Mohon tunggu...
Faqih Ma arif
Faqih Ma arif Mohon Tunggu... Dosen - Civil Engineering: Discrete Element | Engineering Mechanics | Finite Element Method | Material Engineering | Structural Engineering |

Beijing University of Aeronautics and Astronautics | 601B号房间 | 1号楼, 外国留学生宿舍 | 北京航空航天大学 | 北京市海淀区学院路 | 37學院路, 邮编 |100083 |

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Urgensi Intervensi Non-Medis: Karantina, Lockdown, Darurat Sipil

31 Maret 2020   01:05 Diperbarui: 31 Maret 2020   01:32 299
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Mitigasi | dictio.id

"Sistem mitigasi berbulan-bulan akan dapat meningkatkan kerusakan tambahan dan jangka Panjang".

Peningkatan jumlah korban dan bertambahnya CFR dari berbagai negara di dunia menunjukkan bahwa perang melawan pandemi COVID-19 belumlah usai.

Terpantau berdasarkan JHU CSSE hari ini (30/03/2020) menunjukkan bahwa jumlah total korban di dunia sejumlah 737.929 jiwa terkonfirmasi terinfeksi. Amerika masih menjadi leader dengan (143.055) jiwa disusul oleh Italia dan Spanyol yang meggeser posisi China berturut-turut sebesar (97.689) jiwa dan (85.195) jiwa.

Melihat situasi saat ini, sangatlah jelas bahwa kita harus mengambil langkah strategis. Intervensi non-medispun dilakukan, diantaranya adalah Mitigasi dan penekanan yang mencakup Karantina, ataupun lockdown dan Darurat sipil jika perlu di lakukan.

Mitigasi (Isolasi, Isolasi dan karantina, menutup sekolah, dan kombinasi ketiganya)
Corona virus mengamuk, tak terkendali dan merajalela di berbagai belahan dunia. Ini menunjukkan sinyal bahwa kekuatan kita belum kuat untuk membendungnya. Kita hanya dapat mengikuti alurnya, sambil mengendalikan puncak infeksi pandemic COVID-19 yang telah merenggut nyawa 1.050 di seluruh dunia seperti dikutip dari worldometer.info.

Kita dapat membuat simulasi terkait pentingnya metode mitigasi untuk pandemic COVID-19. Sebuah studi dari Imperial College team merepresentasikannya kedalam Grafik di bawah ini.

Ilustrasi kurva | imperialcollege
Ilustrasi kurva | imperialcollege

Terlihat nyata dalam grafik bahwa warna "hitam". Sedangkan garis kurva yang lain menunjukkan bahwa apa yang akan terjadi jika kita menerapkan berbagai pendekatan lebih ketat. Kurva biru merepresentasikan pendekatan "physical distancing" paling ketat. Dalam kurva biru, berlaku sistem isolasi orang yang terinfeksi, mengarantina orang diduga terinfeksi, dan menjaga jarak dengan orang lansia.

Sedangkan garis merah menunjukkan kapasitas dari Rumah Sakit dalam merawat pasien, khususnya Instalasi Gawat Darurat yang mendekati daerah bawah dari kurva tersebut. 

Seperti artikel sebelumnya, area (luasan) kurva di atas garis merah merupakan kemungkinan pasien meninggal karena kekurangan berbagai sumber (tenaga medis, tenaga kesehatan, dan sarana atau prasarana.

Selanjutnya, Mitigasi dengan berbagai bentuknya untuk dapat meluruskan kurva mendekati garis warna merah, nyatanya akan membuat beban bagi Rumah Sakit, khususny IGD dalam beberapa bulan ke depan (belum diketahui pasti kapan selesainya). Imbasnya, dari sistem mitigasi tersebut akan dapat meningkatkan kerusakan tambahan dan jangka Panjang.

Kita perlu waspada, jika ada yang mengatakan kami akan melaksanakan tindakan "mitigasi", apakah dari maksud pernyataan tersebut, maknanya adalah:

"Kami akan memenuhi sistem perawatan kesehatan, menaikkan tingkat kematian pasien setidaknya sepuluh kali lipat".

Kita bisa ilustrasikan bahwasanya "mitigasi" yang dilakukan belumlah cukup baik. tapi ada satu hal yang menarik untuk dikaji lebih detail yaitu "Herd Immunity" atau kekebalan kelompok.

Kekebalan terhadap virus
Herd Immunity yang dimaksudkan adalah salah satu kelompok masyarakat yang terinfeksi, kemudian dapat sembuh, dan setelahnya kebal terhadap virus.

Sehingga, mitigasi bisa di artikan lain bahwa memang saat ini kita sulit untuk sementara mengendalikan dan melawan virus, tapi begitu pandemic COVID-19 ini usai dan jutaan manusia akan meninggal, akan terdapat jutaan orang di dunia juga yang kebal terhadap COVID-19 pada masanya. Selanjutnya virus akan berhenti menginfeksi.

Mitigasi adalah pilihan terbaik dengan berbagai cara yang telah disebutkan di atas dan implementasi "physical distancing" sampai waktu yang tidak ditentukan, atau kita akan menghadapi bencana terbesar yaitu puncak infeksi virus dibeberapa hari atau bahkan bulan ke depan.

Model Virus yang bermutasi
Penulis pernah mengungkap artikel tentang coronavirus yang bermutasi, yaitu S dan L. Virus jenis "S" berkembang di Hubei dan begitu dahsyat hingga mematikan manusia, sedangka virus jenis "L" dapat menyebar ke seluruh dunia.

Ilustrasi mutasi virus | GISAID through Tomas
Ilustrasi mutasi virus | GISAID through Tomas

Gambar di atas menunjukkan bahwa virus corona atau flu yang berbasis RNA akan diprediksi bermutasi seratus kali lebih cepat daripada virus yang berbasis DNA. Dalam riset yang telah dilakukan menunjukkan bahwa virus corona ini bermutasi lebih lambat daripada virus influenza seperti yang kita kenal sebelumnya.

Virus corona bermutasi dengan memiliki peluang jutaan untuk melakukannya kepada siapapun. Konsep penyebaran virus ini seirama dengan strategi mitigasi, yaitu jutaan orang yang terinfeksi di isolasi dan prediksi jumlah kematian.

Dalam model strategi mitigasi, pemerintah tidak hanya mengasumsikan model jutaan kematian, akan tetapi juga memberikan kesempatan kepada virus untuk cepat bermutasi.

Artinya, jika kita telah selesai dengan jutaan kematian, maka kita harus siap untuk jutaan kematian lagi di hari, bulan, atau tahun berikutnya.

Strategi Lockdown
Penulis mengupas secara ilmiah tentang konsep lockdown dari sudut pandang yang berbeda. Strategi mitigasi dengan cara lockdown sebenarnya hanya untuk meratakan kurva lonceng agar lebih landai.

"pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi penyakit dan/atau terkontaminasi sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran penyakit atau kontaminasi". Dilansir suara.com

Dalam pidatonya, Presiden Indonesia sebenarnya sudah mulai menerapkan lockdown, tapi secara bertahap. Strategi yang dilakukan untuk melandaikan kurva pandemic COVID-19 adalah sebagai berikut:
Langkah Ekstrem: otoritas setempat memerintahkan "physical distancing" secara ketat untuk Kawasan yang lebih luas, dan memastikan instruksi ini benar-benar dilaksanakan.

Langkah kedua: Otoritas setempat akan menarik kebijakan pada langkah ekstrem, sehingga rakyat akan mendapatkan kebebasannya kembali secara bertahap, dan kehidupan sosial dan ekonomi secara normal akan dilanjutkan kembali.

Analisis kurva oleh penulis |gabgoh.github
Analisis kurva oleh penulis |gabgoh.github


Berdasarkan gambar di atas menunjukkan bahwa setelah metode mitigasi diperketat (lockdown), maka jumlah kematian (warna biru) dapat ditekan, bukan lagi jutaan, tapi bernila ribuan jiwa.

Kenapa jumlah kematian dapat ditekan?, karena kematian dapat dipangkas dan sistem perawatan tidak overload.

Dalam hal ini gambar di atas penulis gunakan saat rasio fatalitas sebesar 1.12% sebagai model pembatasan serius di Korea Selatan menghasilkan rendahnya jumlah kematian akibat infeksi pandemi COVID-19.

Isu Darurat Sipil
Darurat sipil adalah status penangnan masalah yang telah di atur dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (perppu) Nomor 23 Tahun 1959 tentang Keadaan Bahaya. Perppu tersebut ditandatangani oleh Presiden Soekarno pada 16 Desember 1959 adalah Undang-Undang Nomor 74 Tahun 1957.

Catatan penting dalam Darurat Sipil yang dimaksudkan adalah penguasa keadaan darurat sipil. Dalam Peraturan Umum Pasal 1 Ayat 1 di jelaskan bahwa Presiden atau Panglima Tertinggi Angkatan Perang adalah penguasa Darurat Sipil Pusat. Presiden dibantu oleh: (1) Menteri pertama; (2) Menteri keamanan/pertahanan; (3) Menlu; (4) Kepala Staf Angkatan Darat; (5) Kepala Staf Angkatan Laut; (6) Kepala Staf Angkatan Udara; (7) Kapolri.

Isu ini disampaikan Presiden Jokowi pada Senin (31/03/2020) dan mendapatkan beragam komentar dari berbagai kalangan. Sebenarnya apapun isunya, negara berharap agar jumlah korban dapat diminimalisir. Gambar di bawah ini merupakan salah satu studi yang telah dikembangkan oleh imperial college.

Ilustrasi berbagai metode | Imperialcollege
Ilustrasi berbagai metode | Imperialcollege

Dalam studi dikembangkan simulasi tentang berbagai pengendalian dan pencegahan pandemi COVID-19 yang pada akhirnya bertujuan untuk menurunkan jumlah pasien hingga tahun 2021.

Sebagai penutup, urgensi Intervensi Non-medis pada dasarnya adalah untuk menurunkan puncak kurva lonceng menuju nilai yang lebih rendah. Semakin rendah puncak kurva dan mendekati garis putus merah, maka strategi mitigasi berhasil dan dapat diterapkan.

Karantina, lockdown, dan darurat sipil merupakan uraian berbagai metode mitigasi yang dapat digunakan untuk kondisi bencana non-alam saat ini. 

Selagi vaksin belum ditemukan, langkah inilah yang dapat dilakukan untuk menekan jumlah korban, memperlambat penyebaran dan mengurangi nilai R. Berbagai strategi diterapkan dengan tujuan mengurangi jumlah reproduksi nilai R sampai dengan nilai dibawah 1.

Semoga bermanfaat
Copyright @fqm2020
References 1 2

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun