Mohon tunggu...
Faqih Ma arif
Faqih Ma arif Mohon Tunggu... Dosen - Civil Engineering: Discrete Element | Engineering Mechanics | Finite Element Method | Material Engineering | Structural Engineering |

Beijing University of Aeronautics and Astronautics | 601B号房间 | 1号楼, 外国留学生宿舍 | 北京航空航天大学 | 北京市海淀区学院路 | 37學院路, 邮编 |100083 |

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Nostos dan Algos: Bambu, Sujud, dan Azan

12 Mei 2020   18:56 Diperbarui: 12 Mei 2020   19:04 648
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi masa kecil | dokpri

Ramadan selalu memberi kesan tersendiri bagi yang menjalankannya. Berbagai aktivitas yang dulu di kerjakan seperti shalat tarawih, tadarus, shalat berjamaah, terasa beda ketika dijalankan. Ditengah pelaksanaannya yang selalu penuh khidmat, ada saja hal yang mengundang tawa dalam hati.

Berbagai kisah ini saya sampaikan (meskipun hanya beberapa), untuk mengenang kembali nostalgia ramadan penuh hikmah, dari kecil hingga dewasa (Indonesia ke Beijing), yang merupakan rangkaian ramadan tak terlupakan.

Bedak Meriam Bambu
Saat ramadan tiba, di desa saya selalu ramai dengan berbagai aktifitas. Dulu kala belum ada toa untuk mengumandangkan adzan, sehingga warga sekitar menggunakan bedug sebagai penanda waktu shalat lima waktu. Tidak hanya itu, bedug juga digunakan sebagai penanda waktu bulan puasa tiba, pelaksanaannya biasanya diwaktu shalat ashar dengan berbagai iramanya yang menarik.

Saat itu juga saya mengenal berbagai permainan tradisional yang biasa digunakan untuk menyambut bulan ramadan tiba, diantaranya adalah meriam bambu atau beldugan. Permainan ini sangat menguras tenaga, pikiran, strategi dan menghabiskan dana yang cukup banyak.

Modal utamanya adalah bambu, semakin besar bambu maka akan makin baik suaranya dan akan dihargai sebagai pemenang. Bisa dibayangkan waktu itu karena masih kecil, kamipun mengambil bambu seadanya, mengambil minyak tanah dari dapur orang tua tanpa ijin, dan menyalakan meriam itu tanpa dasar teknik yang baik.

Tekniknya adalah menuangkan minyak kedalam lubang bambu yang telah dibuat, menyalakan api untuk membuat bambu menjadi panas. Dalam proses itu, kita berusaha mempertahankan agar api terus menyala dan mengeluarkan asap. Asap yang timbulpun kita tiup hingga keluar di ujung lubang bambu.

Asap yang ditiup ini bertujuan untuk membuat material bambu menjadi menjadi hangat dan panas. jika itu terjadi, maka akan menghasilkan letusan yang dahsyat. Tidak jarang kita mencobanya berkali-kali karena tidak berhasil, dan kebanyakan dari kami gagal untuk membuat suara yang menggelegar itu.

Suatu saat, kami meminta kepada teman untuk berada di ujung lubang untuk memeriksa asap yang keluar tersebut. Namun, karena ada teman yang iseng tiba tiba menyalakan api di lubang yang cukup panas itu dan Boom. Teman kami terkena kepulan asap, mukanya berubah menjadi hitam dan rambutnya terberangus oleh kilatan api hingga menjadikan wajahnya seperti bedak meriam bambu.

Tidak ada korban jiwa, namun kita semua tertawa terbahak-bahak karena lucunya muka teman kami itu. Zaman dulu, hal iseng seperti ini memang biasa dilakukan namun tidak ada yang merasa tersakiti atau marah.  

Tertidur saat sujud
Saat mahasiswa tingkat S1, saya selalu mengikuti pesantren kilat Ramadan yang diadakan sepuluh hari terakhir, kita biasa menyebutnya dengan iktikaf. Karena pahalanya yang luar biasa, siapa pun tidak akan mau melewatkan momen penting ini.

Setiap hari kegiatan dipenuhi dengan diskusi dan mengaji, meskipun di siang hari kami selalu mengadakan berbagai aktivitas seperti biasanya. Akses yang diterapkan panitiapun terbatas hanya pada asrama dan masjid saja, selebihnya harus mendapatkan izin khusus apabila keluar dari area I'tikaf.
Karena padatnya kegiatan di siang hari, tidak jarang seluruh peserta mengantuk pasca berbuka puasa. Namun, karena pola yang dijalankan pun berbeda dari biasanya, maka kita pun harus adaptasi dengan hal baru. Diantaranya adalah shalat tarawih yang biasanya dilakukan seusai shalat isya, kali ini dilakukan di malam hari, dengan rakaat yang terbilang sedikit.

Seusai shalat isya kami melaksanakan kajian dan diskusi hingga pukul 23.00 WIB, waktu tidur yang hanya satu jam membuat semua sulit untuk membuka mata. Kami dibangunkan pukul 01.00 WIB untuk melaksanakan shalat malam.

Kami semua sudah merasa khawatir ketika shalat akan dimulai, karena imam shalat adalah yang biasa memimpin ketika maghrib, dan isya, ayat yang dibaca sangatlah panjang, mungkin sekitar satu jus lebih sedikit.

Dan apa yang terjadi ternyata benar adanya, shalat malam yang dilaksanakan pada rakaat pertama itu membaca surat Al-Baqarah berjuz-juz. Mata kami mengantuk, tidak jarang yang berdiri sambil tidur, hilang kestabilan, dan lain lain. Dalam situasi seperti ini, yang paling ditunggu adalah posisi sujud, yang mana kita bisa istirahat sambil menghela nafas.

Sujudpun datang, awalnya saya merasa bahwa teman-teman saya tidak tidur, karena sesuai teori menyatakan bahwa pada posisi sujudlah situasi dimana do'a hamba dikabulkan, karena jarak antara kita dan Allah sangatlah dekat. Tapi, dugaan saya ini salah.

Teman-teman saya satu shaf depan hening dalam sujudnya dirakaat pertama, sejak imam berdiri setelah sujud awal, membaca surat Panjang berjuz-juz di rakaat berikutnya, kemudian Kembali sujud, tidak menyurutkan khidmatnya sujud rekan saya, hehehehe.

Mereka tetap sujud hingga rakaat kedua salam dan selesai. Bisa dibayangkan kan?, bukan hanya sujud saja yang mereka lakukan, ada yang membuat peta buta, mendengkur, hingga mimpi ngelindur. Keesokan harinya hal ini menjadi pembahasan menarik dari ustadz yang mengisi kajian harian.

Sebagai informasi, shalat yang kita lakukan biasanya menjelang waktu imsyak tiba, total nya hanya 2 rakaat shalat tarawih dan 1 rakaat witir. Jumlahnya sedikit, namun ayat yang dibaca sangat panjang. Saat ini, mereka yang tertidur saat sujud sudah banyak yang menjadi orang penting di posisi pemerintahan, dan menjadi pebisnis sukses diusia muda. Saya menduga, mungkin ini karena sujudnya yang lama itu ya? Hahahahaha. Wallahu a'lam.

Muadzin yang khilaf di Beijing
Ramadan selalu meriah di Beijing, terutama di Kedutaan Besar Republik Indonesia yang selalu menyediakan berbagai kegiatan ramadan. Tidak tanggung-tanggung, KBRI Beijing selalu menghadirkan ustadz dari Indonesia untuk mengisi kajian sebulan penuh bagi jamaah tarawih, ibu-ibu, tadarus dan berbagai aktifitas positif lainnya.

Buka bersama dengan menu khas Indonesia juga menjadi satu hal penting yang paling ditunggu ketika berbuka puasa. Sudah bisa ditebak, pesertanya Sebagian besar dari Mahasiswa Indonesia yang berada di Beijing dan beberapa WNI yang bekerja disana.

Ada satu orang sebutlah "abu nawas" (nama samaran) adalah orang yang selalu membaca Al-Qur'an ketika datang di Aula Kedutaan Besar. Dia berbeda dengan yang lain, karena selalu fokus dan konsentrasi, kami menyebutnya manusia serius, meskipun tidak jarang menjadi bahan bercandaan bagi rekan-rekannya.

Karena keseriusannya itu, "Abu Nawas" versi Beijing ini ditunjuk menjadi muadzin oleh teman-teman jamaah shalat. Diapun melaksanakan tugas muadzin untuk adzan maghrib dan isya dengan penuh tanggungjawab dan selalu tepat pada waktunya.

Entah kenapa, pada suatu hari karena ramainya jumlah yang datang pada waktu itu, ditambah anak-anak kecil yang berlarian kesana kemari, tentunya mengganggu konsentrasi kita semua yang ada didalam ruangan dalam rangka menunggu waktu berbuka.

Di tengah keramaian pun ada salah satu jamaah yang mengatakan bahwa waktu adzan sudah tiba, tanpa pikir Panjang, "Abu Nawas" meminum hidangan pembuka dan kemudian langsung memegang microphone untuk adzan maghrib. Kita semua bingung, ada salah satu jamaah yang menyela bahwa waktu maghrib ternyata belum tiba, sekitar lima menit lagi.

Apa yang terjadi? Semua bingung, ada yang tertawa dan lain-lain, rupaya itu adalah salah satu ulah dari teman kita yang iseng dan ditanggapi serius oleh sang muadzin. Sang "Abu Nawas" pun kecewa dengan ulah teman kita tersebut, namun apa boleh dibuat, puasa yang sudah dijalankan seharian penuh lebih dari 12 jam itu harus gugur di ujung jalan penantian. Hehehe... kasihan ya?!

Khilaf tak dapat diuntung, malang tak dapat dicegah.  Ini juga sekaligus menjadi pembelajaran, bahwasanya bercandaan jangan kelewatan, apalagi ini dibulan ramadan. Kasihan kalau kita juga yang menjadi korban. Atas peristiwa ini, sang muadzin didapuk menjadi petugas tetap untuk mengumandangkan adzan, sekaligus mengontrol waktu shalat.

Sebagai penutup, ketiga kisah di atas menjadi warna tersendiri ketika mengingat Ramadan kala itu. Ketiadaan, keterbatasan, menjadikan ramadan kecil menjadi berwarna. Kekhusuan sujud, menjadikan masa depan orang-orang sukes, dan kedisiplinan "Abu Nawas" versi Beijing menjadikannya orang yang dipercaya untuk menjaga waktu shalat.

Nostos dan Algos merupakan kata dasar nostalgia yang berasal dari Yunani kuno. Saat ini, Nostalgia modern diartikan sebagai perasaan wajar dan positif yang menjadikan kita tetap hidup dimasa lalu untuk perbaikan dimasa mendatang. Salam nostalgia bersama masa lalu kita yang penuh lucu dan tawa.

Semoga bermanfaat
Copyright @fqm2020
References 1

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun