Mohon tunggu...
fanya margareta
fanya margareta Mohon Tunggu... Mahasiswa - seorang mahasiswa

Be the best on your own

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Masyarakat Madani dan Kerukunan Antar Umat Beragama

7 Desember 2021   14:40 Diperbarui: 7 Desember 2021   15:21 1874
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kemajuan zaman di dunia tidak terlepas dari manfaat teknologi. Dan sebagai manusia yang berakal sudah semestinya untuk bijak dan cerdas dalam menggunkan teknologi yang ada. Hal tersebut dapat meminimalkan suatu dampak negatif di kemudian hari. Sehingga perlu mengetahui bagaimana cara menjadi masyarakat modern sesuai norma dan aturan yang ada atau yang telah ditetapkan, khususnya kitab suci Al Quran sebagai panutan umat Islam. Selain itu, kita juga harus mengetahui dan memahami kerukunan antar umat beragama untuk menciptakan masyarakat modern yang kondusif. Negara pasti menginginkan suatu masyarakat yang modern dan berfikir cerdas untuk menuju kemajuan. Sehingga peran agama sangat berpengaruh. Artikel ini membahas mengenai masyarakat madani dan kerukunan antar umat beragama serta keterkaitan keduanya. 

Masyarakat madani merupakan sebutan untuk masyarakat modern yang akrab dengan masalah pluralisme. Dengan  mengetahui  makna  kata  “madani”,  maka istilah “masyarakat madani” (Al-mujtama’ al-madaniy) secara mudah bisa  dipahami  sebagai  masyarakat  yang  beradab,  masyarakat  sipil,  dan  masyarakat  yang  tinggal  di  suatu  kota. Dalam bahasa bahasa Inggris, Masyarakat madani disebut civil society yang berarti masyarakat sipil. Perkembangan dari social legal dan social kultural civil society sebenarnya dimulai dari tradisi pemikiran oleh orang Barat. [1] Adam  B.  Seligman,  dikutip  dalam  Abdul  Mun’im,  mendefinisikan  civil society sebagai seperangkat gagasan etis yang mengejawantah dalam berbagai  tatanan  sosial,  dan  yang  paling  penting  dari  gagasan  ini  adalah  usahanya   untuk   menyelaraskan   berbagai   pertentangan kepentingan   antara individu dengan masyarakat dan antara masyarakat sendiri dengan kepentingan  negara. Definisi lain masyarakat madani merupakan masyarakat beradab yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Selai itu, dapat diartikan sebagai masyarakat yang maju dalam penguasaan IPTEK atau ilmu pengetahuan dan teknologi.

Menurut Abdul DZ. Mun’im, dikutip dari Nur Ahsan bahwa masyarakat sipil tidak dihadapkan dengan masyarajkat militer yang memiliki power yang berbeda. Civil society (masyarakat sipil), sesuai dengan arti generiknya, bias dipahami sebagai civilized society (masyarakat beradab) sebagai lawan dari savage society (masyarakat biadab). [2] Menurut Masroer dan Lalu, konsep masyarakat madani (civil society) pertama kali muncul dan dapat ditemukan akar kayanta sejak zaman Yunani kuno. Maka dari itu, gagasan untuk masyarakat madani (civil society) sudah bukan hal baru atau wacana baru. Pendapat mengenai masyarakat madani (civil society) juga diungkapkan oleh alumni Universitas Gadjah Mada, M. Dawam Rahrdjo, beliau mengatakan bahwa masyarakat madani atau civil society merupakan terjemahan dari istilah bahasa Latin (civilis societas) yang ada sebelum Masehi. Masroer dan Lalu juga mengatakan bahwa masyarakat madani merupakan terjemahan dari civil society secara ideal merupakan sebuah komunitas masyarakat yang tidak hanya sekedar terwujudnya kemandirian masyarakat berhadapan dengan Negara, melainkan terwujudnya nilai-niali tertentu dalam kehidupan masyakat, terutama keadilan, persamaan, kebebasan, dan pluralisme. Dalam perspektif Islam, civil society sebenarnya lebih mengacu kepada penciptaan suatu peradaban. Kata al-din, dengan arti agama, memiliki korelasi dengan makna al-tamaddun, atau peradaban. Keduanya berasosiasi dalam pengertian al-madinah yang berarti kota. Dengan demikian, maka civil society dapat diartikan sebagai masyarakat madani yang mengandung tiga aspek, yakni agama, peradaban, dan perkotaan. Dalam hal ini, agama sebagai sumber, peradaban sebagai prosesnya, dan masyarakat kota adalah hasilnya. [4]  

Masyarakat madani dijelaskan sebagai masyarakat modern yang cerdas. Memiliki wawasan yang dapat memajukan peradaban. Maka hal tersebut dapat terlihat dari ciri-ciri dalam masyarakatnya. Menurut A.S Hikam yang dikutip oleh Suroto dalam Jurnal berjudul Konsep Masyarakat Madani Di Indonesia Dalam Masa Postmodern (Sebuah Analitis Kritis) (2015) terdapat empat ciri utama dari masyarakat madani, antara lain :

  • Kesukarelaan. Dalam hal ini, artinya tanpa ada sebuah paksaan dalam melaksanakan sesuatu. Tidak mengharap apapun (ikhlas) dan tanpa pamrih.
  • Kemandirian. Ciri ini dimiliki setiap individu dan kelompok-kelompok yang ada dalam masyarakat dalam urusannya dengan negara.
  • Kwasembadaan. Yang dimaksud dalam ciri ini adalah setiap anggota mempunyai harga diri yang tinggi, mandiri yang kuat tanpa menggantungkan pada negara atau lembaga-lembaga negara atau organisasi lainnya. [5]
  •  
  • Keterkaitan. Ciri yang ini menurut Hikam merupakan korelasi dalam nilai-nilai hukum yang telah disepakati bersama, karena masyarakat madani berpsrinsip pada hukum dan bukan Negara kekuasaan. [6]

Kemudian ada pendapat Anwar Ibrahim yang dikutip oleh Nurdinah Muhammad bahwa masyarakat madani memiliki ciri yang khas yaitu kemajemukan budaya (multicultural), hubungan timbal balik (reprocity) antar masyarakatnya, dan sikap saling memahami dan menghargai.[7]

Sedangkan prinsip-prinsip masyarakat madani adalah sebagai berikut:

  • Prinsip inklusivisme atau keterbukaan, artinya masyarakat madani memegang sikap rendah hati untuk tidak merasa selalu benar, bersedia untuk mendengarkan pendapat orang lain dalam mengambil keputusan.[8]
  • Menjunjung tinggi nilai-nilai peradaban, kenegaraan dan demokrasi. Prinsip ini jelas dan tegas yang terdapat dalam sistem masyarakat terutama politik. [9]
  • Adanya sistem muakhah (persaudaraan)
  • Ikatan iman
  • Ikatan cinta  
  • Persamaan si kaya dan si miskin, artinya tidak ada diskriminasi pada semua elemen masyarakat.
  • Toleransi antar umat beragama. [10]

Kerukunan umat beragama berarti saling menghargai dan menghormati antar masyarakat yang memiliki keyakinan yang berbeda. Seperti yang diungkapkan oleh Rusydi dan Zolehah bahwa kerukunan antar umat beragama adalah cara atau sarana untuk mempertemukan, mengatur hubungan luar antara orang yang tidak seagama atau antara golongan umat beragama dalam kehidupan sosial kemasyarakatan.[11]  Kerukunan umat beragama identik dengan istilah toleransi. Istilah toleransi menunjukkan pada arti saling memahami, saling mengerti, dan saling membuka diri dalam bingkai persaudaraan. Bila pemaknaan ini dijadikan pegangan, maka “toleransi” dan “kerukunan” adalah sesuatu yang ideal dan didambakan oleh masyarakat manusia.[12] Menurut Rusydi dan Zolehah bahwa konsep toleransi terutama dalam Islam bukan membenarkan dan mengakui semua agama dan keyakinan yang ada saat ini, karena toleransi merupakan persoalan akidah dan keimanan yang harus dijaga dengan baik. [13] Bahkan kerukunan umat beragama telah diatur dalam pasal 1 ayat (1) peraturan n bersama Mentri Agama dan Menteri Dalam No. 9 dan 8 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan tugas Kepala Daerah/ Wakil Kepala Daerah dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama, pemberdayaan forum kerukunan umat beragama, dan pendirian rumah ibadat dinyatakan bahwa: Kerukunan umat beragama  adalah keadaan hubungan sesama umat beragama yang dilandasi toleransi, saling pengertian, saling menghormati, menghargai kesetaraan dalam pengamalan ajaran agamanya dan kerjasama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.[14]  

Sehingga dapat disimpulkan bahwa kerukunan antar umat beragama adalah kehidupan tentram dan damai antar umat beragama serta saling toleransi. Disampaikan oleh Rusydi dan Zolehah bahwa kerukunan Kerukunan berarti sepakat dalam perbedaan-perbedaan yang ada dan menjadikan perbedaan-perbedaan itu sebagai titik tolak untuk membina kehidupan sosial yang saling pengertian serta menerima dengan ketulusan hati yang penuh ke ikhlasan. [15] Hubungan timbal balik antara masyarakat akan menciptakan saling menghargai satu sama lain. Maka untuk menciptakan kerukunan antar umat beragama harus diupayakan pemahaman yang benar mengenai arti dan dampak dari sebuah kerukunan antar umat beragama. [16] Kerukunan hidup umat beragama merupakan suatu sarana yang penting dalam menjamin integrasi nasional, sekaligus merupakan kebutuhan dalam rangka menciptakan stabilitas yang diperlukan bagi proses pencapaian masyarakat Indonesia yang bersatu dan damai.[17]

Sedangkan untuk prinsip-prinsip kerukunan (toleransi) antar umat beragama adalah:

  • Tidak boleh ada paksaan dalam beragama baik paksaan secara halus ataupun secara kasar.
  • Manusia berhak memilih dan memeluk agama yang diyakininya dan beribadat menurut keyakinannya.
  • Tidak akan berguna memaksa seseorang agar mengikuti suatu keyakinan tertentu.
  • Tuhan Yang Maha Esa tidak melarang hidup bermasyarakat dengan yang tidak sefaham atau tidak seagama, dengan harapan menghindari sikap saling bermusuhan.

Nilai-nilai yang menjadi dasar terciptanya kerukuran antar umat beragama dijabarkan sebagai berikut:

  • Nilai Agama

Bentuk toleransi umat beragama bisa berbagai macam. Perbedaan Tuhan dan kepercayaan yang dianut bukanlah masalah karena sejatinya, kita sebagai umat beragama tidak berhak menginterupsi umat lain karena perbedaan kepercayaan dan Tuhannya. Islam pada prinsip toleransi adalah tidak memaksa seseorang untuk memeluk agama lain dan berhak menganut agama yang dia yakini serta beribadah sesuai ajaran agamanya. Islam juga mengajarkan bahwa Allah SWT menciptakan manusia berbeda-beda, karena semua itu demi mengajarkan manusia untuk saling memahami, mengenal, dan menghormati satu sama lain.

  • Nilai Budaya

Selain ajaran agama juga terdapat toleransi berdasarkan budaya. Budaya lahir dari kebiasaan-kebiasaan suatu kelompok dalam kehidupan sehari-hari. Budaya yang membentuk toleransi biasanya karena sikap menghormati dan menghargai telah diterapkan pada setiap kegiatan contohnya gotong royong. Pengaruh budaya dalam toleransi sangat tinggi karena pada dasarnya, setiap tempat memiliki budaya yang bernilai tinggi dan dinilai penting dalam menciptakan ruang lingkup masyarakat yang tentram.

  • Nilai Kemanusiaan

Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial yang mana sudah menjadi sikap manusia untuk terus bergantung kepada yang lainnya. Manusia tidak dapat menyelesaikan segala masalah sendiri maka mereka perlu berhubungan satu sama lain dan saling membantu, seperti menanggulangi banjir, kebakaran, membangun rumah, dan saling berkomunikasi. Setiap manusia memiliki masing-masing kebutuhan yang bisa saling melengkapi satu sama lain.  Maka kita perlu mengurangi sikap saling cemooh dan individualis dengan beranggapan bahwa kita tidak memerlukan orang lain.

  • Nilai Nasionalisme

Indonesia memiliki beragam suku, budaya, ras dan agama. Dengan berbagai perbedaan tersebut membuat kita harus sadar bahwa ada banyak perbedaan dalam lingkungan kita. Sebagai negara dengan banyak perbedaan tersebut, Indonesia masih dapat bersatu dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Maka dari itu kita perlu menanamkan jiwa nasionalisme, menghargai dan menghormati setiap perbedaan dengan rasa cinta tanah air akan mendorong toleransi menjadi lebih tinggi.  Toleransi yang tercipta karena jiwa nasionalisme akan membangun masyarakat yang saling tolong menolong dan membantu kemajuan Indonesia sebagai negara yang memiliki banyak keanekaragamannya.

  • Nilai Dari Tokoh Agama atau Tokoh Masyarakat

Tokoh masyarakat menjadi panutan atau cerminan yang diikuti oleh masyarakat. Dalam praktiknya, tokoh masyarakat terutama tokoh agama akan sangat berperan penting dalam mendorong toleransi dari setiap tindakan mereka. Setiap bentuk kegiatan yang dilaksanakan akan menjadi contoh yang dilihat oleh masyarakat. Sehingga perlu bentuk nyata toleransi seperti menghormati dan menghargai agama lain.

Latar belakang terjadinya konflik antar umat beragama yaitu:

  • Klaim Kebenaran (Truth Claim)
  • Doktrin Jihad

Keterkaitan antara masyarakat madani dengan kerukanan antar umat beragama adalah masyarakat madani yang dicirikan sebagai umat atau masyarakat cerdas dan memiliki toleransi yang tinggi antar umat beragama. Maka dari itu, Untuk mewujudkan masyarakat yang madani, toleransi atau kerukunan antar umat beragama perlu dijunjung tinggi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun