Beijing - Tunggal atau Ganda? Yang manakah Indonesia? Pertanyaan ini sedikit sulit di jawab oleh kita dan mungkin belum mengetahuinya sama sekali.
Hal ini menjadi penting ketika kita berhubungan dengan status kewarganegaraan melalui Kedutaan Besar Republik Indonesia atau kantor perwakilan di luar negeri.
Apakah ada yang bercita-cita atau berencana menikah dengan orang asing (non-WNI), lalu setelah menikah bagaimana status WNI kita?, apakah otomatis hilang kewarganegaraan Indonesianya? Mengapa kewarganegaraan itu penting?
Kilas balik kewarganegaraan di dunia
Kewarganegaraan (Civics) pertama kali dikenalkan di Yunani dengan istilah Civicus yang mengandung makna penduduk sipil (citizen).
Citizen ini kemudian melakukan kegiatan demokrasi langsung dalam istilah "polis" (negara kota) atau disebut "city state". Dalam Encyclopedia International seperti yang disampaikan oleh Glotz, Gustaze menyatakan bahwa:
" The oldest city-state of which we are well informed grew up in the ancient Near East -- in Sumeria, the region of lower Mesopotamia between the Tigris and Euphrates rivers -- sometime between 4000 and 3000 B.C ". (1977 : 443).
Yang intisarinya adalah negara kota tertua yang ada di dunia adalah daerah Mesopotamia, yang terletak di antara sungai Tirgis dan Euphrates.
Negara kota kedua adalah Yunani yang ada sejak 500-1000 Sebelum Masehi, setiap warga negara berperan aktif dalam menentukan nasib serta kehidupan masyarakatnya.
Warga kota Yunani telah mengembangkan kehidupan demokratis, termasuk didalamnya pemilihan wakil rakyat, kegiatan rutin sehari-hari baik dalam masalah hukum ataupun administrasi.
Sejak saat itu, suatu negara kota (polis) dapat memiliki fungsi ganda, yang berarti sebagai negara sekaligus masyarakat. Civicus selanjutnya digunakan oleh Amerika sebagai pengajaran demokrasi politik di sekolah.
Seperti kita ketahui bersama, bahwa setelah 14 tahun merdeka pada 1776, selanjutnya dikenalkan tentang konstitusi pada 1790 dalam rangka menerapkan Theory of Americanization.
Lalu, bagaimanakah dengan Indonesia?
Direktorat Jenderal Hukum dan HAM RI melalui Kedutaan Besar Republik Indonesia di Beijing mengadakan Sosialisasi dan Diskusi Teknis Kewarganegaraan pada Minggu, 15/12/2019.
Kegiatan yang di mulai pukul 17.00 CST sampai dengan 19.00 CST ini bertempat di Aula Serba Guna KBRI dan dihadiri oleh sebagian besar mahasiswa dan Warga Negara Indonesia yang berada di Beijing.
Sosialisasi dan Diskusi Kewarganegaraan di buka oleh Deputy Chief of Mission Ibu Listyowati, dan dilanjutkan diskusi panel yang di pimpin oleh Koordinator fungsi Protkons bapak Ichsan Firdaus.
Sedangkan untuk narasumber dari Direktorat Tata Negara Kemenkumham RI diantaranya: (1) Dirut Tata Negara Direktorat Administrasi Hukum Umum Kemenkumham RI bapak Tias Kartiko Nurin; (2) Kasubdit Status Kewarganegaraan Ibu Delmawati; dan (3) Kasubdit Parpol bapak Ahmad Ahsin Thohari.
Materi dari ketiga narasumber utama yaitu tentag Pelayanan Kewarganegaraan dan Kewarganegaraan, Penyelenggaraan Sistem Administrasi Kewarganegaraan Elektronik SAKE di https://sake.ahu.go.id/, dan implikasi perkawinan campur terhadap status kewarganegaraan.
Acara ini dihadiri juga oleh bapak Tato Juliadin Hidayawan selaku Atase Imigrasi, home staff dan local staff KBRI Beijing.
Secara umum dalam penyampaian pemateri pertama disampaikan tentang regulasi Kewarganegaraan yang di atur dalam Undang-undang No.12 Tahun 2016 pengganti Undang-undang No.62 Tahun 1958 yang menyangkut tentang kewarganegaraan Republik Indonesia.
Regulasi tentang Undang-undang No.12 Tahun 2016 sudah menganut seluruh aspek yaitu yuridis, folosofis, sosiologis, maupun asas-asas dasar yang dapat memayungi dan melindungi seluruh WNI dimanapun berada. "tuturnya"
Sedangkan pemateri kedua menekankan tentang tata cara penggunaan Sistem Administrasi Kewarganegaraan Elektronik (SAKE). Pelayanan yang ada pada sistem ini diantaranya adalah Penyampaian permohonan pernyataan memilih kewaganegaraan Republik Indonesia bagi anak berkewarganegaraan ganda,
Permohonan tetap menjadi WNI, Permohonan kembali kewarganegaraan Republik Indonesia, Permohonan surat keterangan kehilangan kewarganegaraan Republik Indonesia, Permohonan kehilangan kewarganegaraan Republik Indonesia atas permohonan sendiri kepada presiden, dan laporan kehilangan kewarganegaraan dengan sendirinya.
Dalam sistem aplikasi tersebut, walapun sudah menggunakan system online akan tetapi syarat yang harus di unggah oleh pemohon sama seperti ketika mengajukan secara manual, penting untuk diketahui bahwa jangan sampai ada yang terlewat, karena dokumen tidak akan diproses.
Seluruh dokumen akan diverifikasi kebenarannya dan hasilnya dapat dicetak dimanapun berada ketika sudah memenuhi seluruh prosedur yang berlaku. Sedangkan pembicara terakhir merupakan kesimpulan dari seluruh materi yang telah disampaikan, dengan mengacu kepada Undang-undang No.12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.
Macam-macam Asas Kewarganegaraan di Indonesia
Asas kewarganegaraan di Indonesia mengacu kepada penjelasan UU RI No.12 Tahun 2006, diantaranya adalah:
Ius Soli (Asas Kedaerahan)
Dilansir dari laman Wikipedia, Ius Soli adalah asas kewarganegaraan yang ditetapkan berdasarkan wilayah tempat bayi lahir. Misalkan seorang anak yang memiliki orangtua dari Indonesia, namun lahir di Malaysia, maka anak yang lahir tersebut menjadi warga negara Malaysia.
Negara yang menganut sistem ini berdasarkan pada system hukum di Inggris, yang mana prinsip ini dikembangkan atau karena sesuau alasan ingin menarik warga negara asing untuk menjadi warga negaranya.
Negara yang menganut sistem ini diantaranya: United States of America, Argentina, Meksiko, Brasil, Kanada, , Guatemala, Argentina, Venezuela, Peru, Chili, Fiji, Ekuador.
Ius Sanguinis (Asas Keturunan)
Sedangkan dalam Ius Sanguinis atau dikenal dengan sebutan jus sanguinis, asas kewarganegaraan yang menentukan kewarganegaraan penduduknya berdasarkan hubungan darah dengan orangtuanya. Sebagai contoh umum misalkan saja seorang bayi lahir di negara Indonesia dari pasangan berkewarganegaraan Italia.
Bayi ini dilahirkan di Indonesia karena orangtuanya bekerja di Jakarta. Karena negara kita menganut asas ius sanguinis, maka bayi itu dianggap berkewarganegaraan Italia.
Negara yang mengadopsi Ius Sanguinis adalah sebagai berikut: Turki, India, Belanda, Yunani, Republik Rakyat Cina RRC, Jepang, Spanyol, Korea Selatan, Italia, Polandia, Malaysia, Brunei Darussalam.
Asas Kewarganegaraan Tunggal
Di Indonesia, asas ini mengharuskan warga negara memilih satu jenis kewarganegaraannya. Ketetapan ini akan menjadi penegas dan penentu apakah seseorang dapat memperoleh hak warga negara tertentu seutuhnya atau sampai batas waktu tertentu.
Sebagai contoh apabila ditemukan kasus suatu anak lahir di kalangan warga negara (baik luar maupun dalam), maka setelah dewasa si anak tersebut harus memilih status kewarganegaraan yang ia kehendaki.
Asas kewarganegaraan ganda terbatas
Asas ini digunakan untuk anak yang mendapatkan kewarganegaraan ganda bagi anak, agar memperoleh perlindungan dari negara sesuai dengan undang-undang.
Asas ini berlaku hingga ia dewasa dan mampu memilih kewarganegaraannya sendiri, adapun batas waktu yang disediakan untuk anak hasil kawin campur adalah pada umur maksimal 21 tahun.
Catatan Penting untuk WNI
Disebutkan secara tegas bahwa Indonesia menganut azas tunggal, dan tidak menganut sistem dua warga negara (multiple citizenship), sebagaimana terdapat dalam filosofi Undang-undang Dasar 1945 dan Sumpah Pemuda.
Bagi laki-laki dan perempuan WNI yang menikah dengan WNA karena hukum negara asing mengharuskan laki-laki atau perempuan mengikuti hukum pasangannya, maka diberikan waktu 3 tahun setelah pernikahannya bagi yang ingin menjadi WNI mendaftarkan diri ke perwakilan dengan membuat pernyataan di atas materai (mengirimkan surat ke Kemenkumham melalui kantor perwakilan LN, bahwa yang bersangkutan ingin menjadi WNI).
Hilang Kewarganegaraan, apakah mungkin?
Bagi WNI yang dikemudian diketahui memiliki passport asing dokumen kewarganegaraan asing, maka secara otomatis oleh pemerintah Indonesia dinyatakan gugur sebagai WNI, meskipun legalitasnya akan di proses kemudian hari.
WNI yang sudah 5 tahun tidak melapor ke perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri, maka dianggap hilang kewarganegaraannya. Jika setelah itu melapor setelah masa berlaku passport habis, maka dia dianggap tetap orang asing, dan dapat diurus sepanjang yang bersangkutan tidak berkewarganegaraan ganda.
Jika Anda pernah kehilangan kepercayaan dari sesama warga negara Anda, Anda tidak akan pernah bisa mendapatkan kembali rasa hormat dan harga diri mereka. (Abraham Lincoln Negarawan dan presiden (ke-16) dari Amerika Serikat 1809-1865)
Sebagai penutup, perlu diketahui bersama bahwa dokumen administrasi kewarganegaraan itu sangat penting. Khususnya bagi mahasiswa yang akan belajar ke Luar Negeri, bekerja di Luar Negeri, menikah dengan Warga Negara Asing, dsb.
Masih ingat dengan peristiwa Gloria Natapraja yang viral karena tidak dapat menjadi anggota Paskibraka tahun 2016?
Semoga bermanfaat
Copyright @FQM2019
Referensi: 1 2 3 4
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H