | 北京市海淀区学院路 | 37學院路, 邮编 |100083 |

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

[Fiksi] Robeknya Lungi Masudul

14 Mei 2020   16:56 Diperbarui: 14 Mei 2020   16:57 617
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
hadiah lungi dari masudul | dokpri

"Suatu pagi saya membangunkannya untuk shalat subuh pukul 05.00 CST, dia terkaget dan bangun, kemudian "Gubrakkk"! bunyi orang terjatuh dan "Lungi" sobek dari ketinggian 2 meter, Lalu...?"

Gayanya yang kalem, perawakannya tipe melayu, kulitnya sawo matang tua, dan rambutnya yang sedikit dicat putih membuat Masudul (nama rekan saya) mirip dengan orang Indonesia.

Awalnya saya mengira dari Malaysia, namun ternyata rekan baru saya ini berasal dari negara yang saat ini sedang dilanda gelombang pengungsi dari Myanmar, yaitu Bangladesh.

Kami sama-sama mahasiswa baru, baru mengenal satu sama lain, baru mengenal budaya, dan baru mengenal spot-spot penting di area kampus, khususnya gedung perkuliahan. Area kampus yang begitu besar membuat kita kesulitan mencari ruang perkuliahan yang dituju. Bagi saya, mencari posisi ruangan tidaklah sulit, cukup dengan melihat denah semua bisa ditemukan. Namun kenyataannya tidak, posisi ruangan dengan model feng shui membuat bingung tujuh keliling.

Masudul selalu sedih, terus bercerita tentang istrinya. Maklum baru satu minggu menikah ditinggal kuliah ke luar negeri tidaklah mudah bagi pasangan muda ini. Istrinya terus meneleponnya, setiap pagi, setiap saat ketika senggang, dan setiap malam Masudul jarang tidur untuk hanya sekedar menelepon istrinya.

Masudul merupakan lulusan Matematika dan sudah memiliki gelar master sebelumnya, baginya kuliah master kedua adalah hal biasa di negerinya. Dari pada di kantor kompetensinya tidak digunakan, dia rela sekolah dengan jurusan berbeda agar difungsikan oleh pimpinannya.

Dia juga gemar berlari, saat itu cuaca transisi (musim gugur) menjelang winter. Secara mengejutkan dia terus berolahraga, meskipun bagi kita yang beriklim tropis itu adalah hal yang sangat berat dilakukan, tapi dia terus melakukannya.

Uniknya, masudul juga pandai memasak, ada makanan namanya pals (ejaannya), setiap kali kami kembali ke asrama pada dini hari, dia selalu memasak pals dengan alasan bahwa pals dapat mencegah masuk angin, hehehehe...

"pals sangat baik bagi kesehatan, dapat mencegah masuk angin, terutama di musim dingin. Kata ibunya, pals juga dapat di campur denagn makanan apa saja, itu adalah makanan khas negaranya".

Perlahan saya mulai heran, dengan sikapnya, kebiasaannya. Saya merasa kebiasaannya itu hampir sama dengan kita. Satu hal menarik adalah ketika waktu shalat tiba, saya menggunakan sarung untuk pergi ke mushala asrama, karena kebetulan di dormitory kami ada shalat jama'ah di dalamnya.

Masudul bertanya kepadaku, "apa yang kamu gunakan itu?". Sarung, jawab saya.

Seketika sayapun bergegas khawatir tertinggal rakaat shalat. Diapun heran dan tak berapa lama sepertinya sedang membicarakan sarung dalam Bahasa Bangla dengan temannya. "pikir saya"

Usai shalat, Masudul membawaku ke ruangannya, dan dia menunjukkan sarung versi nya yang disebut dengan "Lungi". Dia mengatakan bahwa "Lungi" merupakan salah satu busana khas yang digunakan oleh negaranya ketika beribadah, kegiatan sehari hari, atau bahkan kegiatan kenegaraaan.

Ketika dia mengatakan itu, bayangan saya langsung tertuju ke Nusantara, yang mana orang di pedesaan juga banyak menggunakan sarung untuk berbagai aktivitas seperti tidur, jalan santai, atau bahkan sebagai salah satu busana utama di rumah, terlebih anak-anak pesantren yang jarang sekali lepas dari sarungnya. Main Badminton pun terkadang pakai sarung, bahkan pada Agustusan ada yang main bola pakai sarung.

Masudul Kembali bercerita, "Lungi" telah ada di negaranya sejak dulu kala, dan itu menjadi tradisi serta warisan nenek moyang yang telah mendunia. Bahkan "Lungi" mereka di ekspor ke berbagai negara salah satunya Indonesia serta negara yang berpenduduk muslim, di Makkah banyak produk "Lungi" yang berkualitas dari negara saya", Ujarnya.

Dari pernyataan kedua inipun saya kembali terkaget, karena saya kira sarung adalah warisan budaya nenek moyang kita, tapi nyatanya di dunia luar sana ada juga yang mengakui bahwa sarung merupakan hak paten yang telah dikembangkan dari masa ke masa. Dalam hati berkata bahwa akankah apa yang menjadi kebiasaan kita akan diakui oleh negara lain? "Setelah reog dan semacamnya diakui oleh negara tetangga?".

Beberapa hari berikutnya saya tidak menggunakan sarung, saya menggunakan celana panjang untuk shalat jama'ah. Di dalam lift menuju lantai ketujuh saya bertemu dengan rekan satu jurusan yang akan kembali ke kamar saudaranya, dia berasal dari Myanmar. "apa yang terjadi?", ternyata dia juga menggunakan sarung.

Sayapun berkata kepadanya apakah ini yang dinamakan "Lungi". "Iya", jawabnya.

Kembali saya terheran karena dia beragama Budha dan ternyata juga menggunakan "Lungi" untuk berbagai aktivitas sehari-hari dan kegiatan keagamaan.

Usai shalat saya kembali ke ruangan Masudul dan bercerita tentang budaya "Lungi" di dunia, termasuk di Myanmar, karena baru saja bertemu beberapa saat yang lalu di lift. Dia menyampaikan perihal kehebatan negaranya dalam memproduksi "Lungi" dalam jumlah besar. Tidak hanya itu, dia menunjukkan "Lungi"nya, membandingkan dengan sarung yang saya gunakan.

"Lungi dari kami lebih bagus, kuat, dari bahan berkualitas eksport terbaik di kelasnya, tahan lama dan tahan cuaca". Ujarnya.

Diskusipun hening, saya malas untuk melanjutkan, daripada debat panjang mending saya diam, karena saya akui dia lebih menguasai materi, sementara saya memakai sarung hanya berdasarkan kebiasaan orangtua dan lingkungan tanpa tahu maknanya. Bahkan sarung sudah diklaim dari Indonesia, hingga kini saya pun penasaran siapa yang mengklaim itu.

Selanjutnya, saya coba mengamati kebiasannya, apakah Masudul seperti orang Indonesia yang mengidolakan sarung untuk aktifitas sehari-hari. Ternyata benar, dia menggunakan sarung untuk semua kegiatan seperti untuk selimut tidur, beraktifitas di dalam ruangan, shalat, ke kamar mandi, hingga hal penting lainnya.

Saya katakan pada Masudul, untuk musim panas kamu dapat menggunakan "Lungi", namun kalau musim dingin, kamu pasti tidak menggunakannya karena tidak ada Lungi yang tahan hawa dingin, kecuali dengan desain khusus. Diapun tersenyum sambil terdiam, tiada kata dari bibirnya.

Namun dia membukatikan bahwa rupanya dia tipe orang yang tidak mau kalah, disaat musim dingin tiba, dia juga tetap menggunakan sarung dibagian luar, meskipun di bagian dalam menggunakan long john, sayapun tertawa dengan tingkah Masudul yang lucu itu.

Suatu di pagi hari, ketika shalat subuh saya membangunkan Masudul untuk shalat pada pukul 05.00 CST. Karena terkaget dia langsung bangun dan "Gubrakkk"! dia terjatuh dan terdengar bunyi "Lungi"  sobek dari ketinggian 2 meter, "Lungi" yang melekat dibadannya tersangkut dikerangka Kasur, tidak hanya terjatuh, dia juga terpelintir dan terhempas ke bawah, sarung kebanggaanya robek. Dia kesakitan, namun justru kami tertawa bersama-sama.

Sayapun menyindirnya, "ternyata kekuatan sarung ciptaan negeri Bangladesh yang terkenal hebat dengan segala ekspornya itu tidaklah sekuat yang dibicarakan, buktinya tidak dapat menopang tubuhnya yang gembul". kata saya

Dia pun tertawa terbahak-bahak sambil menahan rasa sakit mendengar perkataan saya, kemudian bergegas mengambil wudhu dan melaksanakan shalat subuh berjamaah. Masudul tidak lagi memakai "Lungi" andalannya itu, namun menggunakan celana training yang dia gunakan untuk tidur. Iya, training pelapis dalam sarung.

Kini Masudul sudah selesai kuliahnya, perjuangannya yang luar biasa hanya tidur 2 jam setiap hari membuahkan hasil, Masudul menjadi lulusan terbaik di jurusannya dalam waktu tepat 2 tahun. Dia pernah berjanji untuk liburan ke Indonesia bersama dengan keluarganya.

Ketika kami akan berpisah, saya mengantarkannya hingga ke pemberhentian bus menuju akses arah bandara internasional Beijing.
Tiba-tiba, dia memberikan hadiah sarung kepada saya. Dia mengatakan bahwa sarung itu khas dari Bangladesh, "kali ini sarung yang diberikan sangatlah kuat, tidak seperti yang dia gunakan kala itu". Ujarnya

Robeknya "Lungi" Masudul menjadi segenggam cerita sesama penggemar sarung. Sarung yang mendunia, hingga saat ini belum tahu dari mana dia berasal merujuk pada diskusi saya dengan Masudul. Meskipun dalam laman Wikipedia semua sudah terlihat jelas.  
Terimakasih Lungi nya, Masudul.

Semoga bermanfaat
Copyright @fqm2020
References

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun