Dalam model strategi mitigasi, pemerintah tidak hanya mengasumsikan model jutaan kematian, akan tetapi juga memberikan kesempatan kepada virus untuk cepat bermutasi.
Artinya, jika kita telah selesai dengan jutaan kematian, maka kita harus siap untuk jutaan kematian lagi di hari, bulan, atau tahun berikutnya.
Strategi Lockdown
Penulis mengupas secara ilmiah tentang konsep lockdown dari sudut pandang yang berbeda. Strategi mitigasi dengan cara lockdown sebenarnya hanya untuk meratakan kurva lonceng agar lebih landai.
"pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi penyakit dan/atau terkontaminasi sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran penyakit atau kontaminasi". Dilansir suara.com
Dalam pidatonya, Presiden Indonesia sebenarnya sudah mulai menerapkan lockdown, tapi secara bertahap. Strategi yang dilakukan untuk melandaikan kurva pandemic COVID-19 adalah sebagai berikut:
Langkah Ekstrem: otoritas setempat memerintahkan "physical distancing" secara ketat untuk Kawasan yang lebih luas, dan memastikan instruksi ini benar-benar dilaksanakan.
Langkah kedua: Otoritas setempat akan menarik kebijakan pada langkah ekstrem, sehingga rakyat akan mendapatkan kebebasannya kembali secara bertahap, dan kehidupan sosial dan ekonomi secara normal akan dilanjutkan kembali.
Berdasarkan gambar di atas menunjukkan bahwa setelah metode mitigasi diperketat (lockdown), maka jumlah kematian (warna biru) dapat ditekan, bukan lagi jutaan, tapi bernila ribuan jiwa.
Kenapa jumlah kematian dapat ditekan?, karena kematian dapat dipangkas dan sistem perawatan tidak overload.
Dalam hal ini gambar di atas penulis gunakan saat rasio fatalitas sebesar 1.12% sebagai model pembatasan serius di Korea Selatan menghasilkan rendahnya jumlah kematian akibat infeksi pandemi COVID-19.
Isu Darurat Sipil
Darurat sipil adalah status penangnan masalah yang telah di atur dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (perppu) Nomor 23 Tahun 1959 tentang Keadaan Bahaya. Perppu tersebut ditandatangani oleh Presiden Soekarno pada 16 Desember 1959 adalah Undang-Undang Nomor 74 Tahun 1957.