Jalan itu belum pernah tiba di jalan itu (“Berdiri di Jalan yang Tidak Datang Lagi, Ryeol, hlm. 32)
Sama seperti bagian pertama, bagian kedua dalam buku ini juga menyajikan 15 puisi. Temanya merujuk pada perjuangan untuk tetap terus bertahan di situasi yang terlihat tidak adil. Salah satunya ialah dalam puisi berjudul “Kipas Angin”.
Kipas angin terlalu adil untuk semua
Tak memberi angin tambahan bagi orang yang kepanasan
Dia sama sekali tidak tahu
keluarga asing berkumpul di depannya
Namun demian, musim panas tak merasa sedih dengan
ketidakadilan serupa itu (“Negeri Kipas Angin”, Ryeol, hlm. 74)
Ketidakadilan pada kutipan di atas telihat dengan sangat jelas. Kipas angin memberikan kinerja, yakni menghembuskan kekuatan angin yang sama bagi sekitarnya. Hal tersebutlah yang membuat bahwa keadilan yang penyair maksud bukanlah sekadar pembagian sama rata, tetapi perhatian lebih bagi golongan yang ternyata membutuhkan “angin” ekstra.
Selanjutnya, terdapat 13 buah puisi dalam bagian ketiga dalam buku ini. Adapun tema yang diangkat pada bagian ketiga cenderung kepada perenungan hidup yang penuh makna, seperti pada kutipan puisi yang berjudul “Selembar Peta Genome Ayahku”.
Apakah tiga miliar pasangan neuron dikali seratus triliun